Diutus dari Kota Kembang

Bandung, Indonesia. Matahari pagi kembali menjemput kami memulai hari baru. Berkas cahayanya yang tak kalah mengagumkan dari senja hari, berhasil menuntun kami menuju Aula Yohanes Paulus II. Jika hari-hari sebelumnya kami merayakan Ekaristi di Ruang Jacobus, hari ini kami akan merayakan Ekaristi di Aula Yohanes Paulus II ini. Di sana sudah ada tempat yang telah tersedia bagi kami untuk merayakan Ekaristi Kudus. Tempat ini sontak membawa kami kepada ingatan akan Ruang Atas, tempat Bunda Maria dan Para Rasul berkumpul dan menerima Roh Kudus, yang akhirnya memberanikan mereka untuk pergi mewartakan Yesus Kristus ke seluruh dunia.

Hari keenam penghujung pekan ini, Sabtu (23/09/2023), merupakan hari terakhir dari pertemuan Biblical Assembly for ASCLA. Di hari ini, kami tidak ada agenda khusus untuk duduk bersama membahas satu dua hal. Semuanya sudah selesai sejak Jumat (22/09/2023) kemarin. Di hari terakhir ini, kami hendak merayakan Ekaristi Penutupan di “Ruang Atas”.

Perayaan Ekaristi di “Ruang Atas” Bumi Silih Asih ini dipersembahkan oleh Bapa Uskup Bandung, Mgr. Antonius Subianto Bunjamin, OSC. Bapa Uskup ditemani Vikjen Keuskupan Bandung, RD. Yustinus Hilman Pujiatmoko, Pr. Ekaristi tepat dimulai pukul 06.00 pagi waktu Bandung.

Dalam homilinya dihadapan para peserta assembly, Bapa Uskup menuturkan beberapa wejangan yang begitu mendalam. Di bagian pembuka homilinya, Bapa Uskup langsung mengingatkan para peserta assembly perihal keberhasilan dalam pelayanan Kitab Suci dan komunikasi. Menurut Bapa Uskup, kunci sukses dari pelayanan Kitab Suci adalah memiliki kerendahan hati, dan kunci sukses komunikasi adalah memiliki telinga yang terbuka.

Di akhir Misa, P. Valens Agino, CMF selaku superior mayor Claretian Indonesia-Timor Leste mengutarakan rasa syukurnya atas kesediaan Bapa Uskup yang telah menerima undangan untuk memimpin Misa Penutupan pertemuan Biblical Assembly for ASCLA. P. Valens, CMF juga berterima kasih kepada Bapa Uskup karena telah menyediakan tempat pertemuan yang nyaman dengan segala fasilitas yang membantu para peserta assembly bisa mengikuti pertemuan dengan baik.

Misa Kudus menjadi momen perutusan bagi para peserta assemby untuk meneruskan semangat pelayanan Kitab Suci dan komunikasi di masing-masing organisme. Seminggu (17-23 September 2023) di Kota Kembang, Bandung, telah membuat para peserta assembly yakin untuk terus mengembangkan sayap demi menyebarkan Injil Keselamatan ke mana saja para Claretian diutus. Hal itu dilaksanakannya dengan menggunakan semua sarana yang mungkin agar Allah dikenal, dicintai, dilayani, dan dipuji oleh semua makhluk. Semuanya itu demi kemuliaan Allah dan keselamatan jiwa-jiwa.

Mari Memandang ke Depan

Bandung, Indonesia. Rahmat dan berkat Tuhan selalu tercurah kepada umat manusia. Hal itu betul-betul kami rasakan. Kami memulai hari kelima pertemuan dengan perasaan penuh syukur atas Penyelenggaraan Ilahi yang tidak pernah berhenti mengalir. Dengan berkumpul di sekitar meja Perjamuan bersama Sang Guru, dipimpin oleh para saudara dari East Asia Delegation (Delegasi Asia Timur), kami memandang Dia yang hadir di tengah kami dan mengucap syukur atas kebaikan Dia yang telah memberi diri untuk disantap, yakni Tubuh dan Darah-Nya.

Pagi ini, kami juga bersukacita karena kebaikan Tuhan yang begitu besar, teristimewa atas rahmat hari ulang tahun yang dirayakan oleh saudara terkasih kami, P. Lurdhuswamy, CMF, asal Provinsi Bangalore, India. Semoga berkat Tuhan mengalir pada diri P. Lurdhu, CMF agar senantiasa menjadi berkat bagi banyak orang.

Pertemuan hari kelima ini, Jumat (22/09/2023), dimoderasi oleh P. Johnson Thurackal, CMF dan P. Josekutty Mathew Cherukara, CMF. Mula-mula, pertemuan ini dibuka dengan pembacaan Sabda Tuhan oleh P. Martin Soren, CMF. Kemudian para peserta disuguhkan dengan 4 objektif yang nantinya akan menjadi bahan diskusi bersama para peserta assembly. Empat objektif ini akan menjadi kertas kerja sekaligus menjadi bahan para Claretian Konferensi ASCLA dalam memandang masa depan.

Empat objektif itu adalah sebagai berikut:

1. Untuk memperlengkapi para Claretian dengan metode studi yang efektif, alat dan sumber daya untuk penafsiran dan penerapan Kitab Suci yang akurat.

2. Untuk memupuk kolaborasi dan semangat persatuan di antara para pelayan Kitab Suci, memastikan adanya saling mendukung dan berbagi wawasan, pengalaman, dan sumber daya.

3. Untuk meningkatkan literasi Kitab Suci di era digital dan meluncurkan pelayanan Kitab Suci ke semua platform digital.

4. Semua pelayanan alkitabiah kita mempertimbangkan konteks multireligius di Asia.

Dalam membahas empat objektif ini, para peserta assembly dibagi dalam lima kelompok untuk membahas resolusi-resolusi apa saja yang hendak dikerjakan di masa mendatang. Hasil pertemuan tiap-tiap kelompok itu dipresentasikan dan dikumpulkan yang nantinya dikirim ke Dewan General.

Sementara itu di sesi sore, para peserta kembali bertemu dengan P. Henry Omonisaya, CMF via telephone. Pada sesi tersebut, P. Henry, CMF memberi input yang membangun kepada para peserta assembly. Input dari P. Henry, CMF membantu para peserta assembly untuk memandang ke depan misi pastoral Kitab Suci nantinya.

Pada pertemuan via telephone itu, P. Henry, CMF juga menunjuk lima peserta assembly yang berbeda organisme untuk menjadi koordinator bersama pastoral Kitab Suci di Asia. Para misionaris yang ditunjuk menjadi koordinator bersama pastoral Kitab Suci di Asia adalah P. Johnson Thurackal, CMF (Delegasi Independen Northeast India); P. Josekutty Mathew Cherukara, CMF (Delegasi Asia Timur); P. Valens Agino, CMF (Delegasi Independen Indonesia-Timor Leste); P. Ronal Sujeevan, CMF (Delegasi Independen St. Yoseph Vaz-Sri Lanka); dan P. Martin Vithayathil, CMF (Provinsi St. Thomas). Setelah berdiskusi sejenak, kelompok kecil tersebut menunjuk P. Josekutty Mathew Cherukara, CMF sebagai koordinator kelompok tersebut.

Setelah menyelesaikan semua pertemuan, para peserta assembly kembali bertemu di petang hari dalam rangka cultural night. Pada momen ini, para peserta untuk kebolehan dan budaya masing-masing. Adanya yang bernyanyi, dan adanya menari. Pada kesempatan ini juga para peserta bersama-sama merayakan hari ulang tahun P. Lurdhu, CMF secara meriah.

Kita Beda Tapi Kita Satu

Bandung, Indonesia. Hari ini kami kembali membuka hari baru dengan semangat baru. Dengan semangat baru, kami hendak memulai hari keempat pertemuan Biblical Assembly for ASCLA dengan sedikit berbeda. Jika di hari-hari sebelumnya kami memulai dengan ibadat pagi, kali ini kami memulainya dengan Perayaan Ekaristi Kudus. Pemimpin Ekaristi hari ini adalah para saudara dari Provinsi St. Thomas.

Sesudah puas dengan santapan rohani yang sungguh-sungguh berasal dari Tuhan sendiri, dan sungguh merasa dikuatkan oleh Tuhan, kami memberanikan diri untuk melanjutkan aktivitas kami dengan pertemuan. Hari ini kami membuka hari dengan aktivitas berbeda, pertemuan di hari keempat, Kamis (21/09/2023), juga temanya beda. Hari ini P. Metodius Manek, CMF ditunjuk menjadi moderator pertemuan. Kami pun memulai pertemuan hari keempat dengan mendengarkan Sabda Tuhan yang dibacakan oleh P. Gabriel Kim, CMF.

Pada sesi pagi, kami berbicara banyak terkait Kitab Suci dan kepercaayaan dari agama-agama lain. Tajuk pertemuan-sharing kami pagi ini adalah Bible and Interreligious Dialogue (Hindu, Buddha, Islam). Sharing pertama dibuka oleh P. Augustus Kujur, CMF. P. Kujur, CMF menuturkan bahwa dalam bermisi dengan orang-orang yang berbeda tentu memiliki kesulitannya tersendiri. Perbedaan pemahaman memang hal yang sulit untuk dihindari. Salah satu tantangan adalah bagaimana memperkenalkan Maria sebagai seorang ibu bagi masyarakat.

Dengan ragamnya kepercayaan, bagi P. Kujur, CMF, munculnya salah paham bisa menimbulkan gesekan antar masyarakat yang melanggengkan kebencian. Di akhir sharing-nya, P. Kujur, CMF mengingatkan bahwa sebagai seorang Katolik, inspirasi dialog dengan umat beragama lain adalah Kitab Suci.

Sharing kedua disampaikan oleh P. Metodius Manek, CMF.  Judul sharing dari P. Todi, CMF adalah Dialogue Between I & Thou. P. Todi, CMF mengatakan bahwa inspirasi sharing-nya berasal dari Filsuf Martin Buber. Bagi P. Todi, CMF, ketika seseorang berhadapan dengan ciptaan lain, relasinya adalah I-Thou, bukan I-it. Relasi I-Thou memandang orang lain sebagai subjek, sedangkan relasi I-it memandang orang lain sebagai objek.

Sharing ketiga diisi oleh Mochamad Ziaul Haq. Dalam presentasinya, Zia (demikian biasa disapa) dengan jujur menjelaskan bahwa keberagaman yang ada di Indonesia sangat mudah memicu konflik. Perbedaan keyakinan yang melahirkan perbedaan tingkah laku, sangat mungkin menciptakan konflik. Untuk itu, Zia sangat bersyukur bahwa Founding Fathers Indonesia telah melahirkan Pancasila sebagai landasan hidup orang Indonesia. Dengan demikian, Zia sangat berharap agar setiap orang Indonesia betul-betul menghidupi semangat yang ada pada tubuh Pancasila.

Setelah itu, pada sesi sore, para peserta diajak untuk berkeliling kota Bandung. Destinasi pertama adalah menuju Gedung Museum Konferensi Asia-Afrika (KAA). Di tempat ini, para peserta melihat-lihat tentang bagaimana Konferensi Asia-Afrika ini bisa terbentuk, yakni dari keprihatinan yang sama tentang situasi hidup manusia yang memprihatinkan. Selain itu, para peserta juga diajak untuk merasakan atmosfer gedung pertemuan Konferensi Asia-Afrika.

Setelah cukup lama melihat-lihat Gedung Museum KAA, para peserta melancong ke Saung Angklung Udjo. Tempat ini merupakan sanggar bagi anak-anak untuk belajar tentang angklung, gamelan, dan berbagai produk budaya Indonesia lainnya. Di Saung Angklung Udjo ini, para peserta dimanjakan dengan berbagai macam pertunjukan, seperti tarian adat dan nyanyian daerah. Adapun juga para peserta Assembly dan para wisatawan lainnya diajak untuk bermain angklung bersama.

Demikianlah kita memang datang dari berbagai latar belakang yang sungguh-sungguh berbeda. Entah budaya, bahasa, filosofis, cara hidup, semuanya berbeda. Namun, itu bukan menjadi alasan untuk tidak bisa bersatu sebagai satu keluarga. Semangat sinodalitas perlu untuk terus hidup dalam kehidupan kita semua. Karena biarpun kita beda, tapi kita satu.

Sabda Tuhan dan Evangelisasi di Dunia Baru

Bandung, Indonesia. Seperti biasa, kami memulai hari dengan penuh sukacita. Tentunya, kepenuhan sukacita itu kami hantar dalam doa pagi bersama yang dipimpin oleh para saudara dari Kolkata dan Korea. Suasanya syahdu di Bumi Silih Asih membantu kami untuk semakin dekat pada Tuhan seraya meminta Dia untuk mencurahkan Roh Kudus kepada para peserta dalam pertemuan hari ketiga, Rabu (20/09/2023).

Kemudian, tepat pukul 08.00 pagi di sesi pagi, kami melanjutkan pertemuan kami. Untuk membuka pertemuan, kami kembali menghadap Sang Kuasa, meminta restu agar pertemuan ini dapat terlaksana dengan baik. P. Johnson Thurackal, CMF selaku moderator meminta P. Nagasaki So, CMF untuk membacakan bacaan Kitab Suci.

Kesempatan hari ketiga dimulai dengan pembicaraan dari P. Alberto Santiago Rossa, CMF. Pastor asal Argentina ini menjelaskan tema Historical Overview of the Bible and Publishing Ministry in the Congregation. Melalui kesempatan itu, P. Rossa, CMF membagikan pengalaman pribadi perihal suka dan duka selama menangani publikasi-publikasi di tempat dia bermisi, khususnya Pastoral Bible Foundation. Namun, bagi P. Rossa, CMF, hal yang paling membuat dia mau untuk tetap bekerja adalah semangat dan ketekunan.

Setelah itu, forum memberikan kesempatan kepada P. Alejandro Gobrin, CMF. Melalui materinya, How to Practice Lectio Divina, P. Alex, CMF mencoba memfokuskan diri untuk berbicara tentang Lectio Divina sebagai sebuah doa untuk menemukan makna dari teks Kitab Suci yang direnungkan. Dalam presentasinya, P. Alex, CMF mengakui bahwa setiap tempat memiliki cara-cara tersendiri untuk menemukan pesan dari Lectio Divina, namun yang terpenting adalah cara-cara tersebut memupuk iman dan perjalanan menuju transformasi melalui perjumpaan bermakna dengan Yesus.

Sebelum menutup sesi pagi, forum meminta kepada beberapa saudara untuk sharing seputar aktivitas lectio divina. Dari sharing yang ada, masing-masing tempat memiliki langkah-langkah tersendiri untuk berdoa lectio divina. Sebagai misal, P. Ronald Sujeevan, CMF, dari Sri Lanka, mengatakan bahwa Sri Lanka memiliki tujuh langkah untuk lectio divina.

Selepas sharing, para peserta assembly mendengarkan pembacaan notula pertemuan yang dibacakan oleh sekretaris.

Setelah itu, pada sesi sore yang dimulai pukul 15.00, para peserta Assembly dipertemukan dalam ruang online. Kali ini, materi Assembly dipersembahkan oleh dua saudara yang bekerja di Kuria Roma. Pemateri pertama adalah adalah P. Louie Guades III, CMF dengan materi berjudul Claret as Cybermissionary Today. Dalam presentasinya itu, P. Louie, CMF mengajak para peserta untuk berani masuk dalam habitat dunia baru itu dan berani menyampaikan seruan profetisnya kepada orang-orang di sana.

Pemateri kedua adalah P. Joseph Ikemefuna Iwobi, CMF, yang mempresentasikan materi berjudul Evangelising Through Digital Art and Broadcasting. Dalam presentasinya, P. Joseph Iwobi, CMF mengatakan bahwa para misionaris yang menjadi kreator konten perlu menjadi lebih kreatif lagi agar pesan yang ada dalam konten bisa tersampaikan kepada orang banyak.

Kemudian, masih di sesi sore, P. Josekutty Mathew memantik para peserta dalam diskusi dan sharing bersama dalam tajuk New Creative Ways of Evangelising Through Media. Ada pun tiga pertanyaan penuntun yang diberikan kepada kelompok adalah

1. Apa pengalaman dan keterlibatan Anda dengan media (komunikasi)?

2. Apa saja tantangan dan ketakutan dalam evangelisasi menggunakan media (komunikasi) Anda?

3. Mengapa harus ada ideal untuk mendapatkan hasil terbaik pada organisme kita masing-masing, berdasarkan situasinya? Hari ketiga pertemuan kemudian ditutup dengan Perayaan Ekaristi yang dipersembahkan oleh saudara-saudara dari Chennai.

Dalam doa, kita berharap agar para misionaris memberanikan diri untuk mewartakan Kerajaan Allah di dunia digital.

Sabda Tuhan, Sabda Hidup

Bandung, Indonesia. Hari dibuka dengan pagi yang cerah. Udara sejuk Bandung yang menyegarkan tubuh, mengantar kami bergegas ke Ruang Kudus untuk bersyukur kepada Tuhan atas segala berkat yang boleh kami terima. Tidak ada hal lain yang bisa kami lakukan saat membuka lorong waktu di hari baru dengan berdoa. Ruangan Jacobus menjadi tempat kami bersimpuh sembari meminta inspirasi untuk dimulainya pertemuan di hari kedua. Ibadat pagi kami dipimpin oleh para saudara dari Provinsi Northeast India.

Pada kesempatan ini, para peserta Assembly juga mengucapkan selamat datang kepada P. Nagasaki So, CMF yang baru tiba di Bandung. P. Nagasaki, CMF saat ini berkarya di Jepang, dan tergabung dalam Delegasi East Asia.

Hari kedua pertemuan ini dimoderasi oleh P. Alejandro Gobrin, CMF. Pada sesi pertama hari kedua ini, Selasa (19/09/2023), P. Johnson Thurackal, CMF membagikan materinya. Dari layar proyektor, terpampang judul “Gospel Subalterns and Asian Subalterns: A Paradigm for Asian Hermeneutics”. Melalui materi ini, P. Johnson, CMF mengajak para peserta asembly untuk membuka mata terhadap realitas Asia. Dalam pemaparannya, P. Johnson, CMF melihat bahwa Asia sudah terlalu lama membaca Kitab Suci menggunakan perspektif Barat. Untuk itu, pastor asal Provinsi Northeast India ini memotivasi agar Kitab Suci mesti berani dibaca dengan kacamata Asia.

“Tujuannya adalah orang-orang Asia dapat membaca Kitab Suci berdasarkan konteksnya masing-masing”, katanya.

Setelah mempresentasikan tema hermeneutika, di bawah judul “Creative Perspective in Studying the Bibel (Family, Bible Schools, Bible Study Groups)”, P. Johnson, CMF mengajak para peserta untuk membicarakan satu tema penting tentang bagaimana para misionaris Claretian melayani Sabda bersama kelompok lain. Para peserta pun diajak untuk merenungkan tiga pertanyaan berikut dalam kelompok sharing.

1. Sharing beberapa praktik (studi Kitab Suci) yang sudah ada

2. Ide-ide kreatif yang dapat diimplementasikan dalam keluarga/sekolah/paroki/misi dalam mempelajari Alkitab

3. Apa lagi yang dapat dilakukan oleh Kongregasi/Provinsi untuk mempromosikan perspektif kreatif dalam pelayanan Alkitab?

Pada sesi sore hari, para peserta mendengarkan sharing dari P. Valens Agino, CMF yang mempresentasikan materi dengan judul “The Bible as a Tool for Inculturation and Social Change”. Poin pertama yang dibagikan oleh P. Valens, CMF adalah soal bagaimana makna dan perasaan itu berperan penting dalam suatu budaya. Untuk itu, menurutnya, memahami Kitab Suci juga berarti memahami makna dan perasaan dari suatu budaya asing. Maka, pendekatan lintas budaya sangat dibutuhkan dalam melihat budaya lain.

Poin penting lain yang dibagikan oleh P. Valens, CMF adalah tentang hospitalitas dan nilai-nilai spiritual. Menurutnya, hospitalitas merupakan sebuah nilai yang sudah ada sejak lama. Hospitalitas ini sangat membantu kekristenan yang mana hospitalitas ini dapat menjadi pintu gerbang yang menyambut orang-orang non-Yahudi yang ingin menjadi bagian dari Komunitas Kristiani. P. Valens, CMF kemudian mengambil contoh bagaimana hospitalitas Yesus menerima Zakheus untuk kemudian mengantar Zakheus ke jalan pertobatan.

Selain itu, P. Valens, CMF juga memberi materi dengan judul Biblical Formation of Laity and Cathechis. Pada bagian ini, P. Valens membagikan pengalaman hidupnya ketika diminta untuk menangani umat paroki di Spanyol. Baginya, dalam formasi Kitab Suci bersama umat, perlu untuk bergerak perlahan, melalui kelompok-kelompok kecil umat yang ingin mendalami Kitab Suci.

Selain itu, P. Valens juga mempresentasikan metode membaca Kitab Suci yang langkah-langkahnya terinspirasi dari doa apostolik P. Claret, yakni CASA. CASA merupakan singkatan dari C, Conocer (to know); A, Amar (to love); S, Servir (to serve); A, Alabar (to praise). Diungkapkannya bahwa metode pendalaman teks ini sangat berdimensi Claretian dan membantu dalam mendalami teks secara keseluruhan.

Presentasi dari P. Valens, CMF ditutup dengan sharing kelompok dengan pertanyaan penuntun berikut ini.

1. Sharingkan pengalaman Anda dalam menangani formasi Kitab Suci kepada awam dan katekis!

2. Diskusikan strategi (formasi Kitab Suci) apa yang Anda pikirkan untuk membentuk  awam dan katekis?

Pertemuan hari kedua ditutup dengan Perayaan Ekaristi yang dipimpin oleh para saudara dari Delegasi Independen Indonesia-Timor Leste.