FILOSOFI TARIAN TEBE

(Pe. Emanuel Lelo Talok, CMF – Dipresentasikan dalam Temu Alumni FTW Jogjakarta 2016).

BEBERAPA SYAIR KUNO:

  1. Tebe atu di’ak, los tama bele. (Agar Tebe kita baik, mari semua masuk bersama. Artinya Tebe mengandung nilai persatuan).
  2. Tebe kalan-kalan, koba kidun mamuk. (Kalau Tebe (berpesta) terus tiap malam, maka “dompet” kita tepos. Tebe mengajarkan orang mengatur waktu dengan baik. Time is money).
  3. Fulan Mata Kmesak, leok lema rai. (Sang Rembulan Tunggal, menyinari seantero bumi. Tebe mengarahkan orang pada Keilahian, walau pun Tunggal, namun melindungi semua makhluk).
  4. Manu basa liras, hali tahan rodan. (Ayam mengepakkan sayap, dedaunan beringin berguguran. Usaha tidak mengkhianati hasil).
  5. Wain sama hare, susar hotu lakon. (Tatkala musim injak padi tiba, semua susah tiada).

Tebe, atau Tebe-tebe, adalah salah satu tarian rakyat Pulau Timor. Tarian itu aslinya ditarikan pada malam hari waktu bulan purnama.

Para pria dan wanita dari kalangan masyarakat pedalaman, khususnya para petani, sering menarikannya. Selain sebagai kesenian, sebenarnya Tebe merupakan sebuah pekerjaan di dunia pertanian. Kerja merontokkan padi.

Para penari bernyanyi pantun adat Tetun (atau Kemak dan Bunak) secara bersahut-sahutan, sambil melompat, berjingkrak, meliukkan tubuh ke kiri-ke kanan, ke depan, ke belakang. Konon syair-syair nyanyian itu bernilai filosofis, antara lain; kegembiraan, persaudaraan, pergaulan muda-mudi yang wajar, hormat kepada keluarga, toleransi, hal Ketuhanan dan ketahanan hidup.

Sejarah Tarian Tebe paling asli adalah dari Kegiatan Injak Padi. Maka dikenal dengan Tebe Sama Hare. Di masyarakat Tasifeto di Pulau Timor, misalnya, setiap panen padi, pasti ada tarian Tebe. Kata tebe sendiri artinya menendang. Lengkapnya Tebe-Tatei.

“Ya, kalau yang saya tahu dari kecil, tebe berkaitan dengan “tarian melingkar dengan berdendang bersahut-sahutan pemuda-pemudi waktu malam bulan purnama untuk merontokkan padi yang baru dipotong,” demikian penggalan tulisan Alm. Om Pater Gabriel Atok, SVD tentang Tarian Tebe, ketika beliau mewawancarai para tetua adat di Belu, tahun 1970-an.

Tebe kini jarang dipakai untuk Injak Padi, tapi lebih sebagai hiburan semata. Kadang syairnya pun lebih fokus kepada patah hati dan percintaan anak muda. Tidak salah, namun kiranya makna Tebe yang hakiki, janganlah dibiarkan luntur oleh arus zaman. Tebe sekarang pun sering tidak dinyanyikan langsung oleh para penari, karena lebih mengandalkan kaset rekaman. Namun, kiranya makna Tebe tetap dijaga kebenarannya.

Semoga sampai kapan pun, makna Tebe bisa dipahami secara benar dan dijaga sampai akhir hayat oleh kita insan budaya Tanah Timor, karena filosofis hidup leluhur kita, memberi nilai positif bagi hidup masyarakat Timor.

Dili, 3 September 2015

KUNJUNGAN KANONIK DAN MINI ASEMBLI REGIO INDONESIA BARAT

Mandala, Medan, Indonesia. Kunjungan Kanonik merupakan kunjungan persaudaraan dari pemimpin kepada seluruh anggotanya. Kunjungan ini tentunya memiliki makna untuk merajut tali persaudaraan antara satu dengan yang lainnya. Selain itu, pemimpin juga dapat mengetahui karya dan pelayanan yang dilakukan oleh semua anggota komunitas di tempat misi masing-masing. Pada umumnya kunjungan ini dilakukan untuk mengetahui situasi dan kondisi anggota komunitas, kepemimpinan, hidup komunitas, spiritualitas, kerasulan dan juga ekonomi. Dalam kerangka berpikir inilah maka Dewan Delegasi Indonesia Timor Leste mengadakan kunjungan ke setiap regio, yakni Regio Timor Leste, Regio Indonesia Timur dan Regio Indonesia Barat.

Dalam kunjungan ke Regio Indonesia Barat diwakili oleh Dewan Delegasi Indonesia Timor-Leste yaitu P. Emanuel Lelo Talok, CMF. Kunjungan kanonik ini mencakup komunitas misi dan juga komunitas formasi. Kunjungan Kanonik di Regio Indonesia Barat dimulai tanggal 3-5 Juli 2019 di Komunitas Mandala, 5-7 Juli di Tanjung Balai, 7-9 di Siantar, 9-10 Tomok. Di sela-sela kunjungan ke wilayah Sumatera, P. Emanuel, CMF juga sempat mengunjungi bakal komunitas yang baru yakni Komunitas Binjai. Selain itu juga beliau bertemu dengan Uskup Agung Medan serta menghadiri pelantikan P. Romaldus Nairun, CMF sebagai Vikaris Episcopalis Religiosa. Tanggal 12-14 P. Emanuel melanjutkan perjalanan ke komunitas Palurejo Kalimantan. Kunjungan Kanonik ke komunitas Jogjakarta dilanjutkan tanggal 15-20 Agustus 2019, dan tanggal 20-22 Agustus di Komunitas Catalina Jakarta, dan diakhiri dengan kegiatan mini asembli tanggal 23-25 di Jakarta.

Dalam kunjungan kanonik di Regio Indonesia Timor Barat, ada kesan umum yaitu setiap anggota komunitas begitu antusias menyambut kedatangan dewan delegasi. P. Emanuel, CMF menilai bahwa selama dalam kunjungan tersebut ada rasa persaudaraan yang begitu tinggi dan sangat membahagiakan. Selain itu, dalam dialog bersama dengan setiap anggota, dirasakan ada keterbukaan dan penyampaiannya dilakukan dengan penuh kebebasan.

Kunjungan kanonik ini akhirnya ditutup dengan kegiatan mini asembli di Jakarta. Mini assembly ini dilaksanakan untuk melihat kembali seluruh proses selama kunjungan kanonik di Regio Indonesia Barat. Selain itu, mini asembli ini adalah langkah persiapan bagi asembli umum yang akan diadakan tahun 2020. (P. Fredy Y.M. Lana, cmf)

Learning to Listen

Pre Novitiate Claret, Kupang. “Today we begin a new academic year,” said Fr. Yohanes Mangge, CMF, the formator for Postulants in the introduction of the Eucharistic celebration at Pre Novitiate Claret (PNC) Kupang on Monday, September 2, 2019. Today the Pre Novitiate Claret community begins a new school year 2019-2020. The Eucharistic celebration was presided over by Fr. Yoma and was accompanied by Frs. Francisco Jose Baeza Roca, cmf (Local Superior) and Eusabius Toda, cmf (Formator of Aspirants)

One of the interesting sides that covered this celebration was the presence of the new members of the community. Aside from the postulants who already underwent one year earlier in the community, the Eucharistic celebration was attended by a fresh energetic faces of 40 Aspirants. The solid enthusiasm to undergo this new academic rhythm expressed fully through their participation in this holy Eucharist.

Listening is the key response and the expression of humility of a disciple. The beginning phase of learning process of a disciple is listening to the teaching of the masters. The attitude of listening enables a disciple to absorb the deepest meaning of his/her master’s teaching. Referring to the Gospel of Luke 4:16-30, Fr. Yoma underlined that the people in the Synagogue was angry to Jesus because they did not have the virtue of humility to listen to Jesus’ teaching. Their narrow-minded and cultural frame blocked their hearts in accepting the teaching of the Master.

Listening is the entrance door into the intellectual journey. Listening is not a passive expression, on the contrary it is an active approach in responding external stimulus. The main purpose of every single learning process is to form a solid-critical analysis and to build a paradigmatic argumentation in responding to the reality. In scientific domain this goal can only be obtained through listening. Thus, listening enables one to respond the reality critically as well as paradigmatically. Listening is the primary thesis in dialectic and in avoiding argumentation trap ad hominem, directed against a person’s character.

The celebration ended with the official announcement from the superior of the community that, “Today officially we begin the new academic year,” said Fr. Francisco JB. Roca, cmf.

Belajar Mendengarkan

Pra Novisiat Claret, Kupang. “Hari ini kita memulai tahun ajaran yang baru”, demikian kalimat pembuka Pater Yohanes Mangge CMF (P. Yoma, formator Postulan) di dalam pengantar perayaan Ekaristi di Pra-Novisiat Claret (PNC) Kupang, pagi hari ini, Senin, 02/09/2019. Komunitas PNC tepat pada hari ini memulai musim perkuliahan tahun ajaran 2019-2020. Pater Yoma selaku selebran utama didampingi konselebran Pater Fransisco Jose Baeza Roca CMF (P. Xiku, Superior Rumah) dan Pater Eusabius Toda CMF (P. Eus, Formator Aspiran).

Salah satu pemandangan menarik yang mewarnai perayaan ini adalah wajah-wajah baru anggota komunitas. Selain dihadiri oleh penghuni lama, para Postulan, Ekaristi pagi ini disemaraki juga oleh wajah-wajah cerah bersemangat 40 Aspiran. Antusiasme untuk membenamkan diri di dalam ritme akademis tampak di dalam alunan suara komunitas untuk memeriahkan perayaan Ekaristi kudus.

Mendengarkan adalah tanggapan yang tepat dan ungkapan kerendahan hati sebagai seorang murid. Tahapan awal pembelajaran seorang pelajar adalah mendengarkan ajaran para pengajar. Disposisi mendengarkan memampukan seorang murid untuk mencerap makna terdalam ajaran gurunya. Mengacu pada teks Lukas (4:16-30), Pater Yoma menegaskan bahwa semua orang di rumah ibadat marah kepada Yesus karena mereka tidak memiliki kerendahan hati untuk mendengarkan sebagai murid ajaran Yesus tatkala Yesus sedang berkotbah di Sinagoga Nazaret. Ketajaman mata dan nalar mereka terbentur prasangka dan frame kultural-religius Yudaisme.

Mendengarkan adalah pintu awal untuk memasuki medan pertualangan intelektual. Mendengarkan bukan ekspresi pasivitas, melainkan keaktivan akademik yang bijak dan kalem untuk menanggapi stimulus eksternal. Tujuan utama proses pembelajaran adalah membentuk penaralan kritis dan membangun argumentasi paradigmatik. Di dalam domain ilmiah, tujuan ini hanya bisa diraih dengan mendengarkan. Mendengarkan dengan demikian memungkinkan seseorang untuk menanggapi setiap persoalan dengan kritis dan paradigmatis. Mendengarkan adalah tesis awal untuk berdialektika dan menghindari jebakan argumentasi ad hominem.

Perayaan ini diakhiri dengan ketukan palu dibarengi pernyataan “Dengan ini tahun ajaran baru resmi dimulai” oleh Pater Xiku sebagai Superior komunitas. (Fr.L. Benevides, CMF)

Mengenal Kitab Suci dan mewartakan Kristus secara tepat

Aimutin, Dili – Timor Leste. Bertempat di Gereja Provisória Parókia São José Aimutin, Dili, Minggu, 1 September 2019, telah berlangsung Misa Agung Pembukaan Bulan Kitab Suci. Dalam arak-arakan menuju Altar Ekaristis, Alkitab Besar dan Kecil dibawa oleh 12 pasang Keluarga Katolik, dan diiringi Tarian Likurai, untuk mengagungkan Kitab Suci, yang selain Buku Suci, Hukum Allah, Sejarah Keselamatan Manusia, Sabda Allah, Kebenaran, Pedoman Hidup juga sekaligus Diri Pribadi Sang Kristus itu sendiri. Misa Kudus dihadiri ribuan umat Katolik, awam dan religius, juga dirayakan bersama oleh Pastor Paroki, Emanuel Lelo Talok, CMF, Pastor Jose Siquiera, Cavanis dan Pastor Lord Winner, CMF.

Dalam homilinya Pastor Selebran, Emanuel Lelo Talok, CMF menandaskan bahwa Dei Verbum nomor 22 mengundang agar pintu masuk kepada Alkitab dibuka lebar-lebar kepada Umat Allah. Karena dengan mengenal Kitab Suci, kita kian mengenal, mencintai, menghidupi dan mewartakan Kristus secara tepat. Ada empat hal penting berkaitan dengan perayaan Bulan Kitab Suci adalah: Pertama, Orang Kristen harus memiliki dan membaca Kitab Suci (Kitab). Kedua, Orang Kristen harus mendengarkan dan menerima Sabda Kristus, mengimaninya (Pewartaan). Ketiga, Segala kebaikan Allah lewat kesaksian hidup yang tak terkatakan adalah juga Sabda Allah yang mengilhami kita setiap waktu (Kesaksian). Keempat, Sang Sabda adalah Kristus itu sendiri (Sang Sabda Asali).

Dalam pesan singkatnya, Pastor Lord Winner yang juga adalah Pimpinan Procura Misio CMF sedunia di Roma, mengharapkan bahwa Umat Allah di Timor Leste, bisa dengan semangat misioner menolong karya misi Claretian, yang juga memberi kepentingan bagi tugas pelayanan Sabda.

Inácio Moreira sebagai Wakil Ketua Dewan Paroki menghimbau agar Umat memanfaatkan Bulan Kitab Suci ini dengan baik, agar bisa memetik hasil iman nantinya.

Kegiatan Bulan Alkitab 2019 ini akan diisi dengan kegiatan “Formasaun Liturjía no Bíblia nian” yang akan berlangsung selama tiga hari Sabtu di tiga tempat berbeda yakni di Stasi Foho Fehan (Lesibutak), 7 September diikuti sekitar 300 peserta, di Stasi Tasifeto Motaain, 21 September diikuti sekitar 300 peserta dan di Pusat Paroki yakni Regio Raiklaran dan Tasimane di Fomento 1, diikuti sekitar 300 peserta. Tema formasi adalah tentang Kitab Suci, Ekaristi dan Kepemimpinan Kristen. Tema dipersiapkan oleh Pastor Emanuel Lelo Talok, CMF, Pastor Joel Pinto, OFM dan Pastor Johanes Hans, OFM juga Suster Margareth, ACI.

Kegiatan ini terselenggara berkat kerjasama yang baik antara Komisi Kitab Suci dan Komisi Liturgi Paroki. Ketua Panitia Bulan Kitab Suci 2019 ini adalah Dr. José António yang juga adalah Wakil Ketua 2 Dewan Pastoral Paroki São José Aimutin, Dili, Timor Leste. (Pe. Emanuel L. Talok, cmf)