“Dibabtis dan Diutus” Kunjungan Para Claretian dan Paguyuban Flobamora ke Kapela St. Mikael Tanjung Kait

Tanjung Kait, Jakarta. Pada Minggu 27 Oktober 2019, komunitas para Misionaris Claretian (para imam, diakon dan frater CMF) yang berdomisili di Cluster Catalina-Gading Serpong, bekerjasama dengan paguyuban Flobamora Paroki St. Laurensius Alam Sutera, mengunjungi dan merayakan Ekaristi bersama umat katolik di Kapela St. Mikael Tanjung Kait—Paroki St. Gregorius Kota Bumi Keuskupan Agung Jakarta. Kunjungan ini merupakan puncak perayaan mengenang 149 tahun wafatnya Pendiri Kongregasi Para Misionaris Claretian, St. Antonius Maria Claret (yang sebenarnya terjadi pada 24 Oktober) sekaligus penutupan bulan misi Claretian dan syukuran tahbisan diakon dari Dkn. Metodius Manek, CMF dan Dkn. Yeremias Nardin, CMF. Ketiga tema perayaan ini dirangkum dalam tema utama panggilan hidup seorang Kristiani, “Dibabtis dan Diutus”. Tema ini dipilih untuk menyadarkan kembali bahwa di dalam diri setiap orang yang dibabtis selalu terdapat misi, yakni diutus untuk menjadi saksi dan pembawa pesan sukacita Injil.

Rm. Yohanes Krisostomus Jaya Jawa, CMF, selaku pimpinan komunitas Claretian Catalina-Gading Serpong dan Selebran dalam perayaan syukur ini, mengatakan bahwa kunjungan ini merupakan cara sederhana tetapi sangat mendasar bagaimana memahami misi zaman sekarang. Bermisi tidak lain menurut Rm. Kris, adalah berbagi dari kemurahan hati. Dalam renungannya dia menegaskan, “Bermisi dalam arti yang mudah adalah saling mengunjungi dan berbagi sukacita iman agar saling meneguhkan dan bertekun dalam panggilan hidup sebagai pengikut Kristus”. Tindakan ini harus muncul dari kelimpahahan hati (ex abundantia cordis), yaitu hati yang meluap-luap dengan kebaikan dan hati yang mendesak seseorang berbagi kebaikan kepada sesama, terutama mereka yang berada pada tapal batas kehidupan dan kemanusiaan. “Sebagai orang-orang yang telah dibabtis, kita semua diutus untuk berbagi kasih dan kebaikan dari kelimpahan hati kita masing-masing. Dengan cara itulah kita semua menjadi misionaris, yakni saksi-saksi dan pembawa pesan sukacita Injil di manapun kita berada”, demikian pesan misionaris yang lama berkarya di Timor Leste ini.

Kunjungan ini sangat berkesan bagi semua pihak yang terlibat di dalamnya. Bpk. Agus, ketua Kapela St. Mikael Tanjung Kait, sangat antusias dengan kehadiran para Claretian dan paguyuban Flobara ini. “Kami sangat senang karena dikunjungi seperti ini. Besar harapan kami, kunjungan ini akan terus berlanjut di masa mendatang”. Selain itu, ibu Grace Njo, ketua paguyuban Flobamora Paroki Alam Sutera, juga mengungkapkan kegembiraan dan rasa syukur atas partisipasi paguyuban yang dipimpinnya dalam kunjungan ini. “Sebagai paguyuban, kami sangat senang bisa berpartisipasi dalam kegiatan seperti ini. Semoga kegiatan hari ini membakar semangat pelayanan kita semua sesuai dengan panggilan hidup kita masing-masing, dan kerjasama dengan para Claretian kiranya dapat berlanjut dalam kegiatan-kegiatan selanjutnya”.

Semoga sukacita iman dalam kunjungan ini berkanjang dan menjadi kekuatan untuk menghadapi tantangan hidup sehari-hari. (Dkn. Yeremias Nardin, CMF – CH Catalina, Gading Serpong – Jakarta)

Pesta Claret di Panite: “Caritas Christi Urget Nos”

Panite, Indonesia. Pekikan itu membahana di seantero negeri. Semua yang menamakan diri sebagai Claretian sungguh menantikan tanggal 24 Oktober. Pekikan yang sama juga sedang bergema di Panite, tepatnya di Paroki Santa Theresia Kanak-Kanak Yesus. Para Claretian bersama umat sedang bersukacita dalam Pesta Santo Antonius Maria Claret. Dalam kegembiraan pesta Santo Antonius Maria Claret, paroki juga turut merayakan pesta pelindung paroki, yakni Santa Theresia Kanak-Kanak Yesus, yang sedianya dirayakan setiap tanggal 1 Oktober.

Pada pesta Claret kali ini, Komunitas Paroki Panite bergabung bersama Komunitas Novisiat Claretian Benlutu untuk merayakannya secara bersama-sama. Hal itu terhitung sejak rekoleksi bersama yang dilaksanakan pada Selasa, 8 Oktober 2019 lalu. Pesta yang dilaksanakan pada sore hari ini berlangsung khidmat. Misa dipimpin oleh P. Frederikus Jampur, CMF. Sedangkan kotbah dipercayakan kepada Diakon Agustinus Harun Weruin, CMF. Dalam kotbahnya, diakon Gusti mengajak semua umat yang hadir untuk merenungkan pesta-pesta yang terjalin dalam satu peristiwa iman, yakni Perayaan Ekaristi.

Dalam dua pesta santo/santa ini, kegembiraan juga turut dirasakan oleh ke-25 anak paroki. Hari ini mereka bergembira dengan menerima Komuni Kudus, Tubuh dan Darah Kristus. Diakon Gusti dalam kotbahnya menasihati ke-25 anak ini untuk yakin dan percaya bahwa yang mereka terima nanti bukan sekadar roti dan anggur, namun sungguh-sungguh Tubuh dan Darah Yesus Kristus sendiri.

Selain itu, dalam kotbahnya pula, diakon mengajak ke-25 anak beserta umat beriman yang hadir untuk senantiasa mengikuti Yesus Kristus. Pada kesempatan yang sangat berahmat itu, diakon yang baru saja ditahbiskan itu mengajak umat beriman untuk mencontohi P. Claret. Menurutnya, Claret adalah gambaran “martir putih”. Disebut demikian karena P. Claret tidak menumpahkan darah ketika wafat. Namun, diakon menyebut demikian karena cara hidup Claret yang sungguh kudus. Gelar “martir putih” diperoleh Claret karena sering ia mengikuti doa-doa Gereja, semisal Ekaristi dan brevir setiap hari. Diakon mengharapkan agar setiap orang mencontohi teladan hidup yang demikian.

Pesta santa pelindung paroki dan pesta Bapa Pendiri yang dilaksanakan di Panite ini memuat beberapa kegiatan, yakni Kuis Claret, Lomba Tebe-tebe dan Lomba Dansa. Semua yang terlibat dalam peritiwa iman ini sungguh berbahagia. Selamat Pesta Claret untuk kita semua! Caritas Christi Urget Nos! (Fr. Mario F. Cole Putra, CMF – TOP-er Novisiat Claret Benlutu)

“Rohku untuk seluruh dunia”

Yogyakarta, Indonesia. Kamis, 24 Oktober 2019, perasaan sukacita menyelimuti suasana hati setiap anggota Kongregasi Putra-Putra Hati Tak Bernoda Maria (CMF), khususnya Komunitas Wisma Skolastikat Claretian Yogyakarta. Bersamaan dengan Pesta Bapa Pendiri, St. Antonius Maria Claret, komunitas juga merayakan misa pengikraran kaul kekal religius dari ketujuh misionaris muda, Fr. Aloysius Etwino Ganti, CMF, Fr. Krisantus Emanuel Nurak, CMF, Fr. Yohanes Naharjo Klau, CMF, Fr. Agustinus Djeramu, CMF, Fr. Arnoldus Kutu Ndiwa, CMF, Fr. Silvestre Antonio Pereira, CMF, dan Fr. Lukas Benevides, CMF. Dengan langkah yang pasti dan suara yang lantang mereka mengikrarkan kesetiaan terhadap Yesus Kristus, Gereja, dan Kongregasi. “Demikian saya mengaulkan kepada Allah, Kemurnian, Kemiskinan, dan Ketaatan untuk selama-lamanya, dan saya melibatkan diri untuk hidup dalam komunitas kehidupan kerasulan dari kongregasi”.

Pater Yohanes Maria Vianey Lusi Emi, CMF, Superior Delegatus CMF Indonesia-Timor Leste sekaligus selebran dalam Perayaan Ekaristi ini mengajak kauliawan dan umat semuanya untuk belajar dari kisah hidup Ayub. Dalam homilinya Pater Vianey mengatakan, “dengan yakin Ayub berkata, sekarang mataku sendiri memandang Engkau, senada dengan Ayub, saya mau bertanya kepada para kauliawan, Apakah para saudara secara personal telah melihat atau memandang Sang Guru, Yesus Kristus?”. Memandang Yesus, mengandaikan seseorang telah mampu hidup dalam kedalaman spiritual. Pertanyaan Pater Vianey, sekiranya menjadi penggugah perefleksian para kauliawan, juga para umat yang hadir dalam perayaan sukacita tersebut.

Di akhir perayaan Ekaristi, Pater Vianey sebagai Superior Delegatus Kongregasi Claretian Indonesia-Timor Leste, mengumumkan tempat perutusan ketujuh kauliawan. Fr. Arnoldus Kutu Ndiwa, CMF, akan berlangkah menuju Komunitas Claretian di Frankfurt, Jerman. Fr. Etwino Ganti, CMF, bersiap mengemban misi di Komunitas Claretian Salele, Timor Leste. Fr. Krisantus Emanuel Nurak, CMF, akan menjadi anggota Komunitas Biara St. Antonius Maria Claret, Sinaksak, Siantar. Fr. Yohanes Naharjo Klau, CMF, segera bergandeng tangan dengan misi Claretian di Tanah Borneo, Paroki Sta. Maria Immakulata Wayun, Palu Rejo. Fr. Agustinus Djeramu, CMF, bersiap menatap misi Claretian di Tanjung Balai, Paroki St. Mikael. Fr. Silvestre Antonio Pereira, CMF, kembali mengolah misi di Seminari Hati Maria, Kupang. Dan Fr. Lukas Benevides, CMF, melanjutkan karya menyemai bibit panggilan Claretian di Pra Novisiat Claretian, Kupang. Semoga Roh Kudus selalu menyertai perjalanan misi mereka. (Frs. E. D. Koten & R.M. Paing, CMFF – Skolastikat Claretian Yogyakarta)

Feast of St. Anthony Mary Claret (Message 24th October 2019 )

Dear brothers,

In this extraordinary Missionary month of October, we enter the 150th year of the completion of the mission of Father Claret on earth. The official inauguration of the anniversary of his call to heaven is envisaged on 25th January in Santiago de Chile together with all the Major Superiors during the celebration of the 150th year of the arrival of Claretian Missionaries to the “young vine” of America. The conclusion of the Jubilee year would be in Vic on 24th October 2020. However, we shall take off from this special missionary month to prepare a meaningful period of internalization of the missionary spirit of our Founder. I urge you to make use of the program of the spiritual itinerary prepared by the General Prefecture of Spirituality to grow closer to our Founder and nurture the missionary spirit that we too have received. How exciting it is for us to think of ourselves as those, in the words of Father Claret, “whom the Lord had given the same spirit that motivated me” (Aut 489). Without this spirit, we may make lot of noise, but not God’s voice for his people like our Founder.

On 24th October 1870 at 8.45 am, our Founder was called to his heavenly abode. The touching description of his last days by Father James Clotet shows how deep was his intimacy with the Lord. Our Founder, a naturally endowed designer, teaches us the beauty of living for the Lord and the art of dying in the Lord. His long-desired goal of shedding his blood for the love of Jesus and Mary and of sealing the truths of the Gospel with the very blood of his veins (Aut 577) was realized in a mystical way in his last days in exile in Fontfroide in France.

Our Founder has left us two beautiful gems that reveal the core of his life. In this jubilee year, we shall nurture our life and mission each day from them. We will do well to have them inscribed in our hearts to imitate his faithfulness to the Lord and keep them written in our rooms as a mirror reminder.

The first is the apostolic prayer of our Founder which declares the mission of his life.

“O my God and my Father, may I know you and make you known; love you and make you loved; serve you and make you served; praise you and make all creatures praise you. Grant, my Father, that all sinners be converted, all the just persevere in grace, and all of us attain to eternal glory. Amen.”

The second is the definition of the missionary which is the best description of his own life and a program of holiness that he has left to us:

A Son of the Immaculate Heart of Mary is a man on fire with love, who spreads its flames wherever he goes. He desires mightily and strives by all means possible to set the whole world on fire with God’s love. Nothing daunts him; he delights in privations, welcomes work, embraces sacrifices, smiles at slander, and rejoices in suffering. His only concern is how he can best follow Jesus Christ and imitate Him in working, suffering, and striving constantly and single-mindedly for the greater glory of God and the salvation of souls.

I hesitate to add anything to these spiritual jewels by way of comment or explanation. What is important is to fan the fire of God’s love within us by being close to our Founder. Father Claret’s life testifies that the flame of God’s love spreads wherever a missionary goes, be it to a village or a town, to distant island or to a royal palace. It is the fire, unlike other passions, that goes on burning without burning us out.

Let us keep returning to the spiritual treasures of our Founder to draw apostolic force to be truly God’s mission in the world.

I wish the whole Claretian Family, friends and lovers of our Founder a very joyful feast of St. Anthony Mary Claret.

Fr. Mathew Vattamattam, CMF

Superior General

CLARET: MISIONARIS APOSTOLIK

Oleh P. Yohanes DS. Jeramu, cmf (Superior & Formator CH Kupang)

  1. Pengantar: Detak Nadi Sang Misionaris

Darah dan gairah sebagai misionaris adalah sesuatu yang inheren dalam detak nadi hidup dan karya Pater Claret. Sejak menjadi Pastor rekan dan ekonom selama 4 tahun berkarya di Paroki St. Maria Sallent, dia sungguh menyadari bahwa dirinya tidak cukup hanya menjadi seorang imam projo, yang hanya melayani di satu paroki saja. Dia merasa terpanggil untuk melayani melampaui territorial Cataluña, menjadi misionaris universal. Detak nadi misionernya menggerakan dia untuk tidak merasa nyaman dan puas dengan hanya memimpin misa dan melayani sakramen; Claret menyadari bahwa Allah memanggil dan mengutusnya untuk menjadi pewarta Sabda yang meretas batas-batas parokial, membawa sukacita Injil kepada semua orang dan segala bangsa, khususnya pertobatan bagi para pendosa, pembebasan bagi mereka yang tertindas dan kabar baik bagi mereka yang sakit dan miskin (cf. Aut. 110, 111).

Dalam penjelasan tentang perumpamaan talenta, sebagaimana Claret kisahkan dalam Avisos a un sacerdote (apendiks no. 12), ia menunjukan perbedaan antara seorang misionaris dan seorang pastor paroki. Keduanya telah menerima talenta imamat, pastor paroki menerima satu talenta tambahan, yaitu paroki, sementara seorang misionaris telah menerima empat talenta lain, yakni seluruh dunia. Dalam satu surat kepada seorang calon misionaris yang tergoda untuk menjadi seorang canonis ia menulis: “Perlu diingatkan bahwa menjadi seorang misionaris itu lebih dari seorang pastor paroki, lebih dari seorang canonis, lebih dari… Bahaya-bahaya yang ada dalam dua status ini lebih besar dan hasilnya kurang dibandingkan dengan status sebagai misionaris” (Epistolario, surat 886).

Pasion misionarisnya ini berbasiskan pada kecintaanya yang luarbiasa akan Sabda Allah. Bisikan profetis nabi Yesaya dan Yeremia menginspirasi dan mendorongnya untuk menjadi corong Sabda Allah (Aut. 113-120). Claret merasa terpanggil untuk meneladani dan menyerupai Yesus yang mewartakan Sabda Allah dari satu tempat ke tempat yang lain. Mosen Claret menyadari bahwa “kegalauan teologis” akan pengalaman mistiknya ketika masih berumur 5 tahun: selamanya, selamanya, selamanya…penderitaan abadi itu hanya bisa terjawab secara ekslusif melalui pewartaan Sabda; hanya kehangatan dan ketajaman Sabda Allah yang mampu menobatkan dan menyelamatkan manusia dari ancaman derita kekal. Kesadaran soteriologis inilah yang membuat Claret tidak pernah merasa lelah untuk berkotbah dan menobatkan begitu banyak orang. Detak nadi misionaris dan pasión akan Sabda Allah inilah yang menyakinkan pater Claret pada September 1839 meninggalkan spanyol dan pergi ke Roma untuk menyerahkan diri pada Propaganda Fide agar bisa diutus menjadi misionaris ke seluruh penjuru dunia.

  1. Misionaris Apostolik: Identitas Panggilan dan Misi Claret

Pada bulan Juli 1841 Claret menerima gelar “Misionaris Apostolik” dari Tahta Suci. Sebuah gelar yang mengindikasi bahwa seseorang menerima previllage atau hak istimewa secara yuridis yang mengizinkannya untuk berkotbah di mana saja, tanpa terikat pada satu paroki atau keuskupan tertentu. Bagi Claret, gelar ini bukan hanya sebatas suatu kehormatan ataupun sesuatu yang yuridis, melainkan sebuah gelar yang mengkonfirmasi semangat dan gairah misioner yang sudah terpatri dalam dirinya sejak lama. “Misonaris Apostolik” merupakan gambaran yang lebih otentik dan mendalam berkaitan dengan personalitas Pater Claret. Gelar “Misionaris Apostolik” mengekspresikan definisi dirinya yang esensil (Cf. MCT 56). Seluruh dinamika hidup panggilan dan misi Pater Claret senantiasa dijiwai oleh roh misionaris apostolik tersebut. Hidup, panggilan dan misi Claret selalu berdimensi apostolik.

Claret memahami kata “Misionaris” sebagai karya evangelisasi, mewartakan Sabda Allah, sebagaimana dihidupi oleh para nabi, sembari mengesampingkan struktur-birokrasi pastoral dan sacramental. Baginya, kata misionaris berkaitan erat dengan Pribadi Kristus: Yang Diurap dan Diutus; Yesus Kristus adalah “Cabeza de los misioneros” (Kepala dari para misionaris). Kesadaran kristologis inilah yang terus menggerakan Claret untuk menyerupai Kristus, menyatukan dirinya dengan-Nya, mengikuti dan menderita bersama-Nya demi pewartaan Sabda Allah. Claret merasa terpanggil untuk menyerupai seutuhnya Yesus yang mewartakan Kabar Baik, berjalan dari satu tempat ke tempat yang lain, dan bahkan berpuncak pada pengorbanan di Salib. Singkatnya, Claret bertekad menyerupai kemisionarisan Yesus sendiri.

Demikianpun, Claret menginterpretasi kata “Apostolik” berkaitan dengan corak hidup dan misi Para Rasul. Mereka terpanggil hidup secara dekat dengan Yesus, dan mereka diutus untuk mewartakan Injil sampai ke ujung dunia. Claret juga memahami kata apostolik sebagai corak hidup yang berpusatkan pada kemiskinan, dan kesiapsediaan untuk diutus kemana saja dalam spirit itinerant yang konstan, serta hidup dalam komunitas dan persaudaraan demi pelayanan akan pewartaan Injil.

  1. Karakter-Karakter Misionaris Apostolik Claret

Totalitas hidup dan karya Pater Claret seutuhnya berfondasikan pada identitasnya sebagai “Misionaris Yesus Kristus” seturut gaya dan corak hidup Para Rasul. Kita dapat menyebutkan beberapa karakter fundamental Misionaris Apostolik Claret:

Pertama, Pasion-Gairah. Pater Claret mendefinisikan “pasion” sebagai kasih yang bernyala-nyala (cf. Aut.381). Dia mengutip kata-kata St. Agustinus: “kasih dikenal melalui pasion. Siapa yg tdk memiliki pasion berarti tak memiliki kasih“. Claret memahami Kasih itu sebagai “ser activo y sufrir” (menjadi aktif dan menderita):memasuki pekerjaan-pekerjaan, berkorban dan menderita demi kemulian Tuhan dan kebaikan sesama (cf. Aut. 382).Bagi Claret, seorang misionaris harus memiliki “gairah apostolik“ dan terdorong selalu oleh kasih Kristus (Caritas Christi Urget Nos). Namun, sebagaimana diyakini Claret, Pasion itu bukanlah produksi dari usaha dan jasa manusia, melainkan sebuah anugerah dari Roh Kudus. Maka, seorang Misionaris Apostolik itu diurapi dan diutus oleh Roh Kudus (Aut.118). Keterbukaan terhadap daya Roh Kudus menjadikan seorang misionaris mencintai dan berpasion-gairah akan pewartaan Sabda Allah.

Kedua, Diutus. Claret memahami semangat misionernya dgn kata-kata: “spiritus Domini super me et evangelizare pauperibus misit me Dominus (Aut. 118; Lk. 4:16-) – Roh Tuhan ada padaku, untuk mewartakan Kabar Baik kepada orang-orang miskin. Claret meghayati pengurapan dan perutusan oleh Roh Kudus untuk mewartakan kabar gembira kepada orang miskin. Dalam seluruh karya misinya, Claret selalu bersedia untuk diutus kemana saja (Aut. 156,161). Dimensi perutusan ini senantiasa dibingkai oleh sikap taat dan setia selalu pada perutusan uskup (Aut. 195), bukan demi “keinginan pribadinya” (Aut.194, 196); Claret senantiasa mengutamakan “perkara-perkara Gereja” (Aut.734, 735). Pater Claret sungguh menyadari bahwa Ketaatan akan perutusan menjadikan kerasulan kita akan menghasilkan buah (Aut. 192).

Ketiga, Kesaksian. Bagi Claret, seorang misionaris apostolik hendaknya menghayati gaya hidup yang sungguh apostolik dan injili. Seorang misionaris adalah tanda dan saksi akan Kerajaan Allah dan Injil Kristus. Demikian digarisbawahi oleh Claret dalam autobiografinya: “Dengan meneladani Kristus, seorang misionaris harus membuat dan mempraktekan lebih dahulu, barulah mengajar” (Aut. 340). Hal ini selaras dengan pernyataan Dokumen Kapitel Mision Claretian Today: “Kesaksian hidup adalah sarana istimewa bagi evangelisasi. Evangelisasi tanpa kesaksian hidup yang benar maka karya pewartaan kita mustahil bisa dipercayai” (MCT 152).

Keempat, Kerasulan lingkar luar-periferi. Dalam seluruh hidup dan pelayanannya, Claret selalu menunjukan kedekatan,cinta dan kepedulian terhadap mereka yang miskin. Dia merasa dipanggil dan diutus untuk mewartakan Injil dan berpihak terhadap orang-orang kecil dan miskin. Sikap option for the poor bukanlah sebatas pada rasa iba atau belaskasihan, melainkan secara nyata dan total bersolider dan berpihak terhadap orang-orang kecil dan miskin yang dijumpainya dalam ziarah misionernya. Dalam Autbiografinya kita dapat menemukan beberapa contoh kongkrit tindakan bela rasa dan solidaritas Claret terhadap mereka, misalnya: dia merelakan jatah makan siang diberikan kepada seorang janda yang anaknya kelaparan; dia tidak merasa sungkan menerima ajakan seorang pengemis untuk makan bareng sepiring buncis bersama-sama; dia tidak pernah merasa lelah mengunjungi orang sakit baik siang maupun malam; Claret selalu membela keadilan dan martabat kaum negro serta menyediakan lapangan kerja selama menjadi Uskup di Kuba; selama dia menjadi Bapa Pengakuan Ratu dia tidak mau tinggal di dalam kenyamanan dan kemewahan istana, tetapi meminta tinggal di luar istana supaya dapat melayani orang-orang kecil dan miskin…. Masih banyak contoh kongkrit lainnya yang menunjukan betapa besar solidaritas dan keberpihakan Claret terhadap mereka yang kecil dan miskin.

Kelima, Komunitas “Sarang Lebah”. “….rumah kami seperti sarang lebah, yang satu keluar yang lain masuk menurut ketentuan yang saya berikan kepada mereka, dan mereka semua selalu sangat gembira dan bahagia. Maka orang-orang di luar heran akan apa yang mereka lihat, dan memuji Allah(Aut. 608). Bagi Claret, keteraturan hidup dan persaudaraan dalam komunitas menjadi tanda kesaksian yang efektif dan kekuatan evangelisasi. Hidup persaudaraan komunitas selain menjadi kekuatan demi kesuksesan dalam bermisi, juga saksi nyata akan Kabar Baik dan sukacita Injil bagi sesama. Kasih, keramahtamaan, solidaritas, communio­, sehati sejiwa dalam hidup bersama akan menjadikan komunitas kita “sarang lebah”, yang menghasilkan madu sukacita bagi orang-orang di sekitar kita.

  1. Catatan Ahkir

Kongregasi kita telah mencanangkan bulan Oktober 2019 sebagai “Bulan Misi Extraordinary-Luar Biasa”. Sebagai Misionaris Claretian, kita dipanggil untuk belajar dan menyerupai spirit Misionaris Apostolik St. Antonius Maria Claret. Di tengah arus gelombang perubahan zaman now, kita dituntut untuk tetap teguh dan setia pada kharima misioner yang telah diwariskan oleh Bapa Pendiri kita. Kita semua diminta untuk tidak melupakan identitas kita di tengah dunia dan Gereja, yakni sebagai Misionaris-pewarta Sabda Allah. Misionaris adalah ADN kita sebagai Claretian. Missionarii sumus…Somos Misioneros…We are Missionaries…KITA ADALAH MISIONARIS.

Bibliografi:

  1. Jose Maria Viñas dan Jesus Bermejo, San Antonio Maria Claret, Autobiografia, Editoral Claretiana, Barcelona, 2018.
  2. Emilio Vicente Mateu, San Antonio María Claret, Misionero Apostólico, Publicaciones Claretiana, Madrid, 2017.