Selamat jalan Misionaris Kerahiman Ilahi

(In Memoriam P. Yohanes Maria Vianey Lusi Emi, CMF)

Pater Vianey, demikian sapaan akrabnya lahir di Waipukang, Larantuka, Flores Timur, NTT pada tanggal 08 Mei 1972, dari pasangan Bapak Gregorius Iko dan Maria Glema Langoday, dengan nama lengkap: Yohanes Maria Vianey Lusi Emi.

Setelah menyelesaikan masa pendidikan awal, benih panggilan untuk menjadi imam-misionaris berkecambah dalam hatinya. Iapun menanggapi sapaaan Allah yang mengetuk bilik bathinnya ini dengan masuk Seminari San Domingo Hokeng Jaya, Kec. Wulanggitang, Flores Timur, NTT. Setamat dari Seminari San Domingo Hokeng, Pater Vianey berusaha merawat benih panggilan yang baru bertunas dengan masuk menjadi anggota Societas Verbi Divini atau SVD dan menjalankan masa novisiat di Novisiat SVD Nenuk – Atambua, Belu. Namun rupanya pilihan menjadi anggota Serikat Sabda Allah bukan merupakan narasi hidup dan mimpi misionernya di masa depan. Atas alasan tertentu, ia memilih untuk meninggalkan Novisiat SVD Nenuk dan mulai menganyam narasi hidup biasa di luar biara.

Rupanya keindahan sequela Christi terus membujuknya untuk masuk dalam keluarga baru hidup bakti di bawah semangat St. Antonius Maria Claret. Karena itu pada tahun 1993 ia memilih untuk bergabung dengan Kongregasi Para Misionaris Claretian dan memulai formasi misioner-Claretiannya di Seminari Tinggi Claret (sekarang Pra Novisiat Claret), bersama dengan kesembilan belas teman seangkatan lainnya. Pada tanggal 02 Februari 1995, ia memulai masa postulant dan setahun kemudian, pada tanggal 14 Agustus 1996, ia menjalani masa novisiat di Novisiat Claret Fohorem, Suai, Timor Timur (sekarang Timor Leste), di bawah bimbingan Magister Novis, P. Eduardo Monge, CMF

Kerinduan dan komitmennya menjadi misionaris seluas dunia terjawab serta dikukuhkan dalam pengikraran kaul perdananya pada tanggal 15 Agustus 1997 di hadapan P. Felicisimo “Fil” Tarozza, CMF. Penggabungan sementara bagi Pater yang selalu menyapa sesama konfraternya, “Om Tuan,” “Ka’ Pater,” dengan gaya khasnya yang luwes dan sangat bersahabat ini, selalu memiliki intensi kekal, seperti memory Allah yang selalu kekal, mengingat dan mencintai anak-anak-Nya, sebagaimana pesan-pesan biblis-inspiratif yang selalu ia bagikan.

Tahun-tahun filsafat dan orientasi pastoral dilewatinya di Fakuktas Filsafat Agama – UNWIRA Kupang dan Seminari Tinggi Claret Kupang dari tahun 1994-2000. Sedangkan studi teologi ditempuhnya di Fakultas Teologi Wedabhakti Kentungan, Yogyakarta pada tahun 2000-2003. Pesona sequela Christi merampas seluruh isi hatinya hingga tidak bisa berbuat apa-apa kecuali menggabungkan diri secara kekal di dalam Kongregasi Putra-Putra Hati Tak Bernoda Maria (Misionaris Claretian), dalam pengikrarkan kaul kekal pada tanggal 15 Agustus 2001 di Wisma Claretian Yogyakarta.

Misionaris sederhana dan pengkotbah unggul yang fasih mengurai teks-teks Semit ini, ditahbiskan menjadi diakon pada tanggal 26 April 2003 di Kapela St. Paulus Kentungan dari tangan Yang Mulia Mgr. Ignatius Suharyo, Uskup Keuskupan Agung Semarang. Tak lama berselang, pada tanggal 29 Juni 2003 ia ditahbiskan menjadi imam di Katedral Kristus Raja Kupang oleh Yang Mulia, Mgr. Petrus Turang, Uskup Keuskupan Agung Kupang. Baginya, Imamat menjadi puncak ziarah missioner-kemuridannya untuk semakin mengenal, mencintai, melayani Allah dan sesama, “supaya Allah menjadi semua di dalam semua” (1Kor 15:28), sebagaimana motto tahbisannya.

Letupan dan gairah missioner membakar jiwa mudanya sebagai misionaris dan itu yang membuatnya tak bisa tinggal diam, kecuali siap untuk diutus ke mana saja Kongregasi dan Delegasi membutuhkan. Iapun membagi rahmat imamat-misionernya dengan umat sederhana di Paroki Hati Tak Bernoda Maria, Fohorem, Keuskupan Maliana, Timor Leste. Memory Fohorem dan Timor Leste pada umumnya membekas dan membentuk jiwa misionernya untuk selalu beropsi dan solider dengan orang-orang kecil-sederhana. Meski tentu ia sangat mencintai misinya di keheningan pegunungan Fohorem, tetapi demi pelayanan yang lebih luas di masa depan, ia mentaati perutusan barunya menjadi staf formator di Seminari Hati Maria Kupang, sambil mempersiapkan diri dan dokumen keberangkatannya ke Roma untuk tugas studi.

Pada awal tahun 2006, Pater yang sederhana dan rendah hati ini berangkat ke Roma untuk studi lanjut di Pontifikal Institut Biblicum, sebuah Institut Kitab Suci ternama dan sangat disegani, lantaran sulitnya berjibaku dengan bahasa-bahasa kuno dunia Alkitabiah. Namun kesulitan-kesulitan itu dilewati dan tidak pernah mematahkan semangat pencarian Pater yang menguasai beberapa bahasa ini. Kurang lebih empat tahun di Roma (2006-2010), ia menggeluti lapisan-lapisan naskah papyrus dan gulungan Laut Mati dengan cita-cita missionernya, agar Allah semakin dikenal, dicintai, dilayanani dan dipuji oleh semua makhluk melalui Sabda-Nya yang revelasikan. Dan ini sesungguhnya inti panggilan khususnya sebagai misionaris di tengah dunia, sebagaimana kata Konstitusi Claretian No. 46, “Panggilan khusus kita di tengah umat Allah adalah pelayanan Sabda, yang lewatnya kita menyampaikan seluruh Misteri Kristus kepada manusia.”

Demi mewujudkan cita-cita misioner pelayan Sabda, sesudah merampungkan studi licentiat Kitab Suci di Roma, Pater yang selalu menggunakan topi kodok ini kembali ke tanah air dan menjadi staf formator di komunitas Skolastikat Claretian Yogyakarta (2011-2014). Selama menjadi anggota komunitas Skolastikat Claretian Yogyakarta, Pater yang suka menyapa dan mengguyon orang menurut bahasa ibu orang bersangkutan itu, terlibat dalam berbagai kegiatan formatif Kitab Suci, JPIC dan atas permintaan Fakultas Teologi Wedabhakti Kentungan, Yogyakarta, mengajar beberapa mata kuliah di lembaga pendidikan calon imam tersebut. Dunia akademik tentu sangat dinikmatinya, namun panggilan misioner mesti selalu membuat sesorang untuk selalu “berada di tengah jalan.”

Pada bulan Juli 2014, Superior General Para Misionaris Claretian, P. Jose Maria Abella, CMF bersama dewannya mengangkat P. Yohanes Maria Vianey Lusi Emi, CMF sebagai Superior Delegatus Claretian Indonesia-Timor Leste untuk masa bakti 2014-2017. Ia adalah Misionaris Claretian pribumi pertama yang dipilih untuk menjadi Superior Delegatus (setingkat Provinsial) untuk melayani dan menganimasi misi Claretian melayani Gereja dan masyarakat di bumi Indonesia dan Timor Leste. Ia mulai meretas pembaruan dalam tubuh delegasi untuk membangkitkan kesadaran dalam diri anggota akan komunio atau persekutuan untuk misi (communion for mission). Kerahiman dan belas kasihan sebagaimana jantung pesan Sabda Allah yang digelutinya di belakang teks-teks kuno, menjadi motor yang menggerakkan pelayanan dan pendekatannya baik kepada sesama konfraternya maupun terhadap umat atau orang yang dijumpainya. Inilah pesan kuat yang kita alami dari pribadinya yang kalem, jika kita pernah mengenalnya lebih dalam.

Rupanya pola kepemimpinan yang inklusif, merangkum dan merangkul semuanya ini serta teristimewa kesiap-sediaan misionernya membuat Superior General, P. Mathew Vattamattam, CMF bersama dewannya, mengangkat kembali Pater yang suka berdiskusi tentang masalah sosial dan politik ini untuk menjadi Superior Delegatus Claretian Indonesia-Timor Leste masa bakti 2017-2020. Pada periode keduanya ini ia menganimasi misi dan pelayanan Delegasi untuk masuk dalam tiga gerakan transformatif di bawah terang mandat Kapitel Umum XXV: Berjalan (to Walk), Menemani (to Accompany) dan Menyembah (to Adore). Dalam dua masa kepemimpinannya ini ia berusaha untuk membangun konsolidasi ke dalam, memperkuat communio dan pada saat yang sama menjawab kebutuhan misi-misi baru di dalam Delegasi.

Gagasan dan mimpi visionernya ini rupanyan tidak sejalan dengan ketangguhan ragawinya. Pada bulan Agustus 2019, Pater Vianey jatuh sakit dan dirawat di RS CB Belo untuk beberapa hari. Diagnosa dokter menunjukkan bahwa ada penumpukkan lemak dalam darah yang menyebabkannya mengalami stroke ringan. Untunglah keadaan ini bisa teratasi. Setelah kesehatannya agak pulih, Dewan Delegasi dan para konfrater menganjurkan agar dia menjalankan pemeriksaan yang lebih lengkap di RS Elizabeth Semarang dan menjalani masa pemulihan kesehatan di Komunitas Skolastikat Claretian Yogyakarta. Meskipun dengan kondisi kesehatannya yang menurun ia tetap dan berusaha untuk menjalankan tugas kepemimpinannya untuk menganimasi hidup dan misi Delegasi dengan baik serta tetap ikut dalam program kerja para pemimpin organisme tinggi se-Kongregasi. Pada bulan Januari 2020, Pater Vianey ikut dalam pertemuan para pemimpin tinggi se-Kongregasi di Talagante, Chile untuk merumuskan persiapan Kapitel Umum XXVI pada Agustus-September 2021 mendatang. Dalam pertemuan tersebut, beliau melontarkan satu pernyataan yang sangat impresif tentang persaudaraan lintas batas di dalam keluarga besar Kongregasi Claretian, “No hay extrajeros para nuestra Congregación, todos somos hermanos.” (Tidak ada orang asing dalam Kongregasi kita, kita semua adalah saudara).

Mimpi persudaraan seperti inilah yang akan terus ditenun di Delegasi Indonesia-Timor Leste untuk tetap menjadi misionaris yang berjalan, menemani dan menyembah Allah sambil terus berakar ke dalam pada warisan karismatis dan berani keluar untuk menjawab tantangan tanda-tanda zaman, yang seyogianya ditelisik bersama dalam Assembly Delegasi di ujung masa kepemimpinannya. Sayangnya wabab corona memenggal hasrat dan gairah menyambung dan menenun mimpi bersama ini. Pada tanggal 16 Oktober 2020, Superior General, P. Mathew Vattamattam, CMF bersama dewannya di Roma mengumumkan berakhirnya masa kepemimpinan P. Yohanes Maria Vianey Lusi Emi, cmf bersama para dewannya dan mengangkat dewan kepemimpinan yang baru untuk periode 2020-2023. Di sisa-sisa hari menuju pengukuhan dewan baru, Pater yang selalu menyapa siapa saja yang berpapasan dengannya ini, mempersiapkan seluruh acara serah-terima kepemimpinan dengan baik, termasuk membereskan semua laporan trinneal kepemimpinannya di periode kedua. Pada tanggal 24 Oktober 2020, di dalam sebuah Perayaan Ekaristi yang meriah, pengukuhan Superior Delegatus baru, P. Valens Agino, cmf bersama dewannya dilaksanakan dan usailah tugas beliau menahkodai “kapal” Delegasi Independen Indonesia-Timor Leste sepanjang enam tahun (2014-2020), mengarungi negara kepulauan Indonesia dan daratan Timor Leste.

Hari-hari setelah merampungkan seluruh tugas animasinya menemani Delegasi, adalah saat-saat yang melegahkan, bukan lantaran “kapal” telah berlabuh dan sang nahkoda mendarat sebentar; tetapi karena ia boleh mengambil jarak sesaat untuk melihat dengan jelas mimpi apa yang belum diretas untuk sebuah masa depan yang lebih akurat. Pada tanggal 15 Desember 2020, ia mengambil liburan untuk sejenak menarik nafas dan meninggalkan kepenatan, sambil berkemas menuju perutusan baru di mana Delegasi dan Kongregasi membutuhkannya.

Atas pertimbangan untuk pemulihan kesehatan dan kemungkinan kerasulan-kerasulan lain di masa depan, Dewan Delegasi memutuskan untuk mengutus dan menempatkan Pater Vianey di Komunitas Claetian Taman Ziarah Yesus-Maria Oebelo, Kupang. Di keheningan TZYM Oebelo, dia tentu akan memiliki lebih banyak waktu untuk beristirahat dan memulihkan ketahanan fisiknya yang terkuras. Dalam ketaatan seorang misionaris ia menyanggupi perutusan tersebut. Ia tiba di Taman Ziarah Yesus Maria Oebelo pada tanggal 21 Januari 2021. Kesenyapan puncak Oebelo ternyata tidak meninabobohkan gairah dan mimpi misionernya untuk menjadi misionaris seluas dunia, karena itu ia mempersembahkan dirinya kepada Kongregasi melalui Pater General untuk misi universal. Ia mencoba meyakinkan diri dan Pater General bahwa ia telah pulih benar dan siap diutus ke mana saja. Sayang, mimpi menjadi misionaris seluas dunia, dipenggal ketahanan raga yang tidak sepadan. Pada Minggu, 14 Februari 2021, ia bersama komunitas pergi memeriksa di RS Kartini Kupang, lantaran keluhan demam dan batuk-batuk. Diagnosa dokter menujukkan hasil negatif Covid-19. Tiga hari berselang, yaitu tanggal 17 Februari 2021 komunitas merujuknya ke RS. Carolus Boromeus Belo, Kupang dan diagnosa dokter menunjukkan bahwa saudara kita terpapar Covid-19, diperparah dengan komplikasi sakit bawaan. Lima hari ia berjuang, agar mimpi-mimpi besarnya masih bisa diretas. Namun Sang Khalik lebih mengasihinya dan menjemputnya pulang pada tanggal 22 Februari 2021, pada pkl. 22:41 WITA.

Kepergiannya meninggalkan duka dan kehilangan yang besar, baik bagi Kongregasi Claretian maupun bagi semua anggota keluarga kandungnya. Ia telah merampungkan seluruh tenunan kisah misionernya. Ia telah menjadi Misionaris sampai akhir. Ia akhirnya menenun mimpi dan melanjutkan misinya dari rumah Bapa di surga. Kematian adalah jalan pulang sesuah merampungkan seluruh anyaman kisah kemuridan-misioner sebagai Claretian. Selamat jalan Ka’ Pater, misionaris kerahiman ilahi. Doakanlah kami, Kongregasi dan Delegasi Indonesia-Timor Leste. (pfm)

MENGUATKAN SOLIDARITAS SOSIAL UNTUK UMAT YANG TERDAMPAK PANDEMI COVID-19 PANITE-LINAMNUTU-TOINEKE

Panite-Timor Tengah Selatan-Indonesia. Adalah Prokura Misi Kongregasi menyuntik dana bagi Delegasi Claretian Indonesia-Timor Leste melalui Prokura Misi Delegasinya. Jumlah memang sudah seharusnya tidak perlu diperdebatkan. Rasa kemanusiaanlah yang menggerakkan dana itu tiba di Delegasi. COVID-19 memang bukan berita baru. Satu semester lebih dia menjadi bahan belajar anak-anak manusia. Bahan belajar yang mendatangkan sejumlah rasa iba dan cinta pada kehidupan. Prokura Misi Delegasi yang menerima dana tersebut lalu menggerakkan sayapnya bersama Komunitas SEPEKITA. “Target kita kali ini Panite. Di sana ada Linamnutu yang sekalipun berada di lumbung beras, tetapi umat kita sedang membutuhkan. Karena menggarap sebuah lahan bukanlah alasan memiliki beberapa butir beras. Ada Toineke yang menurut Pastor Paroki Panite, P. Petrus Dami Tasaeb, cmf, adalah tempat yang tidak menanam apalagi memanen. Hujan jarang singgah di sana. Memotong bebak dan dijual pun uangnya tidak seberapa, itu pun jika laku. Ada Pusat Paroki yang tidak semua umatnya mampu. Kita harus ke sana. Bukan saja hanya memberikan sedikit bantuan, tetapi lebih jauh kita hadir dan mendengarkan cerita kehidupan mereka dan memberikan sedikit masukan tentang ‘new normal’ ini”, demikian kata seorang Misionaris.

Tepat pada tanggal 20-21 Juni 2020, kolaborasi ini terjun ke lapangan menjumpai mereka yang membutuhkan. Linamnutu dan Toineke kebagian tanggal 20 sedangkan pusat paroki keesokan harinya. Di Linamnutu (bagian dari Paroki Santa Teresia Kanak-kanak Yesus, Kabupaten Timor Tengah Selatan), sudah menunggu 32 keluarga rentan. Setelah dari sana, tim bergerak semakin ke Timur ke Toineke (juga bagian dari paroki). Di sana sudah menunggu 38 keluarga yang semuanya adalah umat Kapela Toineke. Setelah membahagiakan diri dengan perjalanan kegiatan hari itu, tim beristirahat di pusat paroki dan lalu merencanakan kegiatan keesokan harinya.

Setelah misa bersama umat (di paroki ini sudah diberikan ijinan untuk merayakan Ekaristi bersama umat), tim mulai gerakannya. Dua kelompok dibagi. Satu kempompok adalah 53 keluarga dan kelompok lainnya adalah kelompok anak-anak berjumlah 48 orang anak. “Anak-anak mudah menangkap apa yang disampaikan”, kata seorang anggota komunitas SEPEKITA. Kegiatan berjalan lancar dan terkoordinasi dengan sangat baik. Umat yang dibantu pun merasa sangat berterima kasih. “Pater, terima kasih banyak. Ini sangat membantu saya yang miskin ini”, demikian salah seorang umat memberikan kesan.

Kegiatan ini menginspirasi beberapa pribadi untuk berbagi apa yang mereka miliki melalui jasa dan dana. Sebagian masker yang digunakan dan dibagikan kepada umat adalah bantuan seseorang bernama Pak Piter dan dari KNPI (Komite Nasional Pemuda Indonesia).

Adapun informasi isi bingkisan. Bingkisan untuk keluarga: 5 kilogram beras, 5 bungkus mie, 1 renteng ABC Mocca, 250 gram bawang putih, 5 butir telur, rinso cair dan masker. Sedangkan untuk anak-anak berupa: 1 pak biskuit, 6 bungkus minuman Energen, 1 kaleng susu, permen dan masker. Juga diberikan doorprize berupa: 7 buah sling bag, 8 lembar kemeja anak dan 1 tempat madah bhakti.

Masih ada banyak orang baik di dunia ini. Dunia masih adalah tempat yang layak untuk dihuni. Di tengah COVID-19 atau Corona, saya ingat ada DEWA-19 dengan Kirana. Salah satu syairnya, “Tak akan pernah usai cintaku padamu”. Mari memupuk harapan, cinta dan kebahagiaan di tengah situasi sulit ini. Let’s start the revolution from our bed” (P. Gregorius Berthon Mbete, cmf)

Selamat Ulang Tahun Tahbisan Imam kepada para misionaris kita: P. Pankratius R. Kandelu, cmf (2003), P. Emanuel L. Talok, cmf (2003), P. Yohanes M. Vianey Lusi Emi, cmf (2003), P. Titus G. Tae, cmf (2003), P. Petrus Taneo, cmf (2003), P. Yohanes Benjito Bareto, cmf (2013), P. Dionisius P. A. Nandut, cmf (2013). Berkat Tuhan melimpah dalam tugas dan pelayanan sehari-hari. Congratulations!

Selamat Ulang Tahun Tahbisan Imam kepada para misionaris kita: P. Pankratius R. Kandelu, cmf (2003), P. Emanuel L. Talok, cmf (2003), P. Yohanes M. Vianey Lusi Emi, cmf (2003), P. Titus G. Tae, cmf (2003), P. Petrus Taneo, cmf (2003), P. Yohanes Benjito Bareto, cmf (2013), P. Dionisius P. A. Nandut, cmf (2013). Berkat Tuhan melimpah dalam tugas dan pelayanan sehari-hari. Congratulations!

Menenun Narasi Hidup

Situasi virus corona mendesak semua orang untuk tinggal di rumah saja, bahkan tidak ada misa di paroki-paroki. Umat separoki Santo Antonius Maria Claret, Oenopu pun mengalami hal yang sama. Karena berbagai keterbatasan situasi umat dan keadaan paroki, kami tidak bisa mengadakan misa live streaming. Kami coba melakukan misa dengan menyediakan toa, pengeras suara dan meletakkannya di menara gereja. Hasilnya sangat efektif, banyak umat disekitar gereja paroki senang dan bisa mngikuti misa dari rumah saja.

Setelah melewati satu bulan tinggal di rumah saja, banyak orang mulai jenuh dan bahkan muncul berbagai kesulitan, banyak orang kehilangan pekerjaan yang mengakibatkan kekurangan makanan. Dalam situasi seperti ini, muncul pikiran dari kami para pastor dan beberapa anggota DPP: Bagaimana dan apa yang kita bisa buat. Banyak umat rindu untuk mengikuti perayaan Ekaristi, tetapi takut untuk berkumpul di gereja. Bahkan pasar sebagai pusat perekonomian di paroki Oenopu pun lumpuh total. Menjelang Pekan Suci, kami coba mendekati umat dengan berdoa rosario, membawa Sakramen Maha Kudus dan salib serta memberkati umat dan daun palma dari rumah ke rumah. Menjelang akhir masa Paskah kami pun melakukan hal yang sama, disertai dengan membawa Lilin Paskah dari rumah ke rumah.

Kegiatan pastoral di masa pandemi covid 19 ini, sangat mengesankan bagi saya, banyak umat yang menunggu di rumahnya masing-masing dan partisipasi dalam devosi ini. Bagi saya, inilah cara pastoral yang cocok di saat pandemi Covid 19. Tuhan mengunjungi umat-Nya, saya sebagai imam mengunjungi mereka dan berdoa bersama mereka, sebagai gembala tetap mendekati umat dan menyapa mereka secara lebih dekat. Mereka merasakan sudah lama tidak ke gereja dan merasa haus dan kosong, karena tidak merayakan Perayaan Ekaristi bersama. Disebabkan ketakutan terhadap wabah pandemi covid 19 mereka merasa dipinggirkan, yang diambang batas kekurangan (batas luar), yang terlantar, yang terlupakan, yang miskin, secara rohani. Mereka semua disebut periferi: batas luar lingkaran kehidupan normal manusia.

Selain kegiatan rohani seperti di atas, saya berusaha mencari jalan keluar menghadapi kekurangan sembilan bahan pokok (sembako) dalam keluarga. Aksi peduli Covid-19 di Paroki Santo Antonius Maria Claret Oenopu, merupakan hasil kerjasama: SMGM, CMF, SSV (Serikat Santo Vinsensius Cabang Kupang, para donatur dan umat yang mampu. Kami dapat membagikan 80 paket sembako. Kami juga membagikan pakaian yang layak pakai. Kami mendapatkan sumbangan Sembako dari berbagai pihak, baik dari umat di paroki, anggota SMGM cabang Paroki Oenopu, dari SSV, dari tokoh umat dan dari SMGM pusat. Dengan sebuah prinsip, melayani sesama dengan sepenuh hati dan total, kami meminta dan memberi kepada sesama dengan sukacita. Kami juga membuat laporan kepada penyumbang dengan cara mengirimkan foto saat membagi sembako dan menuliskan refleksi singkat. Rencana “Aksi Peduli Covid-19” ini, masih akan berkelanjutan. Saat ini kami masih mengumpulkan sembako dan menunggu seleksi penerima bantuan sembako.

Bagi saya inilah wujud nyata dari pewartaan sukacita Injil kepada kaum KMTL (Kecil, Miskin, Terpinggirkan dan Lemah). Aksi “Peduli Covid-19” merupakan bentuk pelayanan solider dengan sesama yang berkekurangan. Kebanyakkan penerima sembako adalah para lansia, janda, duda, cacat dan bahkan mereka kebanyakan tinggal di rumah sendiri (lemah dan miskin).

Sungguh, inilah semangat Gereja yang bersolider, saling melengkapi, mewartakan cinta kasih, degan perbuatan nyata. Aksi Peduli Covid 19 adalah bagian dari Gereja yang mengambil bagian dalam kecemasan dan harapan umat KMTL (kecil, miskin, tersingkir dan lemah). Melalui Aksi Peduli Covid 19 kami sudah menjadi “Jembatan Emas” yang menghubungkan antara yang berkecukupan dan mempunyai hati untuk memberi dengan orang yang menyadari kekurangannya dan mau menerima apa yang kita berikan. Bukan soal banyaknya sembako yang kami berikan dan banyaknya orang yang menerima sembako kami, tetapi kami semua mencoba menyerupai Yesus, Claret, Mgr Gabriel Manek, para Kudus, atau Bapa-Bapa Gereja yang mempunyai semangat yang sama untuk berbagai dan mau bersolider dengan sesama. Tidak semua orang yang berkelimpahan mau berbagi dan tidak semua juga orang yang berkekurangan mau menerima apa yang kita berikan, apa lagi untuk bersyukur kepada Tuhan atas rezeki yang diterimanya. Ada juga kisah bahwa kadang ada orang menolak sembako yang kami bagikan. Ada juga yang marah, curiga, iri, dan bahkan bertanya mengapa hanya mereka yang menerima dan mengapa kami tidak mendapat jatah. Masih banyak litani yang lain yang kita jumpai. Semua pengalaman itu, mengajarkan kepada saya, bahwa kalau saya mau berbuat baik dan tulus iklas melayani sesama, selalu melewati “jalan yang sesak dan pintu yang sempit”. Jika saya setia dan bertahan dalam perkara aksi peduli covid 19 ini, maka saya pasti selamat dan mengalami sukacita yang luar biasa.

Sebelum mengalami Covid-19, banyak orang yang gengsi, mempertahankan harga diri dan sangat sombong. Mereka sangat sulit untuk menerima bantuan dan meminta sesuatu kepada sesama demi sesama. Bahkan ada orang yang berkelimpahan sulit memberi kepada sesama dan ada orang miskin yang sulit menerima. Tetapi saat virus corona melanda semua pengalaman itu berubah total, dipatahkan dan kalah. Karena semuanya sama-sama mengakui dan menyadari dirinya punya kekurangan dan sangat terbatas. Selain itu, orang yang biasa memberi karena menyadari bahwa apa yang dia punya datang dari Tuhan, maka tanpa ragu-ragu dia mau memberi dan peduli dengan sesama.

Syukur kepada Allah, kami semua yang tergabung dalam Aksi Peduli Covid-19, Paroki Santo Antonius Maria Claret Oenopu, telah mnjadi “jembatan emas” bagi sesama. dan lebih bersyukur lagi karena para donatur percaya kepada si “jembatan emas,” walaupun tidak berhadapan langsung dengan mereka yang menerima bantuan sembako. Pertanyaan untuk kita semua renungkan saat ini adalah, “Bertahankah kita semua untuk tetap menjadi “jembatan emas” itu dalam pelayanan kepada sesama dengan segenap hati dan total? Mari kita renungkan dan menemukannya dalam pelayanan kita sebagai seorang Misionaris Claretian, yang menggunakan semua sarana yang mungkin untuk mencapai keselamatan. Semoga Roh Tuhan yang ada pada kita dan telah mengurapi kita, terus menjiwai, mendampingi dan bertindak bersama kita. (P. Silverius P. Homa, cmf & P. Konstantinus Lakat, cmf).