Penfui, Kupang. Senat Mahasiswa Fakultas Filsafat Universitas Widya Mandira (UNWIRA) Kupang menyelenggarakan Festival budaya di Aula St. Maria Imaculata, di Kampus UNWIRA Kupang. Festival ini diselenggarakan dengan tema “Membangun Semangat Multikulturalisme dalam Bingkai Bhineka Tunggal Ika” yang dilaksanakan pada 26-27 Juni 2022.
Dalam memeriahkan festival budaya tersebut, diadakan berbagai pertunjukan seni budaya dari berbagai daerah di NTT dan dari luar NTT yang diwakili oleh setiap mahasiswa yang berkuliah di UNWIRA Kupang.
Perayaan puncak Festival budaya ini juga diikuti oleh beberapa fakultas yang bernaung di bawah payung kampus UNWIRA, seperti Fakultas Teknik, FKIP dan lain-lain. Ada juga komunitas lain di luar UNWIRA, seperti STIKES Maranata dan anak-anak asrama yang tinggal di Rusun UNWIRA Kupang tetapi berkuliah di kampus lain, turut memeriahkan malam pentas seni budaya.
Kegiatan ini dilaksanakn dengan satu niat bahwa para mahasiswa harus berpikir sendiri untuk meningkatkan nilai seni budaya dari masing-masing daerah di NTT, seperti kerajinan tangan, tarian dan karya local lainnya, agar seni budaya tersebut tidak hanya bermanfaat untuk diri sendiri tetapi bermanfaat juga bagi orang lain.
“Sudah beberapa hari mengikuti festival budaya dengan tema berani berpikir sendiri. Berani berpikir sendiri yaitu bagaimana sebagai mahasiswa berpikir untuk memanfaatkan karya-karya lokal yang ada dalam budaya kita masing-masing; kerajinan tangan, tarian dan beberapa karya lokal yang kita miliki bisa kita berdayagunakan agar berfungsi untuk orang lain.” ungkap Fr. Fransiskus Xaverius Subun.
Mahasiswa semester 6 Fakultas filsafat tersebut menuturkan bahwa dengan adanya festival budaya ini, para mahasiswa/mahasiswi yang berlatar belakang budaya berbeda dapat saling bekerjasama. Para mahasiswa/mahasiswi bisa melihat, menilai bagaimana perbedaan budaya yang dimiliki bisa bermanfaat bagi orang lain terlebih untuk membantu mereka yang membutuhkan.
Mei Maria dari Komunitas SEPEKita turut berpartisipasi dalam kegiatan festival ini. Dara asal Sumba Barat Daya ini menuturkan bahwa dia dipercayakan untuk menjaga stan dan mempromosikan bahan dan kerajinan tangan yang terbuat dari lontar serta bahan tradsional lainnya. Dia sangat senang karena bisa belajar budaya dari daerah-daerah lain di NTT bahkan dari luar daerah NTT, yaitu Timor Leste.
Komunitas SEPEKita Mendukung Kreativitas Mahasiswa
Komunitas SEPEKita mendukung kreativitas mahasiswa dengan turut terlibat aktif dalam menyediakan bahan-bahan atau hasil karya dari barang-barang lokal, seperti kerajinan tangan dari daun lontar dan aneka minuman dari daun kelor serta kripik pisang.
Fr. Fransiskus menyampaikan bahwa kehadiran SEPEKita sebagai perwakilan dari para mahasiswa Claretian yang berhalangan hadir, sangat membantu proses persiapan dan berjalannya festival budaya yang diselenggarakan. Karya-karya kerajinan tangan dan produk minuman herbal yang ditampilkan bernilai guna bagi para pengunjung.
“Teman-teman tingkat tiga Claretian yang tidak hadir karena ada halangan. Karena itu, mereka mengutus Komunitas Awam Claretian (SEPEKita) untuk membantu kami. Dengan bantuan dari Komunitas Awam Claretian sebagai perwakilan dari Claretian, membantu kami dalam persiapan stan sedemikian rupa, dengan berbagai macam aksesoris budaya lokal, berbagai macam kerajinan tangan yang bernilai guna bukan hanya untuk kami tetapi untuk orang lain, para pengunjung dan ada juga yang membeli. Ada suatu nilai yang kita ekspresikan bahwa apa yang kita miliki sebenarnya bukan hanya berguna untuk kita sendiri tetapi juga berguna untuk orang lain”, ungkapnya.
Penyelenggaraan festival budaya ini semakin menyadarkan mahasiswa/mahasiswi bahwa perbedaan kebudayaan dan seni budaya yang dimiliki sangat bernilai guna untuk membantu orang lain. Setiap orang yang berbeda budaya tidak harus saling mengabaikan tetapi bekerjasama agar setiap budaya yang berbeda bisa diolah dan dikreasi menjadi satu hasil karya yang memiliki nilai guna bagi yang lain.
(Laporan Fr. Cesar Agistinho Amaral, CMF)