(In Memoriam P. Yohanes Maria Vianey Lusi Emi, CMF)
Pater Vianey, demikian sapaan akrabnya lahir di Waipukang, Larantuka, Flores Timur, NTT pada tanggal 08 Mei 1972, dari pasangan Bapak Gregorius Iko dan Maria Glema Langoday, dengan nama lengkap: Yohanes Maria Vianey Lusi Emi.
Setelah menyelesaikan masa pendidikan awal, benih panggilan untuk menjadi imam-misionaris berkecambah dalam hatinya. Iapun menanggapi sapaaan Allah yang mengetuk bilik bathinnya ini dengan masuk Seminari San Domingo Hokeng Jaya, Kec. Wulanggitang, Flores Timur, NTT. Setamat dari Seminari San Domingo Hokeng, Pater Vianey berusaha merawat benih panggilan yang baru bertunas dengan masuk menjadi anggota Societas Verbi Divini atau SVD dan menjalankan masa novisiat di Novisiat SVD Nenuk – Atambua, Belu. Namun rupanya pilihan menjadi anggota Serikat Sabda Allah bukan merupakan narasi hidup dan mimpi misionernya di masa depan. Atas alasan tertentu, ia memilih untuk meninggalkan Novisiat SVD Nenuk dan mulai menganyam narasi hidup biasa di luar biara.
Rupanya keindahan sequela Christi terus membujuknya untuk masuk dalam keluarga baru hidup bakti di bawah semangat St. Antonius Maria Claret. Karena itu pada tahun 1993 ia memilih untuk bergabung dengan Kongregasi Para Misionaris Claretian dan memulai formasi misioner-Claretiannya di Seminari Tinggi Claret (sekarang Pra Novisiat Claret), bersama dengan kesembilan belas teman seangkatan lainnya. Pada tanggal 02 Februari 1995, ia memulai masa postulant dan setahun kemudian, pada tanggal 14 Agustus 1996, ia menjalani masa novisiat di Novisiat Claret Fohorem, Suai, Timor Timur (sekarang Timor Leste), di bawah bimbingan Magister Novis, P. Eduardo Monge, CMF
Kerinduan dan komitmennya menjadi misionaris seluas dunia terjawab serta dikukuhkan dalam pengikraran kaul perdananya pada tanggal 15 Agustus 1997 di hadapan P. Felicisimo “Fil” Tarozza, CMF. Penggabungan sementara bagi Pater yang selalu menyapa sesama konfraternya, “Om Tuan,” “Ka’ Pater,” dengan gaya khasnya yang luwes dan sangat bersahabat ini, selalu memiliki intensi kekal, seperti memory Allah yang selalu kekal, mengingat dan mencintai anak-anak-Nya, sebagaimana pesan-pesan biblis-inspiratif yang selalu ia bagikan.
Tahun-tahun filsafat dan orientasi pastoral dilewatinya di Fakuktas Filsafat Agama – UNWIRA Kupang dan Seminari Tinggi Claret Kupang dari tahun 1994-2000. Sedangkan studi teologi ditempuhnya di Fakultas Teologi Wedabhakti Kentungan, Yogyakarta pada tahun 2000-2003. Pesona sequela Christi merampas seluruh isi hatinya hingga tidak bisa berbuat apa-apa kecuali menggabungkan diri secara kekal di dalam Kongregasi Putra-Putra Hati Tak Bernoda Maria (Misionaris Claretian), dalam pengikrarkan kaul kekal pada tanggal 15 Agustus 2001 di Wisma Claretian Yogyakarta.
Misionaris sederhana dan pengkotbah unggul yang fasih mengurai teks-teks Semit ini, ditahbiskan menjadi diakon pada tanggal 26 April 2003 di Kapela St. Paulus Kentungan dari tangan Yang Mulia Mgr. Ignatius Suharyo, Uskup Keuskupan Agung Semarang. Tak lama berselang, pada tanggal 29 Juni 2003 ia ditahbiskan menjadi imam di Katedral Kristus Raja Kupang oleh Yang Mulia, Mgr. Petrus Turang, Uskup Keuskupan Agung Kupang. Baginya, Imamat menjadi puncak ziarah missioner-kemuridannya untuk semakin mengenal, mencintai, melayani Allah dan sesama, “supaya Allah menjadi semua di dalam semua” (1Kor 15:28), sebagaimana motto tahbisannya.
Letupan dan gairah missioner membakar jiwa mudanya sebagai misionaris dan itu yang membuatnya tak bisa tinggal diam, kecuali siap untuk diutus ke mana saja Kongregasi dan Delegasi membutuhkan. Iapun membagi rahmat imamat-misionernya dengan umat sederhana di Paroki Hati Tak Bernoda Maria, Fohorem, Keuskupan Maliana, Timor Leste. Memory Fohorem dan Timor Leste pada umumnya membekas dan membentuk jiwa misionernya untuk selalu beropsi dan solider dengan orang-orang kecil-sederhana. Meski tentu ia sangat mencintai misinya di keheningan pegunungan Fohorem, tetapi demi pelayanan yang lebih luas di masa depan, ia mentaati perutusan barunya menjadi staf formator di Seminari Hati Maria Kupang, sambil mempersiapkan diri dan dokumen keberangkatannya ke Roma untuk tugas studi.
Pada awal tahun 2006, Pater yang sederhana dan rendah hati ini berangkat ke Roma untuk studi lanjut di Pontifikal Institut Biblicum, sebuah Institut Kitab Suci ternama dan sangat disegani, lantaran sulitnya berjibaku dengan bahasa-bahasa kuno dunia Alkitabiah. Namun kesulitan-kesulitan itu dilewati dan tidak pernah mematahkan semangat pencarian Pater yang menguasai beberapa bahasa ini. Kurang lebih empat tahun di Roma (2006-2010), ia menggeluti lapisan-lapisan naskah papyrus dan gulungan Laut Mati dengan cita-cita missionernya, agar Allah semakin dikenal, dicintai, dilayanani dan dipuji oleh semua makhluk melalui Sabda-Nya yang revelasikan. Dan ini sesungguhnya inti panggilan khususnya sebagai misionaris di tengah dunia, sebagaimana kata Konstitusi Claretian No. 46, “Panggilan khusus kita di tengah umat Allah adalah pelayanan Sabda, yang lewatnya kita menyampaikan seluruh Misteri Kristus kepada manusia.”
Demi mewujudkan cita-cita misioner pelayan Sabda, sesudah merampungkan studi licentiat Kitab Suci di Roma, Pater yang selalu menggunakan topi kodok ini kembali ke tanah air dan menjadi staf formator di komunitas Skolastikat Claretian Yogyakarta (2011-2014). Selama menjadi anggota komunitas Skolastikat Claretian Yogyakarta, Pater yang suka menyapa dan mengguyon orang menurut bahasa ibu orang bersangkutan itu, terlibat dalam berbagai kegiatan formatif Kitab Suci, JPIC dan atas permintaan Fakultas Teologi Wedabhakti Kentungan, Yogyakarta, mengajar beberapa mata kuliah di lembaga pendidikan calon imam tersebut. Dunia akademik tentu sangat dinikmatinya, namun panggilan misioner mesti selalu membuat sesorang untuk selalu “berada di tengah jalan.”
Pada bulan Juli 2014, Superior General Para Misionaris Claretian, P. Jose Maria Abella, CMF bersama dewannya mengangkat P. Yohanes Maria Vianey Lusi Emi, CMF sebagai Superior Delegatus Claretian Indonesia-Timor Leste untuk masa bakti 2014-2017. Ia adalah Misionaris Claretian pribumi pertama yang dipilih untuk menjadi Superior Delegatus (setingkat Provinsial) untuk melayani dan menganimasi misi Claretian melayani Gereja dan masyarakat di bumi Indonesia dan Timor Leste. Ia mulai meretas pembaruan dalam tubuh delegasi untuk membangkitkan kesadaran dalam diri anggota akan komunio atau persekutuan untuk misi (communion for mission). Kerahiman dan belas kasihan sebagaimana jantung pesan Sabda Allah yang digelutinya di belakang teks-teks kuno, menjadi motor yang menggerakkan pelayanan dan pendekatannya baik kepada sesama konfraternya maupun terhadap umat atau orang yang dijumpainya. Inilah pesan kuat yang kita alami dari pribadinya yang kalem, jika kita pernah mengenalnya lebih dalam.
Rupanya pola kepemimpinan yang inklusif, merangkum dan merangkul semuanya ini serta teristimewa kesiap-sediaan misionernya membuat Superior General, P. Mathew Vattamattam, CMF bersama dewannya, mengangkat kembali Pater yang suka berdiskusi tentang masalah sosial dan politik ini untuk menjadi Superior Delegatus Claretian Indonesia-Timor Leste masa bakti 2017-2020. Pada periode keduanya ini ia menganimasi misi dan pelayanan Delegasi untuk masuk dalam tiga gerakan transformatif di bawah terang mandat Kapitel Umum XXV: Berjalan (to Walk), Menemani (to Accompany) dan Menyembah (to Adore). Dalam dua masa kepemimpinannya ini ia berusaha untuk membangun konsolidasi ke dalam, memperkuat communio dan pada saat yang sama menjawab kebutuhan misi-misi baru di dalam Delegasi.
Gagasan dan mimpi visionernya ini rupanyan tidak sejalan dengan ketangguhan ragawinya. Pada bulan Agustus 2019, Pater Vianey jatuh sakit dan dirawat di RS CB Belo untuk beberapa hari. Diagnosa dokter menunjukkan bahwa ada penumpukkan lemak dalam darah yang menyebabkannya mengalami stroke ringan. Untunglah keadaan ini bisa teratasi. Setelah kesehatannya agak pulih, Dewan Delegasi dan para konfrater menganjurkan agar dia menjalankan pemeriksaan yang lebih lengkap di RS Elizabeth Semarang dan menjalani masa pemulihan kesehatan di Komunitas Skolastikat Claretian Yogyakarta. Meskipun dengan kondisi kesehatannya yang menurun ia tetap dan berusaha untuk menjalankan tugas kepemimpinannya untuk menganimasi hidup dan misi Delegasi dengan baik serta tetap ikut dalam program kerja para pemimpin organisme tinggi se-Kongregasi. Pada bulan Januari 2020, Pater Vianey ikut dalam pertemuan para pemimpin tinggi se-Kongregasi di Talagante, Chile untuk merumuskan persiapan Kapitel Umum XXVI pada Agustus-September 2021 mendatang. Dalam pertemuan tersebut, beliau melontarkan satu pernyataan yang sangat impresif tentang persaudaraan lintas batas di dalam keluarga besar Kongregasi Claretian, “No hay extrajeros para nuestra Congregación, todos somos hermanos.” (Tidak ada orang asing dalam Kongregasi kita, kita semua adalah saudara).
Mimpi persudaraan seperti inilah yang akan terus ditenun di Delegasi Indonesia-Timor Leste untuk tetap menjadi misionaris yang berjalan, menemani dan menyembah Allah sambil terus berakar ke dalam pada warisan karismatis dan berani keluar untuk menjawab tantangan tanda-tanda zaman, yang seyogianya ditelisik bersama dalam Assembly Delegasi di ujung masa kepemimpinannya. Sayangnya wabab corona memenggal hasrat dan gairah menyambung dan menenun mimpi bersama ini. Pada tanggal 16 Oktober 2020, Superior General, P. Mathew Vattamattam, CMF bersama dewannya di Roma mengumumkan berakhirnya masa kepemimpinan P. Yohanes Maria Vianey Lusi Emi, cmf bersama para dewannya dan mengangkat dewan kepemimpinan yang baru untuk periode 2020-2023. Di sisa-sisa hari menuju pengukuhan dewan baru, Pater yang selalu menyapa siapa saja yang berpapasan dengannya ini, mempersiapkan seluruh acara serah-terima kepemimpinan dengan baik, termasuk membereskan semua laporan trinneal kepemimpinannya di periode kedua. Pada tanggal 24 Oktober 2020, di dalam sebuah Perayaan Ekaristi yang meriah, pengukuhan Superior Delegatus baru, P. Valens Agino, cmf bersama dewannya dilaksanakan dan usailah tugas beliau menahkodai “kapal” Delegasi Independen Indonesia-Timor Leste sepanjang enam tahun (2014-2020), mengarungi negara kepulauan Indonesia dan daratan Timor Leste.
Hari-hari setelah merampungkan seluruh tugas animasinya menemani Delegasi, adalah saat-saat yang melegahkan, bukan lantaran “kapal” telah berlabuh dan sang nahkoda mendarat sebentar; tetapi karena ia boleh mengambil jarak sesaat untuk melihat dengan jelas mimpi apa yang belum diretas untuk sebuah masa depan yang lebih akurat. Pada tanggal 15 Desember 2020, ia mengambil liburan untuk sejenak menarik nafas dan meninggalkan kepenatan, sambil berkemas menuju perutusan baru di mana Delegasi dan Kongregasi membutuhkannya.
Atas pertimbangan untuk pemulihan kesehatan dan kemungkinan kerasulan-kerasulan lain di masa depan, Dewan Delegasi memutuskan untuk mengutus dan menempatkan Pater Vianey di Komunitas Claetian Taman Ziarah Yesus-Maria Oebelo, Kupang. Di keheningan TZYM Oebelo, dia tentu akan memiliki lebih banyak waktu untuk beristirahat dan memulihkan ketahanan fisiknya yang terkuras. Dalam ketaatan seorang misionaris ia menyanggupi perutusan tersebut. Ia tiba di Taman Ziarah Yesus Maria Oebelo pada tanggal 21 Januari 2021. Kesenyapan puncak Oebelo ternyata tidak meninabobohkan gairah dan mimpi misionernya untuk menjadi misionaris seluas dunia, karena itu ia mempersembahkan dirinya kepada Kongregasi melalui Pater General untuk misi universal. Ia mencoba meyakinkan diri dan Pater General bahwa ia telah pulih benar dan siap diutus ke mana saja. Sayang, mimpi menjadi misionaris seluas dunia, dipenggal ketahanan raga yang tidak sepadan. Pada Minggu, 14 Februari 2021, ia bersama komunitas pergi memeriksa di RS Kartini Kupang, lantaran keluhan demam dan batuk-batuk. Diagnosa dokter menujukkan hasil negatif Covid-19. Tiga hari berselang, yaitu tanggal 17 Februari 2021 komunitas merujuknya ke RS. Carolus Boromeus Belo, Kupang dan diagnosa dokter menunjukkan bahwa saudara kita terpapar Covid-19, diperparah dengan komplikasi sakit bawaan. Lima hari ia berjuang, agar mimpi-mimpi besarnya masih bisa diretas. Namun Sang Khalik lebih mengasihinya dan menjemputnya pulang pada tanggal 22 Februari 2021, pada pkl. 22:41 WITA.
Kepergiannya meninggalkan duka dan kehilangan yang besar, baik bagi Kongregasi Claretian maupun bagi semua anggota keluarga kandungnya. Ia telah merampungkan seluruh tenunan kisah misionernya. Ia telah menjadi Misionaris sampai akhir. Ia akhirnya menenun mimpi dan melanjutkan misinya dari rumah Bapa di surga. Kematian adalah jalan pulang sesuah merampungkan seluruh anyaman kisah kemuridan-misioner sebagai Claretian. Selamat jalan Ka’ Pater, misionaris kerahiman ilahi. Doakanlah kami, Kongregasi dan Delegasi Indonesia-Timor Leste. (pfm)