Situasi virus corona mendesak semua orang untuk tinggal di rumah saja, bahkan tidak ada misa di paroki-paroki. Umat separoki Santo Antonius Maria Claret, Oenopu pun mengalami hal yang sama. Karena berbagai keterbatasan situasi umat dan keadaan paroki, kami tidak bisa mengadakan misa live streaming. Kami coba melakukan misa dengan menyediakan toa, pengeras suara dan meletakkannya di menara gereja. Hasilnya sangat efektif, banyak umat disekitar gereja paroki senang dan bisa mngikuti misa dari rumah saja.
Setelah melewati satu bulan tinggal di rumah saja, banyak orang mulai jenuh dan bahkan muncul berbagai kesulitan, banyak orang kehilangan pekerjaan yang mengakibatkan kekurangan makanan. Dalam situasi seperti ini, muncul pikiran dari kami para pastor dan beberapa anggota DPP: Bagaimana dan apa yang kita bisa buat. Banyak umat rindu untuk mengikuti perayaan Ekaristi, tetapi takut untuk berkumpul di gereja. Bahkan pasar sebagai pusat perekonomian di paroki Oenopu pun lumpuh total. Menjelang Pekan Suci, kami coba mendekati umat dengan berdoa rosario, membawa Sakramen Maha Kudus dan salib serta memberkati umat dan daun palma dari rumah ke rumah. Menjelang akhir masa Paskah kami pun melakukan hal yang sama, disertai dengan membawa Lilin Paskah dari rumah ke rumah.
Kegiatan pastoral di masa pandemi covid 19 ini, sangat mengesankan bagi saya, banyak umat yang menunggu di rumahnya masing-masing dan partisipasi dalam devosi ini. Bagi saya, inilah cara pastoral yang cocok di saat pandemi Covid 19. Tuhan mengunjungi umat-Nya, saya sebagai imam mengunjungi mereka dan berdoa bersama mereka, sebagai gembala tetap mendekati umat dan menyapa mereka secara lebih dekat. Mereka merasakan sudah lama tidak ke gereja dan merasa haus dan kosong, karena tidak merayakan Perayaan Ekaristi bersama. Disebabkan ketakutan terhadap wabah pandemi covid 19 mereka merasa dipinggirkan, yang diambang batas kekurangan (batas luar), yang terlantar, yang terlupakan, yang miskin, secara rohani. Mereka semua disebut periferi: batas luar lingkaran kehidupan normal manusia.
Selain kegiatan rohani seperti di atas, saya berusaha mencari jalan keluar menghadapi kekurangan sembilan bahan pokok (sembako) dalam keluarga. Aksi peduli Covid-19 di Paroki Santo Antonius Maria Claret Oenopu, merupakan hasil kerjasama: SMGM, CMF, SSV (Serikat Santo Vinsensius Cabang Kupang, para donatur dan umat yang mampu. Kami dapat membagikan 80 paket sembako. Kami juga membagikan pakaian yang layak pakai. Kami mendapatkan sumbangan Sembako dari berbagai pihak, baik dari umat di paroki, anggota SMGM cabang Paroki Oenopu, dari SSV, dari tokoh umat dan dari SMGM pusat. Dengan sebuah prinsip, melayani sesama dengan sepenuh hati dan total, kami meminta dan memberi kepada sesama dengan sukacita. Kami juga membuat laporan kepada penyumbang dengan cara mengirimkan foto saat membagi sembako dan menuliskan refleksi singkat. Rencana “Aksi Peduli Covid-19” ini, masih akan berkelanjutan. Saat ini kami masih mengumpulkan sembako dan menunggu seleksi penerima bantuan sembako.
Bagi saya inilah wujud nyata dari pewartaan sukacita Injil kepada kaum KMTL (Kecil, Miskin, Terpinggirkan dan Lemah). Aksi “Peduli Covid-19” merupakan bentuk pelayanan solider dengan sesama yang berkekurangan. Kebanyakkan penerima sembako adalah para lansia, janda, duda, cacat dan bahkan mereka kebanyakan tinggal di rumah sendiri (lemah dan miskin).
Sungguh, inilah semangat Gereja yang bersolider, saling melengkapi, mewartakan cinta kasih, degan perbuatan nyata. Aksi Peduli Covid 19 adalah bagian dari Gereja yang mengambil bagian dalam kecemasan dan harapan umat KMTL (kecil, miskin, tersingkir dan lemah). Melalui Aksi Peduli Covid 19 kami sudah menjadi “Jembatan Emas” yang menghubungkan antara yang berkecukupan dan mempunyai hati untuk memberi dengan orang yang menyadari kekurangannya dan mau menerima apa yang kita berikan. Bukan soal banyaknya sembako yang kami berikan dan banyaknya orang yang menerima sembako kami, tetapi kami semua mencoba menyerupai Yesus, Claret, Mgr Gabriel Manek, para Kudus, atau Bapa-Bapa Gereja yang mempunyai semangat yang sama untuk berbagai dan mau bersolider dengan sesama. Tidak semua orang yang berkelimpahan mau berbagi dan tidak semua juga orang yang berkekurangan mau menerima apa yang kita berikan, apa lagi untuk bersyukur kepada Tuhan atas rezeki yang diterimanya. Ada juga kisah bahwa kadang ada orang menolak sembako yang kami bagikan. Ada juga yang marah, curiga, iri, dan bahkan bertanya mengapa hanya mereka yang menerima dan mengapa kami tidak mendapat jatah. Masih banyak litani yang lain yang kita jumpai. Semua pengalaman itu, mengajarkan kepada saya, bahwa kalau saya mau berbuat baik dan tulus iklas melayani sesama, selalu melewati “jalan yang sesak dan pintu yang sempit”. Jika saya setia dan bertahan dalam perkara aksi peduli covid 19 ini, maka saya pasti selamat dan mengalami sukacita yang luar biasa.
Sebelum mengalami Covid-19, banyak orang yang gengsi, mempertahankan harga diri dan sangat sombong. Mereka sangat sulit untuk menerima bantuan dan meminta sesuatu kepada sesama demi sesama. Bahkan ada orang yang berkelimpahan sulit memberi kepada sesama dan ada orang miskin yang sulit menerima. Tetapi saat virus corona melanda semua pengalaman itu berubah total, dipatahkan dan kalah. Karena semuanya sama-sama mengakui dan menyadari dirinya punya kekurangan dan sangat terbatas. Selain itu, orang yang biasa memberi karena menyadari bahwa apa yang dia punya datang dari Tuhan, maka tanpa ragu-ragu dia mau memberi dan peduli dengan sesama.
Syukur kepada Allah, kami semua yang tergabung dalam Aksi Peduli Covid-19, Paroki Santo Antonius Maria Claret Oenopu, telah mnjadi “jembatan emas” bagi sesama. dan lebih bersyukur lagi karena para donatur percaya kepada si “jembatan emas,” walaupun tidak berhadapan langsung dengan mereka yang menerima bantuan sembako. Pertanyaan untuk kita semua renungkan saat ini adalah, “Bertahankah kita semua untuk tetap menjadi “jembatan emas” itu dalam pelayanan kepada sesama dengan segenap hati dan total? Mari kita renungkan dan menemukannya dalam pelayanan kita sebagai seorang Misionaris Claretian, yang menggunakan semua sarana yang mungkin untuk mencapai keselamatan. Semoga Roh Tuhan yang ada pada kita dan telah mengurapi kita, terus menjiwai, mendampingi dan bertindak bersama kita. (P. Silverius P. Homa, cmf & P. Konstantinus Lakat, cmf).