Kita Beda Tapi Kita Satu

oleh | Sep 29, 2023 | Berita, Delegasi

Bandung, Indonesia. Hari ini kami kembali membuka hari baru dengan semangat baru. Dengan semangat baru, kami hendak memulai hari keempat pertemuan Biblical Assembly for ASCLA dengan sedikit berbeda. Jika di hari-hari sebelumnya kami memulai dengan ibadat pagi, kali ini kami memulainya dengan Perayaan Ekaristi Kudus. Pemimpin Ekaristi hari ini adalah para saudara dari Provinsi St. Thomas.

Sesudah puas dengan santapan rohani yang sungguh-sungguh berasal dari Tuhan sendiri, dan sungguh merasa dikuatkan oleh Tuhan, kami memberanikan diri untuk melanjutkan aktivitas kami dengan pertemuan. Hari ini kami membuka hari dengan aktivitas berbeda, pertemuan di hari keempat, Kamis (21/09/2023), juga temanya beda. Hari ini P. Metodius Manek, CMF ditunjuk menjadi moderator pertemuan. Kami pun memulai pertemuan hari keempat dengan mendengarkan Sabda Tuhan yang dibacakan oleh P. Gabriel Kim, CMF.

Pada sesi pagi, kami berbicara banyak terkait Kitab Suci dan kepercaayaan dari agama-agama lain. Tajuk pertemuan-sharing kami pagi ini adalah Bible and Interreligious Dialogue (Hindu, Buddha, Islam). Sharing pertama dibuka oleh P. Augustus Kujur, CMF. P. Kujur, CMF menuturkan bahwa dalam bermisi dengan orang-orang yang berbeda tentu memiliki kesulitannya tersendiri. Perbedaan pemahaman memang hal yang sulit untuk dihindari. Salah satu tantangan adalah bagaimana memperkenalkan Maria sebagai seorang ibu bagi masyarakat.

Dengan ragamnya kepercayaan, bagi P. Kujur, CMF, munculnya salah paham bisa menimbulkan gesekan antar masyarakat yang melanggengkan kebencian. Di akhir sharing-nya, P. Kujur, CMF mengingatkan bahwa sebagai seorang Katolik, inspirasi dialog dengan umat beragama lain adalah Kitab Suci.

Sharing kedua disampaikan oleh P. Metodius Manek, CMF.  Judul sharing dari P. Todi, CMF adalah Dialogue Between I & Thou. P. Todi, CMF mengatakan bahwa inspirasi sharing-nya berasal dari Filsuf Martin Buber. Bagi P. Todi, CMF, ketika seseorang berhadapan dengan ciptaan lain, relasinya adalah I-Thou, bukan I-it. Relasi I-Thou memandang orang lain sebagai subjek, sedangkan relasi I-it memandang orang lain sebagai objek.

Sharing ketiga diisi oleh Mochamad Ziaul Haq. Dalam presentasinya, Zia (demikian biasa disapa) dengan jujur menjelaskan bahwa keberagaman yang ada di Indonesia sangat mudah memicu konflik. Perbedaan keyakinan yang melahirkan perbedaan tingkah laku, sangat mungkin menciptakan konflik. Untuk itu, Zia sangat bersyukur bahwa Founding Fathers Indonesia telah melahirkan Pancasila sebagai landasan hidup orang Indonesia. Dengan demikian, Zia sangat berharap agar setiap orang Indonesia betul-betul menghidupi semangat yang ada pada tubuh Pancasila.

Setelah itu, pada sesi sore, para peserta diajak untuk berkeliling kota Bandung. Destinasi pertama adalah menuju Gedung Museum Konferensi Asia-Afrika (KAA). Di tempat ini, para peserta melihat-lihat tentang bagaimana Konferensi Asia-Afrika ini bisa terbentuk, yakni dari keprihatinan yang sama tentang situasi hidup manusia yang memprihatinkan. Selain itu, para peserta juga diajak untuk merasakan atmosfer gedung pertemuan Konferensi Asia-Afrika.

Setelah cukup lama melihat-lihat Gedung Museum KAA, para peserta melancong ke Saung Angklung Udjo. Tempat ini merupakan sanggar bagi anak-anak untuk belajar tentang angklung, gamelan, dan berbagai produk budaya Indonesia lainnya. Di Saung Angklung Udjo ini, para peserta dimanjakan dengan berbagai macam pertunjukan, seperti tarian adat dan nyanyian daerah. Adapun juga para peserta Assembly dan para wisatawan lainnya diajak untuk bermain angklung bersama.

Demikianlah kita memang datang dari berbagai latar belakang yang sungguh-sungguh berbeda. Entah budaya, bahasa, filosofis, cara hidup, semuanya berbeda. Namun, itu bukan menjadi alasan untuk tidak bisa bersatu sebagai satu keluarga. Semangat sinodalitas perlu untuk terus hidup dalam kehidupan kita semua. Karena biarpun kita beda, tapi kita satu.