Bandung, Indonesia. Seperti biasa, kami memulai hari dengan penuh sukacita. Tentunya, kepenuhan sukacita itu kami hantar dalam doa pagi bersama yang dipimpin oleh para saudara dari Kolkata dan Korea. Suasanya syahdu di Bumi Silih Asih membantu kami untuk semakin dekat pada Tuhan seraya meminta Dia untuk mencurahkan Roh Kudus kepada para peserta dalam pertemuan hari ketiga, Rabu (20/09/2023).
Kemudian, tepat pukul 08.00 pagi di sesi pagi, kami melanjutkan pertemuan kami. Untuk membuka pertemuan, kami kembali menghadap Sang Kuasa, meminta restu agar pertemuan ini dapat terlaksana dengan baik. P. Johnson Thurackal, CMF selaku moderator meminta P. Nagasaki So, CMF untuk membacakan bacaan Kitab Suci.
Kesempatan hari ketiga dimulai dengan pembicaraan dari P. Alberto Santiago Rossa, CMF. Pastor asal Argentina ini menjelaskan tema Historical Overview of the Bible and Publishing Ministry in the Congregation. Melalui kesempatan itu, P. Rossa, CMF membagikan pengalaman pribadi perihal suka dan duka selama menangani publikasi-publikasi di tempat dia bermisi, khususnya Pastoral Bible Foundation. Namun, bagi P. Rossa, CMF, hal yang paling membuat dia mau untuk tetap bekerja adalah semangat dan ketekunan.
Setelah itu, forum memberikan kesempatan kepada P. Alejandro Gobrin, CMF. Melalui materinya, How to Practice Lectio Divina, P. Alex, CMF mencoba memfokuskan diri untuk berbicara tentang Lectio Divina sebagai sebuah doa untuk menemukan makna dari teks Kitab Suci yang direnungkan. Dalam presentasinya, P. Alex, CMF mengakui bahwa setiap tempat memiliki cara-cara tersendiri untuk menemukan pesan dari Lectio Divina, namun yang terpenting adalah cara-cara tersebut memupuk iman dan perjalanan menuju transformasi melalui perjumpaan bermakna dengan Yesus.
Sebelum menutup sesi pagi, forum meminta kepada beberapa saudara untuk sharing seputar aktivitas lectio divina. Dari sharing yang ada, masing-masing tempat memiliki langkah-langkah tersendiri untuk berdoa lectio divina. Sebagai misal, P. Ronald Sujeevan, CMF, dari Sri Lanka, mengatakan bahwa Sri Lanka memiliki tujuh langkah untuk lectio divina.
Selepas sharing, para peserta assembly mendengarkan pembacaan notula pertemuan yang dibacakan oleh sekretaris.
Setelah itu, pada sesi sore yang dimulai pukul 15.00, para peserta Assembly dipertemukan dalam ruang online. Kali ini, materi Assembly dipersembahkan oleh dua saudara yang bekerja di Kuria Roma. Pemateri pertama adalah adalah P. Louie Guades III, CMF dengan materi berjudul Claret as Cybermissionary Today. Dalam presentasinya itu, P. Louie, CMF mengajak para peserta untuk berani masuk dalam habitat dunia baru itu dan berani menyampaikan seruan profetisnya kepada orang-orang di sana.
Pemateri kedua adalah P. Joseph Ikemefuna Iwobi, CMF, yang mempresentasikan materi berjudul Evangelising Through Digital Art and Broadcasting. Dalam presentasinya, P. Joseph Iwobi, CMF mengatakan bahwa para misionaris yang menjadi kreator konten perlu menjadi lebih kreatif lagi agar pesan yang ada dalam konten bisa tersampaikan kepada orang banyak.
Kemudian, masih di sesi sore, P. Josekutty Mathew memantik para peserta dalam diskusi dan sharing bersama dalam tajuk New Creative Ways of Evangelising Through Media. Ada pun tiga pertanyaan penuntun yang diberikan kepada kelompok adalah
1. Apa pengalaman dan keterlibatan Anda dengan media (komunikasi)?
2. Apa saja tantangan dan ketakutan dalam evangelisasi menggunakan media (komunikasi) Anda?
3. Mengapa harus ada ideal untuk mendapatkan hasil terbaik pada organisme kita masing-masing, berdasarkan situasinya? Hari ketiga pertemuan kemudian ditutup dengan Perayaan Ekaristi yang dipersembahkan oleh saudara-saudara dari Chennai.
Dalam doa, kita berharap agar para misionaris memberanikan diri untuk mewartakan Kerajaan Allah di dunia digital.
Bandung, Indonesia. Hari dibuka dengan pagi yang cerah. Udara sejuk Bandung yang menyegarkan tubuh, mengantar kami bergegas ke Ruang Kudus untuk bersyukur kepada Tuhan atas segala berkat yang boleh kami terima. Tidak ada hal lain yang bisa kami lakukan saat membuka lorong waktu di hari baru dengan berdoa. Ruangan Jacobus menjadi tempat kami bersimpuh sembari meminta inspirasi untuk dimulainya pertemuan di hari kedua. Ibadat pagi kami dipimpin oleh para saudara dari Provinsi Northeast India.
Pada kesempatan ini, para peserta Assembly juga mengucapkan selamat datang kepada P. Nagasaki So, CMF yang baru tiba di Bandung. P. Nagasaki, CMF saat ini berkarya di Jepang, dan tergabung dalam Delegasi East Asia.
Hari kedua pertemuan ini dimoderasi oleh P. Alejandro Gobrin, CMF. Pada sesi pertama hari kedua ini, Selasa (19/09/2023), P. Johnson Thurackal, CMF membagikan materinya. Dari layar proyektor, terpampang judul “Gospel Subalterns and Asian Subalterns: A Paradigm for Asian Hermeneutics”. Melalui materi ini, P. Johnson, CMF mengajak para peserta asembly untuk membuka mata terhadap realitas Asia. Dalam pemaparannya, P. Johnson, CMF melihat bahwa Asia sudah terlalu lama membaca Kitab Suci menggunakan perspektif Barat. Untuk itu, pastor asal Provinsi Northeast India ini memotivasi agar Kitab Suci mesti berani dibaca dengan kacamata Asia.
“Tujuannya adalah orang-orang Asia dapat membaca Kitab Suci berdasarkan konteksnya masing-masing”, katanya.
Setelah mempresentasikan tema hermeneutika, di bawah judul “Creative Perspective in Studying the Bibel (Family, Bible Schools, Bible Study Groups)”, P. Johnson, CMF mengajak para peserta untuk membicarakan satu tema penting tentang bagaimana para misionaris Claretian melayani Sabda bersama kelompok lain. Para peserta pun diajak untuk merenungkan tiga pertanyaan berikut dalam kelompok sharing.
1. Sharing beberapa praktik (studi Kitab Suci) yang sudah ada
2. Ide-ide kreatif yang dapat diimplementasikan dalam keluarga/sekolah/paroki/misi dalam mempelajari Alkitab
3. Apa lagi yang dapat dilakukan oleh Kongregasi/Provinsi untuk mempromosikan perspektif kreatif dalam pelayanan Alkitab?
Pada sesi sore hari, para peserta mendengarkan sharing dari P. Valens Agino, CMF yang mempresentasikan materi dengan judul “The Bible as a Tool for Inculturation and Social Change”. Poin pertama yang dibagikan oleh P. Valens, CMF adalah soal bagaimana makna dan perasaan itu berperan penting dalam suatu budaya. Untuk itu, menurutnya, memahami Kitab Suci juga berarti memahami makna dan perasaan dari suatu budaya asing. Maka, pendekatan lintas budaya sangat dibutuhkan dalam melihat budaya lain.
Poin penting lain yang dibagikan oleh P. Valens, CMF adalah tentang hospitalitas dan nilai-nilai spiritual. Menurutnya, hospitalitas merupakan sebuah nilai yang sudah ada sejak lama. Hospitalitas ini sangat membantu kekristenan yang mana hospitalitas ini dapat menjadi pintu gerbang yang menyambut orang-orang non-Yahudi yang ingin menjadi bagian dari Komunitas Kristiani. P. Valens, CMF kemudian mengambil contoh bagaimana hospitalitas Yesus menerima Zakheus untuk kemudian mengantar Zakheus ke jalan pertobatan.
Selain itu, P. Valens, CMF juga memberi materi dengan judul Biblical Formation of Laity and Cathechis. Pada bagian ini, P. Valens membagikan pengalaman hidupnya ketika diminta untuk menangani umat paroki di Spanyol. Baginya, dalam formasi Kitab Suci bersama umat, perlu untuk bergerak perlahan, melalui kelompok-kelompok kecil umat yang ingin mendalami Kitab Suci.
Selain itu, P. Valens juga mempresentasikan metode membaca Kitab Suci yang langkah-langkahnya terinspirasi dari doa apostolik P. Claret, yakni CASA. CASA merupakan singkatan dari C, Conocer (to know); A, Amar (to love); S, Servir (to serve); A, Alabar (to praise). Diungkapkannya bahwa metode pendalaman teks ini sangat berdimensi Claretian dan membantu dalam mendalami teks secara keseluruhan.
Presentasi dari P. Valens, CMF ditutup dengan sharing kelompok dengan pertanyaan penuntun berikut ini.
1. Sharingkan pengalaman Anda dalam menangani formasi Kitab Suci kepada awam dan katekis!
2. Diskusikan strategi (formasi Kitab Suci) apa yang Anda pikirkan untuk membentuk awam dan katekis?
Pertemuan hari kedua ditutup dengan Perayaan Ekaristi yang dipimpin oleh para saudara dari Delegasi Independen Indonesia-Timor Leste.
Bandung, Indonesia. Bandung Lautan Api. Itulah salah satu julukan bagi Kota Bandung. Julukan ini tidak lepas dari sejarah masa lampau dalam peristiwa Bandung Lautan Api. Peristiwa yang dimaksud adalah kebakaran besar yang terjadi di Bandung pada 23 Maret 1946, beberapa bulan setelah Indonesia menyatakan kemerdekaannya. Dalam peristiwa itu, lebih dari 200.000 penduduk Bandung membakar kediaman tempat tinggal mereka, lalu bereksodus dari kota tersebut menuju pegunungan di daerah selatan Bandung. Tujuan dari pembakaran itu bermaksud mencegah tentara sekutu yang hendak menjadikan Bandung sebagai markas strategis militer dalam Perang Kemerdekaan Indonesia.
Api, bagi wong Bandung, adalah inspirasi. Api membuat mereka bersemangat untuk mengadakan perlawanan terhadap mereka yang ingin merebut Indonesia. Orang Bandung tidak ingin menjadikan Bandung sebagai markas yang menjadi pusat perebutan Indonesia. Untuk itu, orang Bandung melihat api sebagai semangatnya.
Api merupakan lambang penting bagi para misionaris Claretian. Api-nya Claretian adalah Roh Kudus. P. Claret bilang, seorang misionaris Claretian adalah dia yang ber-API cinta kasih dan membara di mana saja dia lewat. Api Roh Kudus menyebabkan para Claretian untuk terus bergerak dalam pelayanan Sabda melalui instrumen apa saja yang mungkin dalam menyebarkan Kerajaan Allah.
Api Roh Kudus itulah yang mengantar beberapa Claretian untuk hadir dalam Biblical Assembly for ASCLA di kota Bandung Lautan Api. Tema yang diangkat dalam pertemuan ini adalah Rooted in Christ and Audacious in Spreading the Word of God in Asia. Venue pertemuan bertempat di Bumi Silih Asih, Bandung. Para peserta yang hadir berasal dari organisme-organisme Claretian yang berkarya di Asia.
Hari pertama, Senin (18/09/2023), pertemuan dimoderasi oleh P. Josekutty Mathew, CMF. Sesi pertama pertemuan mula-mula dibuka dengan doa bersama dalam tuntunan Sabda Allah agar mencurahkan api inspirasi bagi para peserta. Selanjutnya para peserta mendapat sambutan hangat dari P. Henry Omonisaye, CMF yang hadir secara daring melalui aplikasi zoom. P. Henry yang berada di Roma mengucapkan selamat datang kepada para peserta yang telah meluangkan waktu untuk hadir dalam pertemuan. Kemudian, ada pula pembacaan surat dari P. Matthew Vattamattam, CMF. Tak lupa, para peserta mendapat selendang adat dari Delegasi Independen Indonesia-Timor Lesete sebagai ungkapan selamat datang di Indonesia.
Sesi kedua berlanjut di sore hari. Pada sesi ini, tiap-tiap organisme mempresentasikan aktivitas-aktivitas mereka perihal pelayanan Kitab Suci dan misi-misi menggunakan media. Secara umum, setiap organisme, dengan kekhasan masing-masing, telah memberikan dirinya dalam pelayanan Sabda kepada semua orang. Dengan inspirasi api Roh Kudus yang tercurah, setiap organisme telah menggunakan semua sarana yang mungkin dalam pelayanan Sabda.
Kegiatan hari pertama ini berpuncak pada Ekaristi Kudus. Para saudara kita dari Provinsi Bangalore mendapat kepercayaan untuk memimpin Ekaristi.
Dengan kehadiran Roh Kudus, para misionaris semakin membuat Bandung sungguh-sungguh menjadi lautan api Roh Kudus.
Lasiana, Kupang. Pada Minggu (16/06/2023), Kongregasi Para Misionaris Putra-putra Hati Tak Bernoda Maria merayakan hari ulang tahun yang ke 174 tahun. Dengan nada sukacita itu, di bawah payung tema “175 Years Spreading the Flame of the Spirit”, Delegasi Independen Indonesia-Timor Leste membuka perayaan yubelium 175 tahun pendirian Kongregasi yang akan dirayakan pada tahun 2024 nanti.
Misa pembukaan yubelium tersebut dipimpin oleh P. Valens Agino, CMF bersama para konselebran dari beberapa komunitas Claretian yang berkarya di seputaran Timor Barat dan Timor Timur. Adapun juga undangan yang hadir adalah para biarawan/wati yang komunitasnya berdomisli di Kota Kupang dan sekitarnya, dan para tamu undangan.
Dalam nada sukacita itu pula, P. Valens menerimakan tujuh frater Claretian untuk hidup secara kekal dalam Kongregasi. Mereka yang mengikarkan kaul kekal adalah Frs. Albinus Boleng Lonek, Antonius Laja Wea, Bernardino Vicente Siki, Cesar Agostinho Amaral, Mario Fredrikus Cole Putra, Reneldus Maryono Paing, dan Yulius Cerliyono Ne’ong, CMFF.
Selamat ulang tahun Kongregasi tercinta dan profisiat kepada tujuh saudara yang telah mengikrarkan kaul kekal!
Kupang, NTT. Setelah menjalani masa retret selama kurang lebih seminggu, para frater Claretian berkesempatan untuk mengikrarkan kaul perdana dan membarui kaul-kaul kebiaraan mereka.
Para frater novis yang maju untuk kaul perdana berjumlah 11 frater. Mereka adalah Frs. Mateo, Leo, Nuel, Darvis, Nando, Wawan, Ino, Ancis, Yohan, Lio, dan Rikard, CMFF. Misa kaul perdana dari para saudara kita ini dilaksanakan pada Sabtu, 15 Juli 2023. Yang menerima kaul perdana mereka adalah P. Valens Agino, CMF
Sedangkan para frater yang membarui kaul kebiaraan berjumlah 48 frater. Dengan rincian 28 frater dari Komunitas Seminari Hati Maria Kupang; 12 frater Komunitas Wisma Skolastikat Claretian Jogjakarta; dan 8 frater Komunitas Biara St. Antonius Maria Claret Sinaksak.
Pengikraran kaul perdana dan pembaruan kaul dilaksanakan dalam Misa meriah nan sederhana. Pengecualian untuk Komunitas SHM yang melaksanakan pembaruan kaul dalam Ibadat Sabda. Kendati demikian, hal itu tidak mengurangi kesakralan perayaan pembaruan kaul tersebut.
Profisiat untuk para frater yang telah mengikrarkan kaul perdana dalam Kongregasi dan profisiat kepada para frater yang telah membarui kaul-kaul kebiaraan mereka dalam Kongregasi.
Lasiana, Kupang. Setelah merayakan Hari Raya Hati Yesus yang Mahakudus, Gereja Katolik merayakan Pesta Hati Tak Bernoda Maria. Bagi Kongregasi Para Misionaris Claretian, pesta ini merupakan pesta identitas, sebab Kongregasi menjadikan Hati Maria sebagai spiritualitasnya.
Perayaan Ekaristi dalam rangka merayakan Pesta Hati Tak Bernoda Maria dirayakan dengan penuh semarak di Komunitas Hati Maria, pada Sabtu (17/6/2023). Tema yang diangkat dalam perayaan syukur itu adalah “Hati Maria: Kedekatan, Kelembutan, dan Belas Kasih”. Perayaan Ekaristi syukur itu dipimpin oleh P. Valens Agino, CMF.
Dalam homilinya, P. Valens Agino, CMF menuturkan bahwa pesta Hati Maria merupakan suatu perayaan identitas. Hal ini merujuk pada spiritualitas Kongregasi yang menjadikan Hati Maria spirit bagi para misionaris dalam bermisi.
“Kita sedang merayakan identitas kita. Kita sedang merayakan siapa kita”, kata P. Valens.
Identitas sebagai “Putra Hati Maria” tidak muncul secara tiba-tiba dalam Kongregasi. Identitas ini lahir dan tumbuh dalam kehidupan pribadi P. Claret. Dalam hidupnya, P. Claret sungguh-sunguh dekat dengan Bunda Maria. Dengan relasi yang intim, P. Claret yakin bahwa dirinya adalah seorang Putra yang lahir dari Hati Bunda Maria.
P. Valens menambahkan bahwa identitas sebagai Hati Maria tidak lahir oleh karena pekerjaan tangan manusia, tetapi lahir oleh karena bantuan Roh Kudus. Dengan inspirasi Roh Kudus, para misionaris Claretian menjadi pelayan Sabda yang berkarisma dan siap untuk melayani sesama.
“Hati ini dibentuk bukan oleh manusia, tetapi oleh Roh, sebagaimana hati Bunda Maria”, tandasnya.
Bagi para Claretian, Hati Maria bukan sekadar gelar tambahan bagi Perawan Maria. Hati Maria adalah gambaran seluruh pribadi Maria dan merupakan suatu bagian terpenting untuk menegaskan keseluruhan kedalaman batin Sang Perawan, cinta keibuannya, dan sikapnya dalam hubungan dengan Yesus dan para misionarisnya. Di dalam hatinya seorang Claretian menemukan kedekatan, kelemahlembutan dan belaskasihan.
Hati Maria merupakan keistimewaan spiritualitas dan kerasulan para Misionaris Claretian. Hati Maria adalah sumber cinta kepada Allah dan sesama. Dalam tanur hati Maria seorang Claretian dibentuk menjadi seorang misionaris berkarisma sebagai pendengar dan pelayan Sabda, yang memiliki rasa tergerak hati, rasa kesiapsediaan dan rasa kekatolikan, untuk diutus ke mana saja Gereja dan Kongregasi membutuhkan.
Bertepatan dengan perayaan hari ini, Delegasi Independen Indonesia-Timor Leste menutup Tahun Hati Maria. Selama setahun terakhir, para Claretian diajak untuk mendalami kembali dan menghidupi spiritualitas Hati Maria, sehingga dalam melaksanakan misi, seorang Claretian akan selalu bermisi dengan hati, agar setiap orang yang dilayani dapat semakin mengenal, mencintai, melayani dan memuliakan Tuhan.
Selain itu, dalam semarak Pesta Hati Tak Bernoda Maria, Komunitas Seminari Hati Maria (SHM) merayakan ulang tahunnya yang ke-20 (2003-2023). Semenjak kelahirannya di Kupang, Komunitas SHM telah melahirkan begitu banyak misionaris yang handal dan siap diutus. Dengan mengambil nama “Hati Maria” sebagai nama komunitas, Komunitas SHM telah menjadikan dirinya sebagai saksi sukacita Injili dalam berbagai bentuk pelayanan, seperti pelayanan sakramental, kerasulan, dan berbagai bentuk misi lainnya.
Perayaan Ekaristi Pesta Hati Tak Bernoda Maria dan Perayaan Syukur ulang tahun komunitas SHM menandai dilantiknya delapan misionaris Putra-putra Hati Tak Bernoda Maria menjadi lektor dan akolit. Pelantikan ini menjadi tanda bahwa mereka segera dan siap dilahirkan untuk membantu pelayanan dalam kegiatan liturgi Gerejani. Pelayanan mereka dalam liturgi Gereja akan menjadi nyanyian syukur yang indah bagi semua orang yang akan mereka layani.
Delapan misionaris yang dilantik oleh P. Valens Agino, CMF menjadi lektor dan akolit adalah Frs. Adolfo Martins de Deus, Armandino Atiyos da Costa, Arsensius Roiman Baruk, Ferdinandus Naibobe, Patrianus Densi Dewa Panggo, Stanislaus Erson, Theofilus Antonius Gela, dan Yanuarius Asan Berek, CMFF.