Transformasi Diri Model Abraham

Bejo, Bajawa – Flores, Indonesia. Sebanyak dua puluh satu Misionaris Claretian Regio Indonesia Timur (Timor Barat, Flores, dan Sulawesi Barat) mengadakan Retret Tahunan dan Mini Asembli di Rumah Khalwat Bintang Bethlehem “Sang Timur” Bejo, Bajawa, Ngada, Flores pada tanggal 10 – 17 September 2019. Retret Tahunan regional kali ini dibimbing oleh P. Lukas Jua, SVD, Provinsial SVD Propinsi Ende dengan tema, “Transformasi Diri Model Abraham.”

Transformasi memang merupakan mega proyek sexenium kongregasional dengan tiga kata keramatnya, “Berjalan – Menemani – Menyembah.” Mimpi dan cita-cita Claretian Indonesia-Timor Leste pun meneruskan gerak transformatif-kongregasional ini: “Misionaris, Berjalan, Menemani dan Menyembah.” Menggunakan pendekatan tokoh sambil mencermati momen paling menggugah (exciting moment) dalam anyaman kisah nomadic-transformatif Abraham, renungan Pater Lukas membuka ruang pemahaman yang semakin dalam pada apa artinya transformasi, tidak hanya pada sensus literalis dari tenunan kisah tertentu, tetapi terutama pada sensus plenior – menemukan makna yang lebih dalam dengan menghubungkan teks tersebut dengan keseluruhan makna Kitab Suci, sambil menjimpit maknanya untuk hidup kita saat ini – pesan transformatif untuk hidup di sini dan sekarang ini terasa mengalir dari balik tenunan narasi ini.

Petualangan transformatif ini diteruskan dalam Mini Asembli yang dipimpin oleh P. Frederikus Jampur, CMF (Consultor dan Prefek Kerasulan Delegasi), pada tanggal 16 – 17 September 2019. Mini Asembli ini merupakan momen untuk mengevaluasi sejauh mana tiga proses transformasi (Berjalan-Menemani-Menyembah) berjalan dan dihidupi oleh setiap anggota serta komunitas Claretian sekaligus juga merupakan puncak kunjungan kanonik beliau ke komunitas-komunitas Claretian Regio Indonesia Timur yang dimulai pada bulan Agustus yang lalu. Hadir dalam Retret Tahunan dan Mini Asembli ini komunitas dan perwakilan komunitas Claretian di Regio Indonesia Timur: Komunitas Claretian Paroki St. Maria Fatima Nurobo; Komunitas Claretian Paroki St. AMC Oenopu; Komunitas Claretian Paroki St. Theresia Kanak-Kanak Yesus Panite; Komunitas Claretian Paroki St. Hubertus Sok; Komunitas Claretian Quasi Paroki St. Marinus Puurere Ende; Komunitas Claretian Paroki St. Mikhael Tobadak; Pra Novisiat Claret Kupang; Novisiat Claret Benlutu; Seminari Hati Maria Kupang; Komunitas Claretian Taman Ziarah Yesus Maria Oebelo dan Claretian House Kupang.

Retret Tahunan dan Mini Asembli ini ditutup dengan outing bersama di Wae Pana Soa dan kampung tradisional Bena. Suguhan keindahan alam Bajawa cukup menggairahkan petualangan sang misionaris untuk terus berlangkah, seperti Abraham yang selalu tinggal dalam kerinduan kepenuhan janji Allah pada setiap kisah nomadik-transformatifnya. Kisah missioner-kemuridan kita pun bergerak dalam alur nomadic menuju kepenuhan transformasi saat “Allah menjadi semua di dalam semua” (1Kor 15:28).

FILOSOFI TARIAN TEBE

(Pe. Emanuel Lelo Talok, CMF – Dipresentasikan dalam Temu Alumni FTW Jogjakarta 2016).

BEBERAPA SYAIR KUNO:

  1. Tebe atu di’ak, los tama bele. (Agar Tebe kita baik, mari semua masuk bersama. Artinya Tebe mengandung nilai persatuan).
  2. Tebe kalan-kalan, koba kidun mamuk. (Kalau Tebe (berpesta) terus tiap malam, maka “dompet” kita tepos. Tebe mengajarkan orang mengatur waktu dengan baik. Time is money).
  3. Fulan Mata Kmesak, leok lema rai. (Sang Rembulan Tunggal, menyinari seantero bumi. Tebe mengarahkan orang pada Keilahian, walau pun Tunggal, namun melindungi semua makhluk).
  4. Manu basa liras, hali tahan rodan. (Ayam mengepakkan sayap, dedaunan beringin berguguran. Usaha tidak mengkhianati hasil).
  5. Wain sama hare, susar hotu lakon. (Tatkala musim injak padi tiba, semua susah tiada).

Tebe, atau Tebe-tebe, adalah salah satu tarian rakyat Pulau Timor. Tarian itu aslinya ditarikan pada malam hari waktu bulan purnama.

Para pria dan wanita dari kalangan masyarakat pedalaman, khususnya para petani, sering menarikannya. Selain sebagai kesenian, sebenarnya Tebe merupakan sebuah pekerjaan di dunia pertanian. Kerja merontokkan padi.

Para penari bernyanyi pantun adat Tetun (atau Kemak dan Bunak) secara bersahut-sahutan, sambil melompat, berjingkrak, meliukkan tubuh ke kiri-ke kanan, ke depan, ke belakang. Konon syair-syair nyanyian itu bernilai filosofis, antara lain; kegembiraan, persaudaraan, pergaulan muda-mudi yang wajar, hormat kepada keluarga, toleransi, hal Ketuhanan dan ketahanan hidup.

Sejarah Tarian Tebe paling asli adalah dari Kegiatan Injak Padi. Maka dikenal dengan Tebe Sama Hare. Di masyarakat Tasifeto di Pulau Timor, misalnya, setiap panen padi, pasti ada tarian Tebe. Kata tebe sendiri artinya menendang. Lengkapnya Tebe-Tatei.

“Ya, kalau yang saya tahu dari kecil, tebe berkaitan dengan “tarian melingkar dengan berdendang bersahut-sahutan pemuda-pemudi waktu malam bulan purnama untuk merontokkan padi yang baru dipotong,” demikian penggalan tulisan Alm. Om Pater Gabriel Atok, SVD tentang Tarian Tebe, ketika beliau mewawancarai para tetua adat di Belu, tahun 1970-an.

Tebe kini jarang dipakai untuk Injak Padi, tapi lebih sebagai hiburan semata. Kadang syairnya pun lebih fokus kepada patah hati dan percintaan anak muda. Tidak salah, namun kiranya makna Tebe yang hakiki, janganlah dibiarkan luntur oleh arus zaman. Tebe sekarang pun sering tidak dinyanyikan langsung oleh para penari, karena lebih mengandalkan kaset rekaman. Namun, kiranya makna Tebe tetap dijaga kebenarannya.

Semoga sampai kapan pun, makna Tebe bisa dipahami secara benar dan dijaga sampai akhir hayat oleh kita insan budaya Tanah Timor, karena filosofis hidup leluhur kita, memberi nilai positif bagi hidup masyarakat Timor.

Dili, 3 September 2015

KUNJUNGAN KANONIK DAN MINI ASEMBLI REGIO INDONESIA BARAT

Mandala, Medan, Indonesia. Kunjungan Kanonik merupakan kunjungan persaudaraan dari pemimpin kepada seluruh anggotanya. Kunjungan ini tentunya memiliki makna untuk merajut tali persaudaraan antara satu dengan yang lainnya. Selain itu, pemimpin juga dapat mengetahui karya dan pelayanan yang dilakukan oleh semua anggota komunitas di tempat misi masing-masing. Pada umumnya kunjungan ini dilakukan untuk mengetahui situasi dan kondisi anggota komunitas, kepemimpinan, hidup komunitas, spiritualitas, kerasulan dan juga ekonomi. Dalam kerangka berpikir inilah maka Dewan Delegasi Indonesia Timor Leste mengadakan kunjungan ke setiap regio, yakni Regio Timor Leste, Regio Indonesia Timur dan Regio Indonesia Barat.

Dalam kunjungan ke Regio Indonesia Barat diwakili oleh Dewan Delegasi Indonesia Timor-Leste yaitu P. Emanuel Lelo Talok, CMF. Kunjungan kanonik ini mencakup komunitas misi dan juga komunitas formasi. Kunjungan Kanonik di Regio Indonesia Barat dimulai tanggal 3-5 Juli 2019 di Komunitas Mandala, 5-7 Juli di Tanjung Balai, 7-9 di Siantar, 9-10 Tomok. Di sela-sela kunjungan ke wilayah Sumatera, P. Emanuel, CMF juga sempat mengunjungi bakal komunitas yang baru yakni Komunitas Binjai. Selain itu juga beliau bertemu dengan Uskup Agung Medan serta menghadiri pelantikan P. Romaldus Nairun, CMF sebagai Vikaris Episcopalis Religiosa. Tanggal 12-14 P. Emanuel melanjutkan perjalanan ke komunitas Palurejo Kalimantan. Kunjungan Kanonik ke komunitas Jogjakarta dilanjutkan tanggal 15-20 Agustus 2019, dan tanggal 20-22 Agustus di Komunitas Catalina Jakarta, dan diakhiri dengan kegiatan mini asembli tanggal 23-25 di Jakarta.

Dalam kunjungan kanonik di Regio Indonesia Timor Barat, ada kesan umum yaitu setiap anggota komunitas begitu antusias menyambut kedatangan dewan delegasi. P. Emanuel, CMF menilai bahwa selama dalam kunjungan tersebut ada rasa persaudaraan yang begitu tinggi dan sangat membahagiakan. Selain itu, dalam dialog bersama dengan setiap anggota, dirasakan ada keterbukaan dan penyampaiannya dilakukan dengan penuh kebebasan.

Kunjungan kanonik ini akhirnya ditutup dengan kegiatan mini asembli di Jakarta. Mini assembly ini dilaksanakan untuk melihat kembali seluruh proses selama kunjungan kanonik di Regio Indonesia Barat. Selain itu, mini asembli ini adalah langkah persiapan bagi asembli umum yang akan diadakan tahun 2020. (P. Fredy Y.M. Lana, cmf)

Belajar Mendengarkan

Pra Novisiat Claret, Kupang. “Hari ini kita memulai tahun ajaran yang baru”, demikian kalimat pembuka Pater Yohanes Mangge CMF (P. Yoma, formator Postulan) di dalam pengantar perayaan Ekaristi di Pra-Novisiat Claret (PNC) Kupang, pagi hari ini, Senin, 02/09/2019. Komunitas PNC tepat pada hari ini memulai musim perkuliahan tahun ajaran 2019-2020. Pater Yoma selaku selebran utama didampingi konselebran Pater Fransisco Jose Baeza Roca CMF (P. Xiku, Superior Rumah) dan Pater Eusabius Toda CMF (P. Eus, Formator Aspiran).

Salah satu pemandangan menarik yang mewarnai perayaan ini adalah wajah-wajah baru anggota komunitas. Selain dihadiri oleh penghuni lama, para Postulan, Ekaristi pagi ini disemaraki juga oleh wajah-wajah cerah bersemangat 40 Aspiran. Antusiasme untuk membenamkan diri di dalam ritme akademis tampak di dalam alunan suara komunitas untuk memeriahkan perayaan Ekaristi kudus.

Mendengarkan adalah tanggapan yang tepat dan ungkapan kerendahan hati sebagai seorang murid. Tahapan awal pembelajaran seorang pelajar adalah mendengarkan ajaran para pengajar. Disposisi mendengarkan memampukan seorang murid untuk mencerap makna terdalam ajaran gurunya. Mengacu pada teks Lukas (4:16-30), Pater Yoma menegaskan bahwa semua orang di rumah ibadat marah kepada Yesus karena mereka tidak memiliki kerendahan hati untuk mendengarkan sebagai murid ajaran Yesus tatkala Yesus sedang berkotbah di Sinagoga Nazaret. Ketajaman mata dan nalar mereka terbentur prasangka dan frame kultural-religius Yudaisme.

Mendengarkan adalah pintu awal untuk memasuki medan pertualangan intelektual. Mendengarkan bukan ekspresi pasivitas, melainkan keaktivan akademik yang bijak dan kalem untuk menanggapi stimulus eksternal. Tujuan utama proses pembelajaran adalah membentuk penaralan kritis dan membangun argumentasi paradigmatik. Di dalam domain ilmiah, tujuan ini hanya bisa diraih dengan mendengarkan. Mendengarkan dengan demikian memungkinkan seseorang untuk menanggapi setiap persoalan dengan kritis dan paradigmatis. Mendengarkan adalah tesis awal untuk berdialektika dan menghindari jebakan argumentasi ad hominem.

Perayaan ini diakhiri dengan ketukan palu dibarengi pernyataan “Dengan ini tahun ajaran baru resmi dimulai” oleh Pater Xiku sebagai Superior komunitas. (Fr.L. Benevides, CMF)

‘Not only leading people to Heaven but making Heaven on Earth’

Yogyakarta, Indonesia. Project Management Training for Claretian Independent Delegation of Indonesia-Timor Leste was conducted by the General Mission Procurator, Fr. Lord Winner, CMF at OMI Retreat Centre, Yogyakarta, Indonesia from 27th to 30th of August 2019. The participants of the training were 18 priests, 9 students of Theology and one Sister from the Religious of Mary Immaculate Congregation (Claretian Sisters).

Fr. Francesco Jose Baeza Roca, CMF (Econome and Mission Procurator of the Delegation) on behalf of the Major Superior of the delegation inaugurated the training inviting the participants to work towards self-sufficiency of the delegation through pastoral and social projects. Fr. Lord Winner, CMF explained the objectives of the training as to arrive at a clear understanding about project methodology used by the Congregation and to start preparing project proposals for the needs of the mission.

The training focused on various components of projects, study of the formats of Mission and the General Mission Procure, organizational structure needed to implement projects and how projects need to be designed using the sustainable development goals ( SDGs). The steps needed to be taken by the missionaries to move from charity-based approach to rights-based approach were also explained using the theme ‘not only leading people to Heaven but making Heaven on Earth’. The Trainer dealt in length on the functioning of the Mission Procure and the criteria used by the Congregation for managing projects.

The staff of Caritas Germany working in Indonesia were also invited to share about their project planning process which enlightened the participants with concrete examples. Using the funding guide published by Mission Project Service (USA), the participants made a prospect search to enlist the possible funding agencies for a project proposal they prepared during the training.

The Evaluation done at the end of the Training revealed an increase in confidence among the participants to engage in projects. Many also expressed the need to continuously increase their knowledge and skills so that each community can prepare proposals in consultation with the people and send to the Mission Procure. The participants returned with the promise of sending one or more projects for the next project cycle of the General Procure, whose deadline falls on 31st January 2020. (Reported by: Fr. Paul Madoni, CMF)

Pertemuan Sekretaris se-ASCLA

Ragama, Sri Lanka. Pada tanggal 12 – 18 Agustus 2019, di komunitas Claretian Ragama, Sri Lanka berlangsung pertemuan para sekretaris se-ASCLA (Asia Claretian), yang merupakan gabungan dari dua Konferensi: ASCLA West (Bangaluru, Chenai, St. Thomas, Sri Lanka, Noth East, Kolkata) dan ASCLA East (Filipina, Jepang-Taiwan-Macau; Korea, Indonesia-Timor Leste).

Pertemuan ini merupakan program secretariat dan dewan jendral dalam rangka penyeragaman metode dan system kerja kesekretariatan seluruh kongregasi. Hadir dalam pertemuan dan workshop bersama ini team dari secretariat jendral di Roma, P. Louie Guades III, cmf dan Bro. Mario Kevin, cmf. P. Louie Guades III, cmf dalam sambutan pembukaan worshop ini mengatakan, “Pertemuan dan workshop ini menjadi momen belajar bersama bagaimana melayani Kongregasi dan sesama saudara kita melalui tugas-tugas kesekretariatan yang kita emban sehari-hari.” Kecuali itu juga, mengulangi pesan Sekretaris Jendral, P. Joseba Kamiruaga Mieza, cmf, “agar komunikasi yang kita bangun dengan sekretaris jendral di Roma berjalan sesuai dengan petunjuk-petunjuk dalam Manual Sekretaris dalam kongregasi kita,” tegasnya.

Seluruh peserta pertemuan dan worshop berterima kasih kepada sekretaris dan dewan jendral di Roma serta para superior dari masing-masing organisme yang telah menggagas jalannya pertemuan dan workshop ini. Ucapan terima kasih yang sama juga disampaikan kepada superior delegatus, P. Rex Constantine, cmf dan semua Misionaris Claretian Sri Lanka yang telah menjadi tuan rumah yang baik dalam menyukseskan pertemuan internasional ini. Semoga pekan belajar bersama ini memantik api pelayanan misionaris kepada Kongregasi/propinsi/delegasi dengan sepenuh hati dan selalu menikmati menjadi the man behind the curtain.