“Dibabtis dan Diutus” Kunjungan Para Claretian dan Paguyuban Flobamora ke Kapela St. Mikael Tanjung Kait

Tanjung Kait, Jakarta. Pada Minggu 27 Oktober 2019, komunitas para Misionaris Claretian (para imam, diakon dan frater CMF) yang berdomisili di Cluster Catalina-Gading Serpong, bekerjasama dengan paguyuban Flobamora Paroki St. Laurensius Alam Sutera, mengunjungi dan merayakan Ekaristi bersama umat katolik di Kapela St. Mikael Tanjung Kait—Paroki St. Gregorius Kota Bumi Keuskupan Agung Jakarta. Kunjungan ini merupakan puncak perayaan mengenang 149 tahun wafatnya Pendiri Kongregasi Para Misionaris Claretian, St. Antonius Maria Claret (yang sebenarnya terjadi pada 24 Oktober) sekaligus penutupan bulan misi Claretian dan syukuran tahbisan diakon dari Dkn. Metodius Manek, CMF dan Dkn. Yeremias Nardin, CMF. Ketiga tema perayaan ini dirangkum dalam tema utama panggilan hidup seorang Kristiani, “Dibabtis dan Diutus”. Tema ini dipilih untuk menyadarkan kembali bahwa di dalam diri setiap orang yang dibabtis selalu terdapat misi, yakni diutus untuk menjadi saksi dan pembawa pesan sukacita Injil.

Rm. Yohanes Krisostomus Jaya Jawa, CMF, selaku pimpinan komunitas Claretian Catalina-Gading Serpong dan Selebran dalam perayaan syukur ini, mengatakan bahwa kunjungan ini merupakan cara sederhana tetapi sangat mendasar bagaimana memahami misi zaman sekarang. Bermisi tidak lain menurut Rm. Kris, adalah berbagi dari kemurahan hati. Dalam renungannya dia menegaskan, “Bermisi dalam arti yang mudah adalah saling mengunjungi dan berbagi sukacita iman agar saling meneguhkan dan bertekun dalam panggilan hidup sebagai pengikut Kristus”. Tindakan ini harus muncul dari kelimpahahan hati (ex abundantia cordis), yaitu hati yang meluap-luap dengan kebaikan dan hati yang mendesak seseorang berbagi kebaikan kepada sesama, terutama mereka yang berada pada tapal batas kehidupan dan kemanusiaan. “Sebagai orang-orang yang telah dibabtis, kita semua diutus untuk berbagi kasih dan kebaikan dari kelimpahan hati kita masing-masing. Dengan cara itulah kita semua menjadi misionaris, yakni saksi-saksi dan pembawa pesan sukacita Injil di manapun kita berada”, demikian pesan misionaris yang lama berkarya di Timor Leste ini.

Kunjungan ini sangat berkesan bagi semua pihak yang terlibat di dalamnya. Bpk. Agus, ketua Kapela St. Mikael Tanjung Kait, sangat antusias dengan kehadiran para Claretian dan paguyuban Flobara ini. “Kami sangat senang karena dikunjungi seperti ini. Besar harapan kami, kunjungan ini akan terus berlanjut di masa mendatang”. Selain itu, ibu Grace Njo, ketua paguyuban Flobamora Paroki Alam Sutera, juga mengungkapkan kegembiraan dan rasa syukur atas partisipasi paguyuban yang dipimpinnya dalam kunjungan ini. “Sebagai paguyuban, kami sangat senang bisa berpartisipasi dalam kegiatan seperti ini. Semoga kegiatan hari ini membakar semangat pelayanan kita semua sesuai dengan panggilan hidup kita masing-masing, dan kerjasama dengan para Claretian kiranya dapat berlanjut dalam kegiatan-kegiatan selanjutnya”.

Semoga sukacita iman dalam kunjungan ini berkanjang dan menjadi kekuatan untuk menghadapi tantangan hidup sehari-hari. (Dkn. Yeremias Nardin, CMF – CH Catalina, Gading Serpong – Jakarta)

“Rohku untuk seluruh dunia”

Yogyakarta, Indonesia. Kamis, 24 Oktober 2019, perasaan sukacita menyelimuti suasana hati setiap anggota Kongregasi Putra-Putra Hati Tak Bernoda Maria (CMF), khususnya Komunitas Wisma Skolastikat Claretian Yogyakarta. Bersamaan dengan Pesta Bapa Pendiri, St. Antonius Maria Claret, komunitas juga merayakan misa pengikraran kaul kekal religius dari ketujuh misionaris muda, Fr. Aloysius Etwino Ganti, CMF, Fr. Krisantus Emanuel Nurak, CMF, Fr. Yohanes Naharjo Klau, CMF, Fr. Agustinus Djeramu, CMF, Fr. Arnoldus Kutu Ndiwa, CMF, Fr. Silvestre Antonio Pereira, CMF, dan Fr. Lukas Benevides, CMF. Dengan langkah yang pasti dan suara yang lantang mereka mengikrarkan kesetiaan terhadap Yesus Kristus, Gereja, dan Kongregasi. “Demikian saya mengaulkan kepada Allah, Kemurnian, Kemiskinan, dan Ketaatan untuk selama-lamanya, dan saya melibatkan diri untuk hidup dalam komunitas kehidupan kerasulan dari kongregasi”.

Pater Yohanes Maria Vianey Lusi Emi, CMF, Superior Delegatus CMF Indonesia-Timor Leste sekaligus selebran dalam Perayaan Ekaristi ini mengajak kauliawan dan umat semuanya untuk belajar dari kisah hidup Ayub. Dalam homilinya Pater Vianey mengatakan, “dengan yakin Ayub berkata, sekarang mataku sendiri memandang Engkau, senada dengan Ayub, saya mau bertanya kepada para kauliawan, Apakah para saudara secara personal telah melihat atau memandang Sang Guru, Yesus Kristus?”. Memandang Yesus, mengandaikan seseorang telah mampu hidup dalam kedalaman spiritual. Pertanyaan Pater Vianey, sekiranya menjadi penggugah perefleksian para kauliawan, juga para umat yang hadir dalam perayaan sukacita tersebut.

Di akhir perayaan Ekaristi, Pater Vianey sebagai Superior Delegatus Kongregasi Claretian Indonesia-Timor Leste, mengumumkan tempat perutusan ketujuh kauliawan. Fr. Arnoldus Kutu Ndiwa, CMF, akan berlangkah menuju Komunitas Claretian di Frankfurt, Jerman. Fr. Etwino Ganti, CMF, bersiap mengemban misi di Komunitas Claretian Salele, Timor Leste. Fr. Krisantus Emanuel Nurak, CMF, akan menjadi anggota Komunitas Biara St. Antonius Maria Claret, Sinaksak, Siantar. Fr. Yohanes Naharjo Klau, CMF, segera bergandeng tangan dengan misi Claretian di Tanah Borneo, Paroki Sta. Maria Immakulata Wayun, Palu Rejo. Fr. Agustinus Djeramu, CMF, bersiap menatap misi Claretian di Tanjung Balai, Paroki St. Mikael. Fr. Silvestre Antonio Pereira, CMF, kembali mengolah misi di Seminari Hati Maria, Kupang. Dan Fr. Lukas Benevides, CMF, melanjutkan karya menyemai bibit panggilan Claretian di Pra Novisiat Claretian, Kupang. Semoga Roh Kudus selalu menyertai perjalanan misi mereka. (Frs. E. D. Koten & R.M. Paing, CMFF – Skolastikat Claretian Yogyakarta)

CLARET: MISIONARIS APOSTOLIK

Oleh P. Yohanes DS. Jeramu, cmf (Superior & Formator CH Kupang)

  1. Pengantar: Detak Nadi Sang Misionaris

Darah dan gairah sebagai misionaris adalah sesuatu yang inheren dalam detak nadi hidup dan karya Pater Claret. Sejak menjadi Pastor rekan dan ekonom selama 4 tahun berkarya di Paroki St. Maria Sallent, dia sungguh menyadari bahwa dirinya tidak cukup hanya menjadi seorang imam projo, yang hanya melayani di satu paroki saja. Dia merasa terpanggil untuk melayani melampaui territorial Cataluña, menjadi misionaris universal. Detak nadi misionernya menggerakan dia untuk tidak merasa nyaman dan puas dengan hanya memimpin misa dan melayani sakramen; Claret menyadari bahwa Allah memanggil dan mengutusnya untuk menjadi pewarta Sabda yang meretas batas-batas parokial, membawa sukacita Injil kepada semua orang dan segala bangsa, khususnya pertobatan bagi para pendosa, pembebasan bagi mereka yang tertindas dan kabar baik bagi mereka yang sakit dan miskin (cf. Aut. 110, 111).

Dalam penjelasan tentang perumpamaan talenta, sebagaimana Claret kisahkan dalam Avisos a un sacerdote (apendiks no. 12), ia menunjukan perbedaan antara seorang misionaris dan seorang pastor paroki. Keduanya telah menerima talenta imamat, pastor paroki menerima satu talenta tambahan, yaitu paroki, sementara seorang misionaris telah menerima empat talenta lain, yakni seluruh dunia. Dalam satu surat kepada seorang calon misionaris yang tergoda untuk menjadi seorang canonis ia menulis: “Perlu diingatkan bahwa menjadi seorang misionaris itu lebih dari seorang pastor paroki, lebih dari seorang canonis, lebih dari… Bahaya-bahaya yang ada dalam dua status ini lebih besar dan hasilnya kurang dibandingkan dengan status sebagai misionaris” (Epistolario, surat 886).

Pasion misionarisnya ini berbasiskan pada kecintaanya yang luarbiasa akan Sabda Allah. Bisikan profetis nabi Yesaya dan Yeremia menginspirasi dan mendorongnya untuk menjadi corong Sabda Allah (Aut. 113-120). Claret merasa terpanggil untuk meneladani dan menyerupai Yesus yang mewartakan Sabda Allah dari satu tempat ke tempat yang lain. Mosen Claret menyadari bahwa “kegalauan teologis” akan pengalaman mistiknya ketika masih berumur 5 tahun: selamanya, selamanya, selamanya…penderitaan abadi itu hanya bisa terjawab secara ekslusif melalui pewartaan Sabda; hanya kehangatan dan ketajaman Sabda Allah yang mampu menobatkan dan menyelamatkan manusia dari ancaman derita kekal. Kesadaran soteriologis inilah yang membuat Claret tidak pernah merasa lelah untuk berkotbah dan menobatkan begitu banyak orang. Detak nadi misionaris dan pasión akan Sabda Allah inilah yang menyakinkan pater Claret pada September 1839 meninggalkan spanyol dan pergi ke Roma untuk menyerahkan diri pada Propaganda Fide agar bisa diutus menjadi misionaris ke seluruh penjuru dunia.

  1. Misionaris Apostolik: Identitas Panggilan dan Misi Claret

Pada bulan Juli 1841 Claret menerima gelar “Misionaris Apostolik” dari Tahta Suci. Sebuah gelar yang mengindikasi bahwa seseorang menerima previllage atau hak istimewa secara yuridis yang mengizinkannya untuk berkotbah di mana saja, tanpa terikat pada satu paroki atau keuskupan tertentu. Bagi Claret, gelar ini bukan hanya sebatas suatu kehormatan ataupun sesuatu yang yuridis, melainkan sebuah gelar yang mengkonfirmasi semangat dan gairah misioner yang sudah terpatri dalam dirinya sejak lama. “Misonaris Apostolik” merupakan gambaran yang lebih otentik dan mendalam berkaitan dengan personalitas Pater Claret. Gelar “Misionaris Apostolik” mengekspresikan definisi dirinya yang esensil (Cf. MCT 56). Seluruh dinamika hidup panggilan dan misi Pater Claret senantiasa dijiwai oleh roh misionaris apostolik tersebut. Hidup, panggilan dan misi Claret selalu berdimensi apostolik.

Claret memahami kata “Misionaris” sebagai karya evangelisasi, mewartakan Sabda Allah, sebagaimana dihidupi oleh para nabi, sembari mengesampingkan struktur-birokrasi pastoral dan sacramental. Baginya, kata misionaris berkaitan erat dengan Pribadi Kristus: Yang Diurap dan Diutus; Yesus Kristus adalah “Cabeza de los misioneros” (Kepala dari para misionaris). Kesadaran kristologis inilah yang terus menggerakan Claret untuk menyerupai Kristus, menyatukan dirinya dengan-Nya, mengikuti dan menderita bersama-Nya demi pewartaan Sabda Allah. Claret merasa terpanggil untuk menyerupai seutuhnya Yesus yang mewartakan Kabar Baik, berjalan dari satu tempat ke tempat yang lain, dan bahkan berpuncak pada pengorbanan di Salib. Singkatnya, Claret bertekad menyerupai kemisionarisan Yesus sendiri.

Demikianpun, Claret menginterpretasi kata “Apostolik” berkaitan dengan corak hidup dan misi Para Rasul. Mereka terpanggil hidup secara dekat dengan Yesus, dan mereka diutus untuk mewartakan Injil sampai ke ujung dunia. Claret juga memahami kata apostolik sebagai corak hidup yang berpusatkan pada kemiskinan, dan kesiapsediaan untuk diutus kemana saja dalam spirit itinerant yang konstan, serta hidup dalam komunitas dan persaudaraan demi pelayanan akan pewartaan Injil.

  1. Karakter-Karakter Misionaris Apostolik Claret

Totalitas hidup dan karya Pater Claret seutuhnya berfondasikan pada identitasnya sebagai “Misionaris Yesus Kristus” seturut gaya dan corak hidup Para Rasul. Kita dapat menyebutkan beberapa karakter fundamental Misionaris Apostolik Claret:

Pertama, Pasion-Gairah. Pater Claret mendefinisikan “pasion” sebagai kasih yang bernyala-nyala (cf. Aut.381). Dia mengutip kata-kata St. Agustinus: “kasih dikenal melalui pasion. Siapa yg tdk memiliki pasion berarti tak memiliki kasih“. Claret memahami Kasih itu sebagai “ser activo y sufrir” (menjadi aktif dan menderita):memasuki pekerjaan-pekerjaan, berkorban dan menderita demi kemulian Tuhan dan kebaikan sesama (cf. Aut. 382).Bagi Claret, seorang misionaris harus memiliki “gairah apostolik“ dan terdorong selalu oleh kasih Kristus (Caritas Christi Urget Nos). Namun, sebagaimana diyakini Claret, Pasion itu bukanlah produksi dari usaha dan jasa manusia, melainkan sebuah anugerah dari Roh Kudus. Maka, seorang Misionaris Apostolik itu diurapi dan diutus oleh Roh Kudus (Aut.118). Keterbukaan terhadap daya Roh Kudus menjadikan seorang misionaris mencintai dan berpasion-gairah akan pewartaan Sabda Allah.

Kedua, Diutus. Claret memahami semangat misionernya dgn kata-kata: “spiritus Domini super me et evangelizare pauperibus misit me Dominus (Aut. 118; Lk. 4:16-) – Roh Tuhan ada padaku, untuk mewartakan Kabar Baik kepada orang-orang miskin. Claret meghayati pengurapan dan perutusan oleh Roh Kudus untuk mewartakan kabar gembira kepada orang miskin. Dalam seluruh karya misinya, Claret selalu bersedia untuk diutus kemana saja (Aut. 156,161). Dimensi perutusan ini senantiasa dibingkai oleh sikap taat dan setia selalu pada perutusan uskup (Aut. 195), bukan demi “keinginan pribadinya” (Aut.194, 196); Claret senantiasa mengutamakan “perkara-perkara Gereja” (Aut.734, 735). Pater Claret sungguh menyadari bahwa Ketaatan akan perutusan menjadikan kerasulan kita akan menghasilkan buah (Aut. 192).

Ketiga, Kesaksian. Bagi Claret, seorang misionaris apostolik hendaknya menghayati gaya hidup yang sungguh apostolik dan injili. Seorang misionaris adalah tanda dan saksi akan Kerajaan Allah dan Injil Kristus. Demikian digarisbawahi oleh Claret dalam autobiografinya: “Dengan meneladani Kristus, seorang misionaris harus membuat dan mempraktekan lebih dahulu, barulah mengajar” (Aut. 340). Hal ini selaras dengan pernyataan Dokumen Kapitel Mision Claretian Today: “Kesaksian hidup adalah sarana istimewa bagi evangelisasi. Evangelisasi tanpa kesaksian hidup yang benar maka karya pewartaan kita mustahil bisa dipercayai” (MCT 152).

Keempat, Kerasulan lingkar luar-periferi. Dalam seluruh hidup dan pelayanannya, Claret selalu menunjukan kedekatan,cinta dan kepedulian terhadap mereka yang miskin. Dia merasa dipanggil dan diutus untuk mewartakan Injil dan berpihak terhadap orang-orang kecil dan miskin. Sikap option for the poor bukanlah sebatas pada rasa iba atau belaskasihan, melainkan secara nyata dan total bersolider dan berpihak terhadap orang-orang kecil dan miskin yang dijumpainya dalam ziarah misionernya. Dalam Autbiografinya kita dapat menemukan beberapa contoh kongkrit tindakan bela rasa dan solidaritas Claret terhadap mereka, misalnya: dia merelakan jatah makan siang diberikan kepada seorang janda yang anaknya kelaparan; dia tidak merasa sungkan menerima ajakan seorang pengemis untuk makan bareng sepiring buncis bersama-sama; dia tidak pernah merasa lelah mengunjungi orang sakit baik siang maupun malam; Claret selalu membela keadilan dan martabat kaum negro serta menyediakan lapangan kerja selama menjadi Uskup di Kuba; selama dia menjadi Bapa Pengakuan Ratu dia tidak mau tinggal di dalam kenyamanan dan kemewahan istana, tetapi meminta tinggal di luar istana supaya dapat melayani orang-orang kecil dan miskin…. Masih banyak contoh kongkrit lainnya yang menunjukan betapa besar solidaritas dan keberpihakan Claret terhadap mereka yang kecil dan miskin.

Kelima, Komunitas “Sarang Lebah”. “….rumah kami seperti sarang lebah, yang satu keluar yang lain masuk menurut ketentuan yang saya berikan kepada mereka, dan mereka semua selalu sangat gembira dan bahagia. Maka orang-orang di luar heran akan apa yang mereka lihat, dan memuji Allah(Aut. 608). Bagi Claret, keteraturan hidup dan persaudaraan dalam komunitas menjadi tanda kesaksian yang efektif dan kekuatan evangelisasi. Hidup persaudaraan komunitas selain menjadi kekuatan demi kesuksesan dalam bermisi, juga saksi nyata akan Kabar Baik dan sukacita Injil bagi sesama. Kasih, keramahtamaan, solidaritas, communio­, sehati sejiwa dalam hidup bersama akan menjadikan komunitas kita “sarang lebah”, yang menghasilkan madu sukacita bagi orang-orang di sekitar kita.

  1. Catatan Ahkir

Kongregasi kita telah mencanangkan bulan Oktober 2019 sebagai “Bulan Misi Extraordinary-Luar Biasa”. Sebagai Misionaris Claretian, kita dipanggil untuk belajar dan menyerupai spirit Misionaris Apostolik St. Antonius Maria Claret. Di tengah arus gelombang perubahan zaman now, kita dituntut untuk tetap teguh dan setia pada kharima misioner yang telah diwariskan oleh Bapa Pendiri kita. Kita semua diminta untuk tidak melupakan identitas kita di tengah dunia dan Gereja, yakni sebagai Misionaris-pewarta Sabda Allah. Misionaris adalah ADN kita sebagai Claretian. Missionarii sumus…Somos Misioneros…We are Missionaries…KITA ADALAH MISIONARIS.

Bibliografi:

  1. Jose Maria Viñas dan Jesus Bermejo, San Antonio Maria Claret, Autobiografia, Editoral Claretiana, Barcelona, 2018.
  2. Emilio Vicente Mateu, San Antonio María Claret, Misionero Apostólico, Publicaciones Claretiana, Madrid, 2017.

Dipanggil Menjadi Saksi dan Pewarta Sukacita Injil

Seminari Hati Maria, Kupang – Indonesia. Delegasi Independent Indonesia-Timor Leste sedang berbahagia. Sabtu, 19 Oktober 2019, enam frater Claretian bersama dua frater Kongregasi Hati Kudus Yesus dan Hati Tak Bernoda Maria, dan satu frater Keuskupan Agung Kupang menyerahkan diri untuk ditahbiskan menjadi diakon.

Adapun tema yang diangkat adalah “Dipanggil Menjadi Saksi dan Pewarta Sukacita Injil.” Tema tersebut diangkat bertautan tugas seorang diakon sebagai pelayan Sabda Allah.

Perayaan Ekaristi tahbisan diakon dan Pemberkatan Aula Claret, yang dibangun atas bantuan dari Keuskupan Koln (Jerman) dan Dewan Jendral CMF (Roma) ini dipimpin langsung oleh Bapa Uskup Keuskupan Agung Kupang, Mgr. Petrus Turang. Dalam pesannya kepada para diakon, Bapa Uskup meminta kepada para diakon agar menjalankan tugas mereka sebagai pewarta Sabda. Untuk itu, para diakon dinasihati untuk selalu menyiapkan diri dengan baik sebelum mewartakan Sabda Tuhan, termasuk menyiapkan renungan dalam bentuk tulisan. “Kotbah harus dipersiapkan dalam bentuk tulisan. Tulis, tulis!”, tandas Uskup asal Manado ini.

Bapa Uskup tidak memungkiri akan adanya karya Roh Kudus ketika berkotbah. Namun, bagi Bapa Uskup, seorang pewarta janganlah memaksa Roh Kudus bekerja ketika seorang hendak berkotbah tanpa mempersiapkan diri dengan baik saat mewartakan Sabda Tuhan.

Para frater yang ditahbiskan menjadi diakon adalah Fr. Metodius Manek, CMF; Fr Yeremias Nardin, CMF; Fr. Agustinus Harun Weruin, CMF; Fr. Robertus Payong Pati, CMF; Fr. Apolinaris Vinsensius Tarut, CMF; Fr. Patrisius Weka Bakior, CMF. Dua orang frater dari Kongregasi Hati Kudus Yesus dan Hati Tak Bernoda Maria: Fr. Bernardus Uskono, MSSCC dan Fr. Marsianus Maximus Leu, MSSCC dan satu orang frater dari Keuskupan Agung Kupang: Fr. Bernardus Robertus Ujan.

Profisiat untuk para diakon yang ditahbiskan. Jadilah pelayan Sabda Allah yang handal. Para diakon dipanggil menjadi saksi dan pewarta sukacita Injil (Mario F. Cole Putra, CMF – TOP-er Novisiat Claret Benlutu)

“We Walk To The End”

Pra Novisiat Claret, Kupang – Indonesia. Tanggal 30 September 2019, bertepatan dengan peringatan wajib Santo Hieronimus dan penutupan Bulan Kitab Suci Nasional 2019, Komunitas Pra Novisiat Claret melaksanakan upacara pembukaan bulan Claret yang akan berpuncak pada tanggal 24 Oktober. Upacara pembuka diawali dengan Ekaristi kudus pada pagi hari yang dipimpin P. Eusabius Toda, CMF. Dalam kotbahnya, P. Eus menekankan pentingnya menimba inspirasi dan semangat misioner sang pendiri, St. Antonius Maria Claret dalam menjalani panggilan hidup sebagai seorang Misionaris Claretian.

Sore harinya, upacara dilanjutkan dengan penyalaan obor yang dipimpin P. Yohanes Mangge, CMF. Dalam sambutnya, beliau berpesan agar semua pengikut Kristus yang mengikuti gaya misioner Pater Claret, hendaknya tidak pernah merasa lelah untuk berjalan dan berbuat baik kepada siapa saja. “We Walk To The End!” tegasnya.

Setelah penyalaan obor, semua anggota komunitas mengadakan jalan santai sebagai simbolisasi kesediaan seorang Misionaris Claretian untuk berjalan ke mana saja ia diutus. Di samping jalan santai, ada juga beberapa kegiatan akademik dan non akademik yang telah disiapkan panitia demi memeriahkan pesta Claret tahun ini. Adapun kegiatan akademik yang akan dilaksanakan adalah kuis Claret sebagai salah satu cara untuk semakin mengenal, mencintai dan terlebih mampu menimba semangat misionernya. Kegiatan non akademik antara lain, Claret Idol dan perlombaan-perlombaan di bidang olahraga.

Sebagaimana Claret yang memenangkan semua permainan ketika ia ikut bermain, demikian juga kita, para Claretian, diajak untuk memberikan seluruh diri dalam bulan Claret ini agar tidak hanya kemenangan yang ingin kita capai tetapi juga semangat untuk berusaha dan bekerjasama dalam kehidupan panggilan kita. Vamos! (A.Y. Usfal, cmf)

Belajar dari semangat misioner St. Antonius Maria Claret, “Jiwaku untuk seluruh dunia.”

Seminari Hati Maria, Kupang – Indonesia. Menyongsong Pesta Bapa Pendiri Kongregasi Putra-Putra Hati Tak Bernoda Maria (Misionaris Claretian), St. Antonius Maria Claret yang menurut penanggalan liturgis dirayakan pada setiap tanggal 24 Oktober, komunitas Seminari Hati Maria dan Claretian House Kupang membuka rangkaian kegiatan yang akan berlangsung selama kurang lebih sebulan ini pada Senin, 23 September 2019.

Perayaan pembukaan ini dimulai dengan penyalaan obor misionaris dari Taman Patung Claret dan berarak diiringingi nyanyian menuju lapangan futsal Seminari Hati Maria. Obor misionaris ini melambangkan api (semangat) misionaris yang diwariskan oleh Bapa Pendiri dan dihidupi oleh segenap Misionaris Claretian serta selalu dinyalakan kembali dari karisma sang Pendiri sendiri.

Dalam amanatnya, superior komunitas Seminari Hati Maria, P. Yoseph Ferdinandus Melo, cmf, mengatakan bahwa, “kegiatan-kegiatan yang dilakanakan dalam rangka memeriahkan Pesta St. Antonius Maria Claret ini bertujuan untuk memupuk kecintaan terhadap Bapa Pendiri dan terutama untuk menimba serta belajar dari karisma dan semangat misioner St. Antonius Maria Claret sepanjang masa formasi awal ini.” Lebih lanjut ia mengingatkan kembali akan identitas panggilan seorang Claretian. “Kita adalah misionaris, dan itu adalah identitas kita,” lanjutnya. Diharapkan melalui kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan membangkitkan semangat misioner dalam diri para misionaris muda di dua komunitas formasi ini untuk memiliki semangat, “Jiwaku untuk seluruh dunia,” seperti kata St. Antonius Maria Claret sebagaimana tema perayaan kali ini.

Hadir dalam perayaan pembukaan ini, P. Valentinus Laga Ola, cmf – Ekonom dan formator di Seminari Hati Maria; P. Mansentus Jemarut, cmf dan para frater teologan dari Claretian House; para frater filosofan Seminari Hati Maria serta karyawan-karyawati. Koordinator kegiatan, Fr. Engelbertus Seran, cmf bersama sie olahraga telah merancang macam-macam kegiatan dengan cita-cita utama untuk memupuk persaudaraan dan kekeluargaan diantara semua anggota serta menyalakan api misionaris dalam diri setiap anggota untuk menganyam cita-cita misioner ini: “Jiwaku untuk seluruh dunia.”