Kita disebut Putra-Putra Hati Tak Bernoda Maria, karena kita dikandugnya dan mewarisi jiwa keibuannya yang hangat. Itu menjadi alasan logo ini menempatkan Maria yang sedang mengandung pada sentralnya. Yang dikandungnya ada ikon CMF, itu adalah kita yang dikandungnya (kita dibentuk dalam dirinya). Maria tidak hanya mengandung Kongregasi (kita), tetapi Maria selalu memandang Kongregasi hingga di usia yang saat ini.
Bola bumi yang ada di kepala Bunda Maria menggantikan halo, menggambarkan kita semua yang selalu ada dalam ingatan Bunda Maria, dan karena ia Ratu Surga dan Bumi. Dan dari situ ada hulu dari kelima warna melengkung (pelangi), ini adalah dinamika hidup dan juga tersirat 5 benua yang terarah ke Salib (terarah pada Kristus), serta gambaran pluralitas keanggotaan kita (diri kita yang berbeda-beda dalam kesatuan persaudaraan Kongregasi Claretian).
Pada bagian hilir lengkungan warna-warni disambut dengan Salib. Salib unik dan penuh misteri. Salib yang ujungnya ada jari-jari, gambaran spirit Salib yang hendaknya juga ada di jari jemari kita sebagai misionaris Dia yang pernah bergantung di sana. Salib Kristus menekankan dimensi kemartiran kita. Lalu warna hitam pada Salib menyiratkan sesuatu yang bisa membuat kita berpikir positif dengan gelapnya warna hitam.
Hitam adalah warna yang pas di hampir semua desain. Ia membuat warna lain lebih menonjol. Hitam adalah warna yang tersembunyi, misterius dan tidak diketahui. Warna ini menciptakan rasa misteri dan menjaga segala sesuatunya pada dirinya sendiri, tersembunyi dari seluruh dunia. Salib dengan warna hitam menjadikan kita, yang diwakili warna pelangi itu, lebih menonjol atau lebih berarti. Pada saat yang sama Misteri Salib Kristus (warna hitam) tetap menjadi misteri bagi kita. Menarik kita untuk terus menyelidiki Dia.
Terakhir ada gambaran waktu dan nama tempat. Tentang Waktu (tanggal) itu berkaitan dengan hari jadi dan perkembangannya. Menariknya adalah di samping tahun 2021 ada nama Komunitas (Wisma Skolastikat Claretian Yogyakarta), itu menjadi gambaran tentang perkembangan, serta momen kelahiran baru. Angka 172 adalah usia kita yang baru, CMF adalah kita semua. Akhirnya bersama dengan tema perayaan kita, “Beriman dan Beramin – 172”, logo ini hendaknya memberi warna dan mendorong refleksi kita semakin dalam.
Wisma Skolastikat Claretian Yogyakarta. Every cloud has silver lining; setiap gumpalan awan memiliki pendar cahaya. Demikian pepatah klasik Inggris yang mengisyaratkan bahwa tak ada yang abadi dari sebuah tragedi, selalu ada akhir. Keterasingan dari wabah Covid-19 yang membuat semua terasa mencekam mesti dibungkam. Siapa dan kapan? Claret yang selalu memiliki api cinta kasih telah memberikan kita waktu. Tanggal 16 Juli merupakan momen kongreagasi yang tanpa rasa takut untuk siap mewartakan kabar sukacita. Momen ini pun tidak disia-siakan oleh penerus darah Claret.
Dalam suasana mencekam ini, Para misionaris muda Claretian Yogyakarta mewarnainya dengan kisah-kasih dalam suasana persaudaraan. Salah satunya ialah dengan menyelenggarakan mini tournament menyongsong Hari Ulang Tahun Kongregasi ke-172 sekaligus pembaruan kaul dari ke-23 frater yang akan membarui kaul-kaul kebiaraan mereka pada 16 Juli mendatang. Jenis-jenis tournament dibagi dalam dua bagian yakni indoor dan outdoor. Kegiatan-kegiatan indoor meliputi pertandingan tenis meja, biliar karambol, catur dan juga ular tangga. Sedangkan outdoor meliputi pertandingan futsal, voly dan badminton. Semua anggota komunitas terlibat aktif dalam kegiatan ini.
Kegiatan ini dipayungi tema sederhana, “Beriman dan ‘Ber’-Amin.” Kedua kata ini mewakili suasana batin dan harapan dari setiap anggota komunitas dalam menghadapi pandemi Covid-19 yang sampai saat ini masih terus menyebar. Atau kalau boleh dikatakan bahwa pandemi Covid-19 ini membawa kita pada sebuah situasi yang tidak baik-baik saja. Walaupun demikian, resiliensi iman hendaknya tetap terawat agar tetap awet.
Hal ini mengindikasikan bahwa ketersituasian kita di tengah pandemi ini menimbulkan daya bagi keberlangsungan hidup komunitas. Daya yang timbul dari kenyataan “patologis” virus corona ini, tidak hanya memberi efek bagi personalitas individu tetapi juga berdimensi komunal. Dalam komunalitas itulah, daya itu semakin membara dan mengkristal. Dimensi tersebutlah yang sebetulnya hendak didramatisasi melalui kegiatan tersebut di atas. Dan lebih dari itu, kegiatan ini sesungguhnya adalah “orkestrasi sederhana” yang hendak mengingatkan kita bahwa di balik setiap negativitas masih terselubung harapan. Namun sekali lagi harapan itu selalu dikokohkan dengan iman. Agar iman dan harapan itu dapat diamini. (Rofinus Hadu, cmf)
Seminari Hati Maria – Kupang. Iman tidak hanya diungkapkan dan dirayakan dalam perayaan-perayaan liturgis, tetapi juga harus berbuah nyata dalam tindakan-tindakan karitatif konkret. Demikian kurang lebih bacaan sudut pandang lain dari tema Aksi Puasa Pembangunan (APP) 2021, “Semakin Beriman, Semakin Solider.”
Dalam ikhtiar mewujudkan cita-cita APP 2021 tersebut, Komunitas Seminar Hati Maria Kupang menggagas kegiatan untuk menjawab panggilan Gereja lokal untuk menjadi semakin beriman dan semakin solider dengan sesama di tengah hempasan badai Covid-19 yang belum mengujung ini. Adapun kegiatan untuk memberi makna kemuridan formatif selama masa Prapaskah ini adalah, katekese virtual melalui zoom untuk tiga kategori berbeda: Sekami/Misdinar pada tanggal 13 Maret 2021; Orang Muda Katolik pada tanggal 20 Maret 2021 dan kategori Orang Dewasa pada tanggal 27 Maret 2021. Kegiatan katekese ini ditutup dengan aksi solidaritas berbagi dengan beberapa keluarga yang sangat membutuhkan di tengah hempasan badai pandemi pada Sabtu, 27 Maret 2021.
Keluarga-keluarga yang mendapat bantuan sembako murah dari Komunitas Seminari Hati Maria dalam kegiatan APP tahun ini adalah keluarga-keluarga yang paling membutuhkan di tiga tempat kerasulan para frater Claretian: Kapela Manuat ada dua keluarga, Kapela Poplae ada dua keluarga dan Kapela Noeltes ada tujuh keluarga. Pada Sabtu, 27 Maret 2021 setelah makan siang, para frater yang sebelum pandemi merebak berkerasulan di kapela-kapela tersebut berangkat untuk membagikan kado Prapaskah sederhana ini ke keluarga-keluarga tersebut. Jauhnya jarak tempuh ke salah satu kapela tersebut karena harus berjalan kaki dan menyusuri sungai, tidak menyurutkan semangat misionaris muda ini untuk berbagi. Fr. Paskalis Tiwu, cmf, sebagai Ketua Umum para Frater SHM mengaku bangga dan senang bisa menjadi rekan seperjalanan dengan saudara-saudara yang paling membutuhkan di tengah badai coronavirus ini. Semoga akhirnya ungkapan iman dan wujud iman, hidup dan menyatu dalam diri setiap murid Kristus.
Menjadi misionaris adalah panggilan dan identitas seorang Claretian. Panggilan dan ikhtiar menganyam identitas tersebut adalah proses yang tak pernah berujung. Inilah kurang lebih cita-cita terdalam dari Program Ongoing Formation bulanan bagi semua anggota Delegasi Indonesia-Timor Leste, agar setiap misionaris selalu merasa berada dalam proses pembentukan yang berkelanjutan dan tidak pernah merasa rampung. Ada kerisauan intelektual, tetapi juga jauh lebih dalam dari itu, ada kegundahan spiritual, lantaran merasa diri belum rampung dan selesai.
Webinar Surat Apostolik Paus Fransiskus, Patris Corde ini adalah salah satu jalan untuk menjawab kerinduan dan kegundahan tersebut. Seminar ongoing formation virtual dengan tema, “Patris Corde dan Relevansinya bagi Misionaris Claretian Indonesia-Timor Leste” pada Senin, 22 Maret 2021 dibawakan oleh P. Kristian Paskalis Cangkung, CMF, dosen di Institute for Consecrated Life in Asia (ICLA), Manila, Filipina; dipandu Fr. Petrus Pit Duka Karwayu, CMF, sebagai moderator. Pater Tian, demikian sapaan akrabnya, membagi paparannya dalam tiga bagian: pertama, St. Yosef dalam Kitab Suci, Sejarah dan Magisterium Gereja; kedua, Surat Apostolik Patris Corde dan ketiga, St. Yosef dan Misionaris Claretian.
Dokumen ini tidak hanya mengundang umat beriman dan para Misionaris Claretian untuk mengenang dan menghormati St. Yosep di tahun istimewa, Tahun Santo Yosep (8 Des 2020 s/d 8 Des 2021) ini, tetapi terutama suatu panggilan untuk menghidupi keutamaan-keutamaan St. Yosep sepanjang menekuni ziarah misioner-kemuridan sehari-hari. Keutamaan-keutamaan St. Yosep, kata Pater pengampuh mata kuliah Sejarah Hidup Bakti dan Sejarah Spiritualitas Kristen ini salah satunya misalnya, “harus melahirkan gaya pastoral baru, yaitu pastoral dengan pola pendekatan, Kedekatan (nearness), perjumpaan (encounter) dan kemurahan hati (mercy). Kedekatan menciptakan persekutuan (komunitas) dan rasa memiliki, serta menciptakan ruang untuk perjumpaan. Kedekatan membangun dialog dan menciptakan budaya perjumpaan (culture of encounter). Kemurahan hati adalah kunci.” Pendekatan pastoral semacam ini meninggalkan pola pastoral lama yang “menjadikan pesan injil sebagai ideologi, eksklusif, fungsionalisme, dan klerikalisme,” demikian tandasnya.
Paparan ini dilengkapi juga dengan beberapa input dan pertanyaan dari peserta webinar, antara lain, P. Agustinus Supur, cmf; P. Viktor Dody S. Sasi, cmf, P. Francisco JB Roca, cmf, P. Yohanes Mangge, cmf dan beberapa peserta lainnya. P. Yohanes DS Jeramu, cmf, Prefek Formasi Delegasi, berterima kasih kepada P. Kristian Paskalis Cangkung, cmf atas presentasi dan refleksi yang sangat dalam dikaitkan dengan ziarah misioner sebagai Misionaris Claretian. Mari kita menjadi misionaris dengan Hati seorang Bapa. Selamat merayakan Tahun Santo Yosep bagi kita sekalian (pfm).
Jumat, 19 Maret 2021, di bawah terik matahari yang memanggang kulit, P. Eugenius Paul Madoni, cmf (Ekonom Delegasi), ditemani P. Siprianus Asa, cmf dan P. Selestinus Panggarra, cmf, pergi mengunjungi lahan persawahan Tarus-Noelbaki. Panasnya kota karang tak mengurungkan niat ketiga misionaris ini untuk menyusuri hamparan padi yang menghijau. Maklum, dari kedua tempat ini pasokan beras untuk ketiga dapur rumah formasi di Kupang didatangkan. Tak hanya itu, sebagai Claretian, memasuki pekerjaan-pekerjaan adalah panggilan yang inheren dalam diri seorang Claretian sebagaimana diuraikan dalam Pola Misionaris (Cf. Konst. No. 9).
Beberapa bidang lahan persawahan ini dikelolah oleh Misionaris Claretian bekerja sama dengan beberapa penggarap yang sudah beberapa tahun bekerja bersama para Claretian. Bapak Marianus Raya, salah seorang penggarap sekaligus karyawan dan koordinator lapangan, mengaku senang dan menikmati pekerjaan yang digelutinya sejak beberapa tahun lalu ini. Musim tanam tahun 2020 hampir semua hamparan sawah di Tarus dan Noelbaki mengalami gagal panen, lantaran kemerau panjang dan debit air yang kecil. Semoga musim tanam tahun 2021 ini memberi harapan bagi para petani dan penggarap untuk hasil yang memuaskan.
Pater Dony, dalam pesan WhatsApp mengaku optimis melihat pertumbuhan dan perkembangan padi yang ada. “Sawah Kupang, musim pertama 2021 ini cukup menjanjikan,” demikian tulisnya. Semoga demikian agar “asap dapur” ketiga rumah formasi, Pra Novisiat Claret, Seminari Hati Maria dan Claretian House Kupang tetap membumbung
(In Memoriam P. Yohanes Maria Vianey Lusi Emi, CMF)
Pater Vianey, demikian sapaan akrabnya lahir di Waipukang, Larantuka, Flores Timur, NTT pada tanggal 08 Mei 1972, dari pasangan Bapak Gregorius Iko dan Maria Glema Langoday, dengan nama lengkap: Yohanes Maria Vianey Lusi Emi.
Setelah menyelesaikan masa pendidikan awal, benih panggilan untuk menjadi imam-misionaris berkecambah dalam hatinya. Iapun menanggapi sapaaan Allah yang mengetuk bilik bathinnya ini dengan masuk Seminari San Domingo Hokeng Jaya, Kec. Wulanggitang, Flores Timur, NTT. Setamat dari Seminari San Domingo Hokeng, Pater Vianey berusaha merawat benih panggilan yang baru bertunas dengan masuk menjadi anggota Societas Verbi Divini atau SVD dan menjalankan masa novisiat di Novisiat SVD Nenuk – Atambua, Belu. Namun rupanya pilihan menjadi anggota Serikat Sabda Allah bukan merupakan narasi hidup dan mimpi misionernya di masa depan. Atas alasan tertentu, ia memilih untuk meninggalkan Novisiat SVD Nenuk dan mulai menganyam narasi hidup biasa di luar biara.
Rupanya keindahan sequela Christi terus membujuknya untuk masuk dalam keluarga baru hidup bakti di bawah semangat St. Antonius Maria Claret. Karena itu pada tahun 1993 ia memilih untuk bergabung dengan Kongregasi Para Misionaris Claretian dan memulai formasi misioner-Claretiannya di Seminari Tinggi Claret (sekarang Pra Novisiat Claret), bersama dengan kesembilan belas teman seangkatan lainnya. Pada tanggal 02 Februari 1995, ia memulai masa postulant dan setahun kemudian, pada tanggal 14 Agustus 1996, ia menjalani masa novisiat di Novisiat Claret Fohorem, Suai, Timor Timur (sekarang Timor Leste), di bawah bimbingan Magister Novis, P. Eduardo Monge, CMF
Kerinduan dan komitmennya menjadi misionaris seluas dunia terjawab serta dikukuhkan dalam pengikraran kaul perdananya pada tanggal 15 Agustus 1997 di hadapan P. Felicisimo “Fil” Tarozza, CMF. Penggabungan sementara bagi Pater yang selalu menyapa sesama konfraternya, “Om Tuan,” “Ka’ Pater,” dengan gaya khasnya yang luwes dan sangat bersahabat ini, selalu memiliki intensi kekal, seperti memory Allah yang selalu kekal, mengingat dan mencintai anak-anak-Nya, sebagaimana pesan-pesan biblis-inspiratif yang selalu ia bagikan.
Tahun-tahun filsafat dan orientasi pastoral dilewatinya di Fakuktas Filsafat Agama – UNWIRA Kupang dan Seminari Tinggi Claret Kupang dari tahun 1994-2000. Sedangkan studi teologi ditempuhnya di Fakultas Teologi Wedabhakti Kentungan, Yogyakarta pada tahun 2000-2003. Pesona sequela Christi merampas seluruh isi hatinya hingga tidak bisa berbuat apa-apa kecuali menggabungkan diri secara kekal di dalam Kongregasi Putra-Putra Hati Tak Bernoda Maria (Misionaris Claretian), dalam pengikrarkan kaul kekal pada tanggal 15 Agustus 2001 di Wisma Claretian Yogyakarta.
Misionaris sederhana dan pengkotbah unggul yang fasih mengurai teks-teks Semit ini, ditahbiskan menjadi diakon pada tanggal 26 April 2003 di Kapela St. Paulus Kentungan dari tangan Yang Mulia Mgr. Ignatius Suharyo, Uskup Keuskupan Agung Semarang. Tak lama berselang, pada tanggal 29 Juni 2003 ia ditahbiskan menjadi imam di Katedral Kristus Raja Kupang oleh Yang Mulia, Mgr. Petrus Turang, Uskup Keuskupan Agung Kupang. Baginya, Imamat menjadi puncak ziarah missioner-kemuridannya untuk semakin mengenal, mencintai, melayani Allah dan sesama, “supaya Allah menjadi semua di dalam semua” (1Kor 15:28), sebagaimana motto tahbisannya.
Letupan dan gairah missioner membakar jiwa mudanya sebagai misionaris dan itu yang membuatnya tak bisa tinggal diam, kecuali siap untuk diutus ke mana saja Kongregasi dan Delegasi membutuhkan. Iapun membagi rahmat imamat-misionernya dengan umat sederhana di Paroki Hati Tak Bernoda Maria, Fohorem, Keuskupan Maliana, Timor Leste. Memory Fohorem dan Timor Leste pada umumnya membekas dan membentuk jiwa misionernya untuk selalu beropsi dan solider dengan orang-orang kecil-sederhana. Meski tentu ia sangat mencintai misinya di keheningan pegunungan Fohorem, tetapi demi pelayanan yang lebih luas di masa depan, ia mentaati perutusan barunya menjadi staf formator di Seminari Hati Maria Kupang, sambil mempersiapkan diri dan dokumen keberangkatannya ke Roma untuk tugas studi.
Pada awal tahun 2006, Pater yang sederhana dan rendah hati ini berangkat ke Roma untuk studi lanjut di Pontifikal Institut Biblicum, sebuah Institut Kitab Suci ternama dan sangat disegani, lantaran sulitnya berjibaku dengan bahasa-bahasa kuno dunia Alkitabiah. Namun kesulitan-kesulitan itu dilewati dan tidak pernah mematahkan semangat pencarian Pater yang menguasai beberapa bahasa ini. Kurang lebih empat tahun di Roma (2006-2010), ia menggeluti lapisan-lapisan naskah papyrus dan gulungan Laut Mati dengan cita-cita missionernya, agar Allah semakin dikenal, dicintai, dilayanani dan dipuji oleh semua makhluk melalui Sabda-Nya yang revelasikan. Dan ini sesungguhnya inti panggilan khususnya sebagai misionaris di tengah dunia, sebagaimana kata Konstitusi Claretian No. 46, “Panggilan khusus kita di tengah umat Allah adalah pelayanan Sabda, yang lewatnya kita menyampaikan seluruh Misteri Kristus kepada manusia.”
Demi mewujudkan cita-cita misioner pelayan Sabda, sesudah merampungkan studi licentiat Kitab Suci di Roma, Pater yang selalu menggunakan topi kodok ini kembali ke tanah air dan menjadi staf formator di komunitas Skolastikat Claretian Yogyakarta (2011-2014). Selama menjadi anggota komunitas Skolastikat Claretian Yogyakarta, Pater yang suka menyapa dan mengguyon orang menurut bahasa ibu orang bersangkutan itu, terlibat dalam berbagai kegiatan formatif Kitab Suci, JPIC dan atas permintaan Fakultas Teologi Wedabhakti Kentungan, Yogyakarta, mengajar beberapa mata kuliah di lembaga pendidikan calon imam tersebut. Dunia akademik tentu sangat dinikmatinya, namun panggilan misioner mesti selalu membuat sesorang untuk selalu “berada di tengah jalan.”
Pada bulan Juli 2014, Superior General Para Misionaris Claretian, P. Jose Maria Abella, CMF bersama dewannya mengangkat P. Yohanes Maria Vianey Lusi Emi, CMF sebagai Superior Delegatus Claretian Indonesia-Timor Leste untuk masa bakti 2014-2017. Ia adalah Misionaris Claretian pribumi pertama yang dipilih untuk menjadi Superior Delegatus (setingkat Provinsial) untuk melayani dan menganimasi misi Claretian melayani Gereja dan masyarakat di bumi Indonesia dan Timor Leste. Ia mulai meretas pembaruan dalam tubuh delegasi untuk membangkitkan kesadaran dalam diri anggota akan komunio atau persekutuan untuk misi (communion for mission). Kerahiman dan belas kasihan sebagaimana jantung pesan Sabda Allah yang digelutinya di belakang teks-teks kuno, menjadi motor yang menggerakkan pelayanan dan pendekatannya baik kepada sesama konfraternya maupun terhadap umat atau orang yang dijumpainya. Inilah pesan kuat yang kita alami dari pribadinya yang kalem, jika kita pernah mengenalnya lebih dalam.
Rupanya pola kepemimpinan yang inklusif, merangkum dan merangkul semuanya ini serta teristimewa kesiap-sediaan misionernya membuat Superior General, P. Mathew Vattamattam, CMF bersama dewannya, mengangkat kembali Pater yang suka berdiskusi tentang masalah sosial dan politik ini untuk menjadi Superior Delegatus Claretian Indonesia-Timor Leste masa bakti 2017-2020. Pada periode keduanya ini ia menganimasi misi dan pelayanan Delegasi untuk masuk dalam tiga gerakan transformatif di bawah terang mandat Kapitel Umum XXV: Berjalan (to Walk), Menemani (to Accompany) dan Menyembah (to Adore). Dalam dua masa kepemimpinannya ini ia berusaha untuk membangun konsolidasi ke dalam, memperkuat communio dan pada saat yang sama menjawab kebutuhan misi-misi baru di dalam Delegasi.
Gagasan dan mimpi visionernya ini rupanyan tidak sejalan dengan ketangguhan ragawinya. Pada bulan Agustus 2019, Pater Vianey jatuh sakit dan dirawat di RS CB Belo untuk beberapa hari. Diagnosa dokter menunjukkan bahwa ada penumpukkan lemak dalam darah yang menyebabkannya mengalami stroke ringan. Untunglah keadaan ini bisa teratasi. Setelah kesehatannya agak pulih, Dewan Delegasi dan para konfrater menganjurkan agar dia menjalankan pemeriksaan yang lebih lengkap di RS Elizabeth Semarang dan menjalani masa pemulihan kesehatan di Komunitas Skolastikat Claretian Yogyakarta. Meskipun dengan kondisi kesehatannya yang menurun ia tetap dan berusaha untuk menjalankan tugas kepemimpinannya untuk menganimasi hidup dan misi Delegasi dengan baik serta tetap ikut dalam program kerja para pemimpin organisme tinggi se-Kongregasi. Pada bulan Januari 2020, Pater Vianey ikut dalam pertemuan para pemimpin tinggi se-Kongregasi di Talagante, Chile untuk merumuskan persiapan Kapitel Umum XXVI pada Agustus-September 2021 mendatang. Dalam pertemuan tersebut, beliau melontarkan satu pernyataan yang sangat impresif tentang persaudaraan lintas batas di dalam keluarga besar Kongregasi Claretian, “No hay extrajeros para nuestra Congregación, todos somos hermanos.” (Tidak ada orang asing dalam Kongregasi kita, kita semua adalah saudara).
Mimpi persudaraan seperti inilah yang akan terus ditenun di Delegasi Indonesia-Timor Leste untuk tetap menjadi misionaris yang berjalan, menemani dan menyembah Allah sambil terus berakar ke dalam pada warisan karismatis dan berani keluar untuk menjawab tantangan tanda-tanda zaman, yang seyogianya ditelisik bersama dalam Assembly Delegasi di ujung masa kepemimpinannya. Sayangnya wabab corona memenggal hasrat dan gairah menyambung dan menenun mimpi bersama ini. Pada tanggal 16 Oktober 2020, Superior General, P. Mathew Vattamattam, CMF bersama dewannya di Roma mengumumkan berakhirnya masa kepemimpinan P. Yohanes Maria Vianey Lusi Emi, cmf bersama para dewannya dan mengangkat dewan kepemimpinan yang baru untuk periode 2020-2023. Di sisa-sisa hari menuju pengukuhan dewan baru, Pater yang selalu menyapa siapa saja yang berpapasan dengannya ini, mempersiapkan seluruh acara serah-terima kepemimpinan dengan baik, termasuk membereskan semua laporan trinneal kepemimpinannya di periode kedua. Pada tanggal 24 Oktober 2020, di dalam sebuah Perayaan Ekaristi yang meriah, pengukuhan Superior Delegatus baru, P. Valens Agino, cmf bersama dewannya dilaksanakan dan usailah tugas beliau menahkodai “kapal” Delegasi Independen Indonesia-Timor Leste sepanjang enam tahun (2014-2020), mengarungi negara kepulauan Indonesia dan daratan Timor Leste.
Hari-hari setelah merampungkan seluruh tugas animasinya menemani Delegasi, adalah saat-saat yang melegahkan, bukan lantaran “kapal” telah berlabuh dan sang nahkoda mendarat sebentar; tetapi karena ia boleh mengambil jarak sesaat untuk melihat dengan jelas mimpi apa yang belum diretas untuk sebuah masa depan yang lebih akurat. Pada tanggal 15 Desember 2020, ia mengambil liburan untuk sejenak menarik nafas dan meninggalkan kepenatan, sambil berkemas menuju perutusan baru di mana Delegasi dan Kongregasi membutuhkannya.
Atas pertimbangan untuk pemulihan kesehatan dan kemungkinan kerasulan-kerasulan lain di masa depan, Dewan Delegasi memutuskan untuk mengutus dan menempatkan Pater Vianey di Komunitas Claetian Taman Ziarah Yesus-Maria Oebelo, Kupang. Di keheningan TZYM Oebelo, dia tentu akan memiliki lebih banyak waktu untuk beristirahat dan memulihkan ketahanan fisiknya yang terkuras. Dalam ketaatan seorang misionaris ia menyanggupi perutusan tersebut. Ia tiba di Taman Ziarah Yesus Maria Oebelo pada tanggal 21 Januari 2021. Kesenyapan puncak Oebelo ternyata tidak meninabobohkan gairah dan mimpi misionernya untuk menjadi misionaris seluas dunia, karena itu ia mempersembahkan dirinya kepada Kongregasi melalui Pater General untuk misi universal. Ia mencoba meyakinkan diri dan Pater General bahwa ia telah pulih benar dan siap diutus ke mana saja. Sayang, mimpi menjadi misionaris seluas dunia, dipenggal ketahanan raga yang tidak sepadan. Pada Minggu, 14 Februari 2021, ia bersama komunitas pergi memeriksa di RS Kartini Kupang, lantaran keluhan demam dan batuk-batuk. Diagnosa dokter menujukkan hasil negatif Covid-19. Tiga hari berselang, yaitu tanggal 17 Februari 2021 komunitas merujuknya ke RS. Carolus Boromeus Belo, Kupang dan diagnosa dokter menunjukkan bahwa saudara kita terpapar Covid-19, diperparah dengan komplikasi sakit bawaan. Lima hari ia berjuang, agar mimpi-mimpi besarnya masih bisa diretas. Namun Sang Khalik lebih mengasihinya dan menjemputnya pulang pada tanggal 22 Februari 2021, pada pkl. 22:41 WITA.
Kepergiannya meninggalkan duka dan kehilangan yang besar, baik bagi Kongregasi Claretian maupun bagi semua anggota keluarga kandungnya. Ia telah merampungkan seluruh tenunan kisah misionernya. Ia telah menjadi Misionaris sampai akhir. Ia akhirnya menenun mimpi dan melanjutkan misinya dari rumah Bapa di surga. Kematian adalah jalan pulang sesuah merampungkan seluruh anyaman kisah kemuridan-misioner sebagai Claretian. Selamat jalan Ka’ Pater, misionaris kerahiman ilahi. Doakanlah kami, Kongregasi dan Delegasi Indonesia-Timor Leste. (pfm)