Pekan Hidup Bakti XV 2025: Menghayati Konsekrasi, Kesetiaan, dan Kesaksian Hidup Bakti dalam Dunia VUCA

Kupang, Indonesia. Tahun 2025 ini, Delegasi Independen Indonesia-Timor Leste kembali mengadakan Pekan Hidup Bakti (PHB) edisi ke-15. Tema yang diangkat dalam PHB XV kali ini adalah “Menghayati Konsekrasi, Kesetiaan, dan Kesaksian Kaum Hidup Bakti dalam Dunia VUCA”. Kata “VUCA” dalam tema ini merupakan akronim dari Volatility (ketidakstabilan), Uncertainty (ketidakpastian), Complexity (kerumitan), dan Ambiguity (ketidakjelasan).

Pada PHB XV 2025 kali ini, yang bertindak sebagai pembicara adalah P. Valens Agino, CMF; P. Kristian Paskalis Cangkung, CMF; P. Sabu George Palackathadathil, CMF; P. Yoseph Ferdinandus Melo, CMF; P. Viktor Doddy Sau Sasi, CMF; dan Sr. Rosaria Nur Hardiningsih, CB. Kegiatan ini dimoderasi oleh P. Reneldus Maryono Paing, CMF.

Hari Pertama

Pada hari pertama, materi diberikan oleh P. Valens Agino, CMF dan P. Kristian Paskalis Cangkung, CMF. Pada kesempatan pertama, P. Valens Agino, CMF memaparkan materinya perihal Dunia VUCA dan Hidup Bakti. Dunia VUCA merupakan suatu keadaan lingkungan yang mampu berubah-ubah dengan cepat, tidak terduga, dan sulit terkontrol.

Kemunculan dunia VUCA juga mempengaruhi hidup bakti. Misalnya, proyek pribadi dan proyek komunitas yang tidak punya visi jangka panjang serta komitmen pribadi yang ikut mood (volatility), mentalitas instan tanpa pendirian dan takut mengalami penderitaan (uncertainty), kerumitan dalam mempertahankan diri secara ekonomi (complexity), dan kebebasan menginterpretasi konstitusi, spiritualitas, dan karisma Kongregasi (ambiguity).

Menurut P. Valens Agino, CMF, pengaruh buruk dunia VUCA dalam hidup bakti bisa dilawan dengan VUCA pula, yakni vision yang jelas akan panggilan, karisma dan spiritualitas dan motivasi hidup membiara; understanding yang jelas akan panggilan, karisma, dan motivasi hidup membiara; courage untuk bersikap dan mengambil resiko sesuai nilai-nilai kehidupan membiara; dan adaptability yakni terbuka tanpa mengorbankan nilai-nilai inti kehidupan membiara.

Tambahnya, budaya penegasan spiritual (Discernment spiritual) sangat membantu kaum hidup bakti dalam menghadapi semua model perubahan yang terjadi dalam dunia. Mengutip Paus Fransiskus dalam dokumen Gaudete et Exultate, penegasan spiritual memampukan kaum hidup bakti untuk membedakan yang dari Roh Allah dan yang dari roh dunia. Penegasan spiritual ini lebih dari sekadar kemampuan intelektual dan akal sehat, tetapi juga rahmat yang dimohonkan. Dan penegasan spiritual ini merupakan sarana perjuangan kaum hidup bakti untuk mengikuti Tuhan dengan lebih baik.

P. Valens Agino, CMF juga menambahkan empat tawaran perjalanan spiritual untuk dunia dewasa ini, sebagaimana yang direfleksikan oleh José Cristo Rey García Paredes, CMF dan Gonzalo Fernández Sanz, CMF, yakni adoratio yang berarti perjalanan dari penyembahan berhala menuju iman; missio yang berarti pejalanan dari funsionalisme menuju mistisisme misioner; conversatio yang berarti perjalanan dari isolasi menuju mendengarkan dengan cermat dan berbagi; dan traditio-conversatio yang berarti perjalanan dari kemandirian menuju penyerahan diri.

Setelah itu, para peserta disuguhkan dengan materi dari P. Kristian Paskalis Cangkung, CMF. Materi tersebut diberi judul “Konsekrasi, Kesetiaan, dan Kesaksian dalam Sejarah Hidup Bakti”. Dalam materinya, P. Kristian Paskalis Cangkung, CMF menjelaskan secara umum tiga hal penting perjalanan kaum hidup bakti dalam rel konsekrasi, kesetiaan, dan kesaksian, sebagaimana dijelaskan oleh W. Bruggemann dalam buku Spirituality of the Psalms, yakni Orientasi, Disorientasi, dan Re-Orientasi.

Dalam orientasi, kaum hidup bakti sungguh-sungguh diberi pengertian bahwa perjalanan panggilannya merupakan pembaktian diri kepada Kristus sebagai sebuah sikap aktif. Untuk itu, sikap dasar dalam orientasi ini adalah Sequela Christi (mengikuti Kristus), yakni ekspresi lahiriah dalam sikap dan keputusan yang menyatakan kehendak untuk mengikuti Kristus; dan Imitatio Christi (Meniru Kristus), yakni segala usaha untuk meneladani dan mendalami pribadi Yesus secara moral maupun mistikal (kemiskinan, ketaatan, kemurnian, rendah hati, dan lain-lain).

P. Kristian Paskalis Cangkung, CMF juga menyatakan bahwa dalam sejarahnya, kaum hidup bakti seringkali mengalami disorientasi, yakni kondisi di mana kaum hidup bakti tidak lagi hidup selaras dengan cita-cita ordo atau kongregasi. Dalam arti tertentu, disorientasi hendak menjelaskan kondisi kaum hidup bakti yang mengalami krisis, ketidakpastian, atau chaos.

Menurutnya, berhadapan dengan situasi disorientasi ini, terdapat dua cara pandang yang berbeda. Ada yang menganggap pengalaman disorientasi sebagai pengalaman aib (moment of disgrace) yang kemudian selalu mempertanyakan tentang relevansi hidup bakti di masa kini dan di masa yang akan datang. Namun, ada pula yang menganggap pengalaman disorientasi sebagai pengalaman berkat (moment of grace) yang mana krisis, ketidakpastian, atau chaos ditanggapi secara dewasa, dilihat dalam kacamata positif, dan undangan kepada pertobatan dan pembaruan hidup.

Berhadapan dengan krisis, ketidakpastian, atau chaos, P. Kristian Paskalis Cangkung, CMF mengungkapkan bahwa kaum hidup bakti, mau tidak mau, harus membuat reorientasi, yakni suatu langkah baru pasca mengalami disorientasi. Reorientasi ini dilandasi oleh iman yang mendalam akan kesetiaan serta belaskasih Allah. Reorientasi ini mesti ditanggapi dengan aksi penataan kembali tatanan hidup secara personal dan komunitas, discerning leadership, keterbukaan terhadap gerakan roh, kreatif, inspiratif, mistik, dan profetik.

Hari Kedua

Pada hari kedua, para peserta PHB XV 2025 mendapat kesegaran dari materi yang dibawakan oleh P. Sabu George palackathadathil, CMF dan P. Yoseph Ferdinandus Melo, CMF. Pada kesempatan pertama, P. Sabu George Palackathadathil, CMF membawakan materi berjudul “Konsekrasi dan Kesaksian dari Sudut Pandang Teologi Hidup Bakti”. Dalam pemaparannya, P. Sabu George Palackathadathil, CMF mengingatkan bahwa menjalani panggilan sebagai kaum hidup bakti merupakan perjalanan hidup yang dikonsekrasikan kepada Allah. Konsekrasi berarti penyerahan diri secara bebas kepada Allah yang telah memanggil.

Dengan pengertian tersebut, lanjutnya, maka konsekrasi dalam hidup bakti berarti dipisahkan, disucikan, bersih dan memulai awal yang baru, menjadi pribadi yang baru sepenuhnya bagi Tuhan. Dengan demikian, kaum hidup bakti menyatakan hidup mereka lewat kemurnian, kemiskinan, dan ketaatan. Dengan menerima cara hidup ini, mereka memiliki sarana untuk mencapai persatuan yang lebih sempurna dengan Allah sekaligus menjadi saksi persatuan yang sempurna di kehidupan yang akan datang.

Kemudian, P. Sabu George Palackathadathil, CMF juga mengingatkan akan kesaksian kaum hidup bakti. Pada bagian ini, P. Sabu George Palackathadathil, CMF menekankan kesaksian kaum hidup bakti dalam dimensi kenabian. Hal ini disebutkannya karena kaum hidup bakti sejatinya rasa profetis harus selalu ditonjolkan kepada dunia yang semakin hari semakin sulit melihat tanda-tanda kehadiran Allah.

Mengakhiri presentasinya, P. Sabu George Palackathadathil, CMF menunjukkan beberapa contoh tantangan-tantangan yang dihadapi oleh kaum hidup bakti. Tantangan-tantangan tersebut adalah permasalahan keluarga, komunitas, kesehatan, hidup doa, ekonomi, formasi, kepribadian ganda, dan media sosial.

Materi PHB XV 2025 hari kedua dilanjutkan dengan presentasi dari P. Yoseph Ferdinandus Melo, CMF. Judul makalah yang dipaparkannya adalah “Tinggallah di Dalam Kasih-Ku (Yoh 15:9): Menghidupi Komitmen Kemuridan-Misioner di Tengah Tantangan Dunia VUCA dalam Terang Dokumen Karunia Kesetiaan Sukacita Ketekunan”.

Dalam materinya, P. Yoseph Ferdinandus Melo, CMF berpatokan pada dokumen Karunia Kesetiaan dan Sukacita Ketekunan yang dikeluarkan oleh Kongregasi untuk Tarekat Hidup Bakti dan Serikat Hidup Kerasulan di Vatikan pada 2 Februari 2020 silam. Diungkapkannya bahwa dokumen tersebut mengutarakan keprihatinanya sekaligus memberi pesan yang kaya bagi kaum hidup bakti. Pesan yang kaya dari dokumen tersebut hendak mengajak kaum hidup bakti agar semakin setia dan bertekun dalam menghidupi panggilan dan komitmen kemuridan yang telah dipilihnya.

Dalam menghidupi panggilan hidup bakti, lanjutnya, kaum hidup bakti justru menemukan begitu banyak ilalang yang memengaruhi proses tumbuh kembang seorang religius untuk setia pada jalan panggilannya. Beberapa hal yang disebutkan adalah pengalaman iman yang memudar; budaya fragmentaris-terpecah-pecah dan sementara; institusi hidup bakti yang kurang terbuka pada gerakan Roh Kudus; kurangnya pengolahan hidup berhadapan dengan individualisme, spiritualisme, hidup dalam dunia sempit, kecanduan, kemapanan dan lain-lain; dan relasi interpersonal dan komuniter yang sulit.

Akan tetapi, kendati ada begitu banyak ilalang yang menggerogoti kehidupan kaum hidup bakti, P. Yoseph Ferdinandus Melo, CMF mengajak para peserta untuk menemukan pijakan tentang karunia kesetaan dan sukacita ketekunan dalam kisah kemuridan sehari-hari. Dengan demikian, kaum hidup bakti diajak untuk berani mengimpikan kesetiaan Sang “Ya” bagi semua janji Allah dan setia-bertekun pada panggilan hidup sehari-hari.

Untuk mewujudkan semua itu, mau tidak mau, setiap kaum hidup bakti harus merawat hidup doa dengan tekun; ber-discerment serta terbuka kepada belas kasih dan kerahiman Allah; menghidupi komunitas dengan baik; melaksanakan pelayanan kerasulan yang kreatif; dan membangun formasi yang solid dan menyentuh hati. Semua hal yang dilakukan itu, bagi P. Yoseph Ferdinandus Melo, CMF, merupakan upaya untuk selalu tinggal dalam kasih Tuhan. Tinggal dalam kasih Tuhan, lanjutnya, merupakan momen menyambut kesetiaan-Nya dan merupakan kekuatan panggilan kaum hidup bakti.

Hari Ketiga

Kemudian pada hari ketiga, para peserta disuguhkan dengan materi yang dibawakan oleh P. Viktor Doddy Sau Sasi, CMF; dan Sr. Rosaria Nur Hardiningsih, CB. Pada kesempatan pertama, P. Viktor Doddy Sau Sasi, CMF membawakan materinya yang berjudul “Karunia Kesetiaan dan Sukacita Ketekunan dalam Perspektif Hukum Gereja”.

Mula-mula, P. Viktor Doddy Sau Sasi, CMF menguraikan materinya dengan mengupas dokumen Karunia Kesetiaan dan Sukacita Ketekunan. Diungkapkannya bahwa dokumen ini dikeluarkan sebagai upaya Vatikan dalam menanggapi tantangan hidup bakti di hadapan dunia yang semakin sekuler. Dihadapan dunia yang semakin sekuler ini, Paus Fransiskus khawatir akan memudarnya kesetiaan dari kaum hidup bakti!

Untuk itu, dari dokumen yang sama, P. Viktor Doddy Sau Sasi, CMF mengajak para peserta untuk menghidupi kembali kesadaran akan panggilan masing-masing. Kesadaran akan panggilan menjadi sarana yang baik bagi kaum hidup bakti untuk menghidupi kembali kesetiaannya akan panggilan dihadapan tawaran dunia sekuler yang semakin menggila.

Menurutnya, karunia kesetiaan termanifestasikan dalam sukacita ketekunan. Dan sukacita itu bersinar di wajah mereka yang membaktikan hidupnya secara total kepada Allah. Mengutip Paus Fransiskus, sukacita menjadi kebutuhan dan landasan hidup manusia. Demikian pula kaum hidup bakti mesti selalu menghidupkan sukacita panggilan mereka dalam hidup sehari-hari, karena seorang hidup bakti telah menanggapi panggilan Tuhan, memilih kasihNya dan untuk memberikan kesaksian tentang InjilNya dalam pelayanan Gereja.

Pada bagian lain dari presentasinya, P. Viktor Doddy Sau Sasi, CMF memaparkan materi tentang keterpisahan anggota hidup bakti dari tarekatnya yang dilihat dari kacamata Hukum Gereja sebagaimana tertuang dalam Kitab Hukum Kanonik. Dua hal yang dibagikan terkait hal ini adalah perpindahan ke tarekat lain dan tentang keluar dari tarekat. Kedua hal ini dibicarakan menurut hukum yang berlaku sah dalam Gereja.

Kemudian, materi hari ketiga dilanjutkan dengan presentasi materi dari Sr. Rosaria Nur Hardiningsih, CB. Dalam pemaparannya, Sr. Rosaria Nur Hardiningsih, CB mempresentasikan materinya dengan judul “Kesaksian dan Kesetiaan Elisabeth Gruyters dalam Menghayati Hidup Bakti”.  

Dalam kesaksiannya terkait hidup dari Elisabeth Gruyters, Sr. Rosaria Nur Hardiningsih, CB menuturkan bahwa Elisabeth Gruyters adalah seorang yang sungguh hidup dekat dengan Allah. Kesetiaan Elisabeth Gruyters adalah tanda kedekatannya dengan Allah. Bagi Elisabeth Gruyters, hidup bakti berarti menjadikan Allah sebagai pemimpin utama dalam hidup. Di hadapan Allah, yang dapat dilakukannya hanyalah menyerahkan diri seutuhnya kepada kehendak-Nya dan tetap bertekun dalam doa. Kedekatan dengan Allah menjadi sarana utama bagi Elisabeth Gruyters untuk menjaga panggilan hidup baktinya. Seperti kata Pemazmur, hanya dekat Allah saja aku tenang (Maz 62:2).

PHB XV 2025 kali ini diadakan secara online via aplikasi zoom yang berlangsung selama tiga hari, yakni pada 30 Januari 2025 sampai 1 Februari 2025. PHB XV 2025 ini diikuti oleh kaum hidup bakti dari berbagai Kongregasi atau Tarekat hidup bakti baik laki-laki maupun perempuan yang tersebar di seluruh Indonesia. Para peserta PHB XV 2025 diikuti oleh semua tingkatan, mulai dari aspiran, postulan, novis, yang berkaul sementara, yang berkaul kekal, hingga imam.

Galeri Foto

Pembukaan Semester Genap Formasi Hidup Bakti

Matani, Kupang. Formasi Hidup Bakti (FHB) memasuki semester yang baru. Permulaan semester baru program FHB ini dibuka dengan Ibadat Sabda bersama di Kapela Komunitas Pra Novisiat Claret Kupang, pada Senin (3/2/2025). Ibadat yang penuh hikmat ini dipimpin oleh P. Valentinus Laga Ola, CMF, dan didampingi oleh P. Sabu George Palackathadathil, CMF.

Dalam renungan singkatnya, P. Sabu George Palackathadathil, CMF mengajak para peserta FHB untuk memfokuskan diri dalam program FHB ini. Dua hal yang diingatkan adalah tentang banyak mendengarkan dan saling bertukar pikiran dengan pengajar dan dengan para peserta FHB yang lain. Kedua hal ini akan memperkaya pengetahuan para peserta sekaligus meneguhkan panggilan.

P. Sabu George Palackathadathil, CMF yang juga bertindak sebagai Direktur Formasi Hidup Bakti juga mengajak para peserta untuk sebisa mungkin menggunakan kemampuan kognitif untuk menyerap pengetahuan dari mata kuliah yang diberikan. Menurutnya, dalam semester ini, para peserta akan mendapatkan mata kuliah yang menarik dan dari pengajar yang mumpuni. Untuk itu, tugas peserta adalah mengikuti dan menikmati kuliah dengan sebaik mungkin.

Mengakhiri renungannya, P. Sabu George Palackathadathil, CMF mengharapkan berkat dari Allah Tritunggal untuk memberkati para peserta FHB dan semua proses yang ada, agar para peserta mampu menjadi frater dan suster yang baik untuk kongregasi masing-masing.

Formasi Hidup Bakti kali ini melibatkan 12 biara yang berdomisili di Kota Kupang dan sekitarnya. Terhitung sekitar 80 hingga 90 peserta FHB dalam acara pembukaan semester baru ini. Mereka adalah para aspiran dan postulan dari keduabelas biara tersebut. Banyaknya peserta yang hadir menunjukkan antusiasme yang tinggi dari peserta dalam menjalankan proses formasi ini.

Dengan dimulainya semester baru ini, diharapkan para peserta FHB dapat terus berkembang dalam aspek manusiawi, aspek kristiani, dan aspek kekhasan masing-masing kongregasi serta lebih siap dalam menjalani panggilan sebagai kaum hidup bakti.

Galeri Foto

Penerimaan Aspiran Baru di Komunitas Misionários Claretianos Hera

Hera, Dili. Komunitas Misionários Claretianos Hera tengah bersukacita. Alasan di balik sukacita tersebut adalah karena pada Perayaan Ekaristi Peringatan St. Agnes, Perawan dan Martir, Selasa (21/1/2025) bertempat di kapel komunitas, sejumlah delapan aspiran telah diterima secara resmi untuk bergabung dengan Komunitas Misionários Claretianos Hera.

Perayaan Ekaristi dipimpin oleh P. Juan Ángel Artiles Roberto CMF, superior lokal Komunitas Misionários Claretianos Hera, didampingi P. Bendiktus Nuwa, CMF, superior lokal Komunitas Claretian Paroki Aimutin dan P. Emanuel Lelo Talok, CMF, formator para aspiran Komunitas Misionários Claretianos Hera. Hadir pula P. João Martinho Enfein, CMF, presidente conselho administrativo Yayasan FCMF TL, dan P. Urbanus Sedu, CMF, ekonom Komunitas Misionários Claretianos Hera.

Dalam homilinya, P. Juan Ángel Artiles Roberto, CMF membagikan pengalaman panggilannya untuk menggugah para calon misionaris kita agar bersemangat menjalani proses formasi yang akan segera dimulai. P. Emanuel Lelo Talok, CMF, membacakan nama para aspiran baru, dijawab “ya, saya hadir” oleh mereka, dan mereka maju ke depan altar untuk diterima sebagai calon-calon Misionaris masa depan oleh kelima pater yang hadir dengan saling memberikan salam peneguhan.

Kedelapan aspiran baru kita di Hera adalah Ambrosio Freitas Pereira; Celestino dos Santos Ximenes; Chancio Abriano Josse Ribeiro; Domingos Romário da Cruz Araujo; Emilito Valente Santos Leite; Florindo Gerónimo Carvalho Ferreira; Rosito Alves Assis; dan Silvano de Jesus Amaral.

Kedelapan aspiran baru ini, merupakan hasil penjaringan aksi panggilan dan test masuk kepada 158 pemuda pelajar yang dilakukan oleh P. João Martinho Enfein, CMF selaku Pelaksana Program Aksi Panggilan, dibantu oleh para misionaris kita di lima komunitas di Timor Leste.

Dari ratusan orang yang mengikuti tes, sejumlah 25 orang dinyatakan lulus. Kemudian yang datang mengikuti kegiatan Come and See (pada 16-18 Desember 2024 lalu) sebanyak 10 orang. Dan akhirnya hanya 8 yang benar-benar memutuskan untuk bergabung dengan CMF melalui aspirantado di tahun 2025, di hari peringatan Santa Agnes ini.

Selama berada di Komunitas Misionários Claretianos Hera, para aspiran baru ini akan menempuh pendidikan dan mempelajari antara lain tentang Kongregasi, Komunitas, dan bahasa. (Kontributor P. Emanuel Lelo Talok, CMF, Formator Aspiran Komunitas Misionários Claretianos Hera)

Mengisi Sebagian Waktu Liburan, Komunitas SHM Mengadakan Kelas Tematik Filsafat

Lasiana, Kupang. Masa liburan pasca-semester pertama tahun ajaran 2024-2025 diisi oleh Komunitas Skolastikat Hati Maria (SHM) dengan beragam kegiatan. Salah satu dari kegiatan tersebut adalah Diskusi Tematik Filsafat. Diskusi ini berlangsung selama empat hari, mulai Selasa (07/01/2025) hingga Jumat (10/01/2025) dengan menghadirkan pembicara kunci, Pater Petrus Tan, SVD.

Imam Misionaris Serikat Sabda Allah (SVD) ini menyuguhkan sebuah tema menarik, yakni “Deep Philosophy, Pencerahan, dan Panggilan Moral Kemanusiaan”. Uraian atas tema besar ini dibabak dalam empat sub-tema. Pada hari pertama, pembicaraan berkutat dalam gagasan-gagasan umum filsafat dengan penekanan khusus pada pemikiran Platon. Pada hari kedua, peserta diantar masuk ke dalam pemikiran filsuf perempuan asal Jerman, yakni Hannah Arrendt, khususnya tentang teori tindakan yang dicanangkannya. Memasuki hari ketiga, wacana filosofis pun beralih ke pemikiran Immanuel Kant, teristimewa gagasannya tentang kemustahilan perang. Adapun hari terakhir diisi dengan sub-tema tentang Meritokrasi perspektif Michael Sandel, filsuf kontemporer asal Amerika.

Sepanjang kegiatan ini berlansung, para peserta yang terdiri dari semua frater SHM terlihat sangat antusias dan aktif. Mekanisme diskusi yang dirancang oleh pembicara memungkinkan adanya keterlibatan aktif dari para peserta. Mereka diberi kesempatan untuk berdiskusi dalam kelompok tentang teks-teks filsafat, mengerjakan tugas secara bersama-sama, mempresentasikannya, serta mempersiapkan dan membawakan acara-acara hiburan yang lahir dari interpretasi kelompok atas materi yang didengar atau yang dibahas dalam kelompok.

Hampir seluruh peserta mengungkapkan kesan yang sama tentang kelas filsafat ini. Mewakili teman-temannya, Fr. Kristo Ronaldo Suri, CMF dalam kata sambutannya mengungkapkan adanya kelegaan intelektual sebagai buah dari kegiatan ini. “Kelas filsafat kali ini memang beda. Kami merasa dipuaskan lantaran semua pertanyaan yang terlintas di benak kami selama ini terjawab melalui seluruh rangkaian kegiatan akademik ini,” imbuhnya. “Namun,” ia melanjutkan, “Kami sebentar saja merasakan kepuasan, kami lekas diterpa dahaga intelektual yang baru karena jawaban-jawaban yang kami peroleh pada akhirnya membangkitkan pertanyaan-pertanyaa baru. Tapi, kami merasa bersukacita sebab itu pertanda nyata bahwa kami sedang berfilsafat.”

Seluruh rangkaian acara ini diakhiri dengan perjamuan siang bersama. Pada saat itulah, Pater Peter—sapaan akrab pembicara—mendapatkan cindramata sebagai tanda terima kasih dari Komunitas SHM. Penghargaan ini diberikan langsung oleh superior komunitas, yakni P. Victor Doddy Sau Sasi, CMF. (Kontributor Fr. Petrus Nandi, CMF, teologan tingkat V Komunitas Skolastikat Hati Maria)

Pertemuan Promotor Panggilan Delegasi Independen Indonesia-Timor Leste

Kupang, Indonesia. Pada Senin (16/12/2024), Direktur Panggilan Delegasi Independen Indonesia-Timor Leste, P. Reneldus Maryono Paing, CMF mengundang para promotor panggilan dalam Delegasi untuk mengadakan pertemuan dalam ruang maya. Tujuan pertemuan tersebut adalah untuk membangun pemahaman yang sama terkait dengan promosi panggilan sekaligus membagikan pengalaman selama menjadi promotor panggilan di wilayah kerja masing-masing.

P. Kristian Paskalis Cangkung, CMF dan P. Valens Agino, CMF masing-masing mengapresiasi usaha dari P. Reneldus Maryono Paing, CMF ini. Pertemuan semacam ini akan banyak membantu para promotor panggilan dalam melihat strategi-strategi dalam mengadakan promosi panggilan. Keduanya turut menyuntikan semangat kepada para promotor panggilan dalam usaha menjaring anak-anak muda untuk bergabung bersama Kongregasi Misionaris Claretian.

Dalam pertemuan tersebut, para promotor panggilan kembali diajak untuk melihat lagi Direktori Panggilan. Direktori Panggilan merupakan panduan bagi para promotor panggilan dalam mengadakan promosi panggilan. Direktori Panggilan tersebut berisikan panduan praktis dalam mengadakan promosi panggilan, mengadakan tes masuk Claretian, dan hingga bagaimana menyeleksi para calon yang cakap untuk bisa bergabung dengan Claretian.

Setelah melihat kembali Direktori Panggilan, P. Reneldus Maryono Paing, CMF memberikan kesempatan kepada tim promotor panggilan untuk membagikan pengalaman suka duka dan fenomena yang ditemui saat mengadakan promosi panggilan. Sharing pengalaman ini memberi poin penting kepada tim promosi panggilan untuk saling memberi dukungan dan koreksi yang membangun.

Dalam sharing pengalaman, para promotor panggilan diingatkan untuk tetap mengikuti anjuran yang ditetapkan dalam Direktori Panggilan, terutama yang berkaitan dengan syarat-syarat ketika memberikan penilaian ketika calon mengikuti tes. Non multa, sed multum.

Galeri Foto

Penyaluran Bantuan untuk Korban Letusan Gunung Lewotobi

Pu’urere, Ende. Minggu (15/12/2024), OMK-AMC Paroki St Marinus Puurere melakukan penyaluran bantuan sosial bagi korban erupsi di Desa Tenawahang, Kecamatan Titehena, Kabupaten FloresTimur. Proses penyaluran bantuan sosial bagi korban bencana didampingi oleh Ketua Dewan Pastoral Stasi St. Agustinus Paroki La Salete Lato, Keuskupan Larantuka dan Pemerintah Desa setempat. Bantuan sosial diterima langsung oleh para korban.

Berdasarkan data yang dihimpun oleh pemerintah desa, terdapat 59 KK yang terdampak bencana erupsi Ile Lewotobi yang tersebar di 3 dusun. Para pengunsi tinggal sementara di rumah sanak saudara mereka.

Pemberian bantuan sosial bagi korban bencana ini terlaksana atas koordinasi SOMI Misionaris Claretian Delegasi Independen Indonesia-Timor Leste dan OMK-AMC Paroki St Marinus Puurere Keuskupan Agung Ende. Setelah mengadakan Misa Minggu Gaudete bersama umat Stasi St. Agustinus yang dipimpin oleh P. Kristoforus Landur, CMF (Pastor Moderator OMK-AMC Paroki St. Marinus Puurere) dan didampingi oleh Rm. Adi Hartono, MSF (Pastor Paroki La Salete Lato), dengan bantuan OMK stasi, penyaluran bantuan dilakukan pada dua lokasi, yakni Kapela Stasi St. Agustinus Tenawahang dan Kapela Stasi.

Terimakasih untuk SOMI Misionaris Claretian Indonesia-Timor Leste, Keluarga Katolik Indonesia Australia, Komunitas Claretian WEIßENHORN Jerman, Paroki Tanjung Balai Medan dan Paroki St Marinus Puurere Keuskupan Agung Ende yang telah berdonasi untuk para korban terdampak. (Kontributor P. Kristoforus Landur, CMF, Vikar Komunitas Claretian Paroki St. Marinus Pu’urere)

Galeri Foto